Kamis, 19 Maret 2009

Turkey


Apa yang ada dalam benak anda saat mendengar "Turkey"? Selama ini yang aku tau dari negara Turky, adalah sepak terjang nya di kancah sepakbola Eropa, lebih tepatnya aku mengenal Turki, karena Turki berjuang cukup keras untuk dapat berlaga di Euro cup.

Seperti yang kita ketahui, Euro cup hanya diperuntukkan untuk negara2 Eropa, Turki sendiri berada diantara perbatasan Eropa dan Asia. Ternyata hanya sekitar 5 persen negara Turki yang terletak di belahan benua Eropa, 95 persen lainnya berada di kawasan Asia. Suatu fakta yang cukup mencengangkan yang baru ku ketahui kemarin saat membaca salah satu majalah "Traveller", awalnya aku mengira bagian Turki yang masuk benua Eropa jauh lebih besar dari fakta tersebut, yang lebih mencengangkan lagi ternyata Turki memiliki kawasan yang sangat indah dan menakjubkan. Seketika aku langsung membayangkan untuk dapat pergi ke sana.

Cappadocia


"Waww..." Kata pertama yang terucap saat melihat foto-foto Fairy Chimneys, Cappodacia. Kota ini seakan membawaku ke dunia dongeng yang mungkin selama ini tidak pernah terbayangkan ada di dunia yang kutinggali ini. Mungkin sebagian dari anda ini sudah pernah mengetahui dan bahkan pergi ke sana, tidak ada kata terlambat untuk mengetahui indahnya dunia ini. Dapatkah anda mempercayai bahwa ada rumah seperti "Cappadocia map", underground town dibawah ini?



Benar-benar menabjubkan, disana kita juga bisa menyewa balon udara dan menikmati keindahan alam disana. Benar-benar akan menjadi sebuah petualangan yang menyenangkan dan fantastis.Apakah anda ingin pergi kesana?

Gambar-gambar diambil dari berbagai sumber yang didapatkan dari search engine google.

Selasa, 17 Maret 2009

Gn. Slamet

Sedikit ingin berbagi informasi dan pengalaman perjalanan menuju puncak Gn Slamet,beberapa bulan yang lalu di tahun 2008. Postingnya agak sedikit tertunda, dan baru sekarang dapat saya publish catatan perjalanan ini.

Gn Slamet 30 Sept-02Okt 2008
Liburan kantor yang cukup panjang membuat hati ini ingin sekali bergerak menyapa hutan, menyusuri jalan dan melihat kota dari ketinggian puncak. Kali ini pilihan jatuh pada Gn. Slamet. Beberapa anak sekretariatku memang sudah berencana ingin melakukan perjalanan. Setelah melakukan negosiasi akhirnya mereka mau untuk mendaki Gn.Slamet. Perjalanan kali ini terdiri dari 4 orang yaitu saya sendiri, Monoph, Pinan dan Dwita (non Astacala). Segala persiapan dilakukan oleh orang-orang sekre dan saya berusaha membantu semampunya setiba di Bandung.

Sabtu, 27 September 2008
Pagi itu saya langsung bergegas menuju pool travel X-trans menuju Bandung. Setiba di Bandung, berbagai persiapan standart segera dilakukan. Rencana Operasional (ROP) awal kami akan menuju Purwokerto hari Senin, namun saat itu saya mengusulkan agar dipercepat saja, hari Minggu menuju Purwokerto. ROP akhirnya diubah dan kami berangkat dari Bandung menuju Purwokerto pada hari Minggu, 28 September 2008.

Minggu, 28 September 2008
Pagi itu kami berangkat dari sekre sekitar pukul 09.00 pagi naik taxi menuju terminal Cicaheum. Ongkos taxi blue bird dengan tariff awal Rp 6000,- mencapai sekitar angka Rp 43000,- Lumayan bila dibagi empat, ongkosnya bakalan sama bila naik angkot. Saat itu situasi terminal masih belum begitu padat, bus yang menuju Purwokerto saat itu ada dua, yang pertama bus ekonomi, aladin, dan bus AC, Mandala. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya kami memilih bus AC, Mandala dengan harga Rp 70000,- tujuan Surabaya. Karena jumlah seat tinggal sedikit, akhirnya kami berempat duduk berpencar. Saya dan Monoph kebetulan bisa duduk bersebrangan.

Perjalanan cukup menyita waktu dan kesabaran, berangkat dari terminal tepat pukul 10.00 namun hingga pukul 13.00 kami belum juga bisa keluar dari Nagrek. Macet sangat parah dan kondisi di dalam bus sungguh tidak menyenangkan. Cewek sampingku muntah sudah entah berapa kali, tidak lama kemudian bapak didepan ku juga muntah berkali kali. Akhirnya karena capek dan stress saya memutuskan untuk tidur sambil menunggu bus bisa keluar dari macet. Terbangun dan dikagetkan oleh Monoph yang menunjuk kearah belakang kursi. Kulihat muntahan berwarna merah muda menyebar dibelakang kursiku. Ouuuhgg……muntah dimana-mana, kiri depan belakang semua muntah dan menimbulkan bau bau yang sungguh membuat kepala pusing.

Bus Mogok
Setelah menahan kesabaran akhirnya bus mencapai kota Majenang, sekitar 2 jam lagi bisa sampai ke Purwokerto. Sepanjang perjalanan dari awal bus tidak pernah berhenti istirahat, akhirnya malam itu saat jam menunjukkan pukul 19.00 bus berhenti di tepi jalan, bukan di tempat peristirahatan untuk makan atau buang air, tapi karena mogok!!!. Kopling dan rem nya bermasalah, jadi bus kami berhenti untuk melakukan perbaikan. Perbaikan memakan waktu cukup lama dan membuat jalan yang hanya bisa dilalui 2 mobil itu akhirnya macet. Sekitar hampir sejam kami menunggu, belum ada tanda-tanda bus akan jalan lagi. Kenekpun memutuskan untuk penumpang tujuan Purwokerto agar dioper saja. Kami pun dengan pasrah dioper ke bus ekonomi, aladin. Yah dari pada semakin lama tidak sampai ke Purwokerto, tidak mengapalah dioper ke bus yang tidak setara dengan sebelumnya. Pukul 22.00 akhirnya sampai di terminal Purwokerto…..perjalanan yang seharusnya bisa dicapai dengan waktu 6-7 jam kini karena terkena arus mudik mencapai hingga 12 jam.
Sebelumnya saya sudah menghubungi Indun untuk menginap dirumahnya. Malam itu pun kami dijemput oleh Indun dan temannya (Ojay). Naek taxi ke rumah Indun Rp 15000,- Sampai ditempat Indun langsung mandi dan makan sate. Setelah melakukan brifing untuk besok saya pun langsung tidur dengan nyenyak.

Ford Ranger
Sesuai dengan brifing semalam, kami berencana bergerak menuju pertigaan serayu pada pukul 10.00 untuk kemudian menyewa kendaraan menuju basecamp Bambangan, dengan dispensasi waktu sejam sambil menunggu kabar dari teman Indun yang kemungkinan bisa mengantarkan kami naik mobil menuju basecamp Bambangan. Jam sudah menunjukkan pukul 11.00 namun Indun masih belum bisa memastikan bisa mengantarkan kami. Kami pun bersiap-siap untuk segera menuju terminal. Saat itu Monoph dan Dwita sudah naik motor hendak diantar, dan kabar baik datang. Ternyata mobil operasional kantor Indun bisa dipakai. Horreeey……kami akhirnya diantar oleh temennya Indun, Indun dan adeknya si Hanif naik Ford Ranger. Wuuiihh…keren, kapan lagi ya naik gunung dianter mpe basecamp pake Ford Ranger, matching banget dah!

Pintu Gerbang Bambangan
Berangkat dari rumah Indun pukul 11.30 dan tiba di basecamp Bambangan, koordinat 7°13’34,7”LS, 103°15’57,7”BT pukul 13.30. Basecamp Bambangan sebenarnya adalah rumah Ibu Sugeng. Disana pendaki bisa beristirahat dan memesan makanan sebelum melakukan pendakian. Biaya pendakian tiap orang adalah Rp 3500,- Disana kami juga bertemu dua orang pendaki dari Jawa Tengah. Mereka hendak melakukan pendakian setelah berbuka puasa, berhubung mereka adalah muslim. Setiap orang membawa 5 liter air, sebab menurut informasi, mata air sedang kering karena belum hujan selama 3 hari. Setelah ramah tamah, silaturahmi, ngobrol, foto-foto, kami pun bersiap-siap untuk menyicil perjalanan, setidaknya hari ini kami bisa mencapai pos 1 jadi besoknya kami bisa jalan lebih santai menuju pos 5. Pukul 15.00 kami berpamitan dan dimulailah perjalanan pendakian perdana kami di Gn Slamet.

Dari pintu gerbang kami melakukan kesalahan fatal, seharusnya belok ke kanan tapi kami entah kenapa malah belok ke kiri. Dari sana ternyata nyasar sampai dua punggungan. Akhirnya kami bisa kembali ke jalan yang benar dan mendapatkan sedikit petunjuk dari dua orang bapak2 yang kami temui di jalan. Beliau banyak bercerita mengenai gunung Slamet, banyak hal yang menurutku seharusnya hal tersebut tidak disampaikan malah disampaikan secara terang-terangan oleh bapak itu. Suatu hal yang kuran lazim kurasakan sebab bapak tersebut boleh dibilang cukup berumur dan bijak, tetapi malah menceritakan segala hal-hal aneh dan mistis di gunung sebelum kami memasuki hutannya. Hal itu sempat membuatku sedikit merasa aneh, mungkin bapak tersebut ingin memperingatkan kami, dan saya yakin beliau lebih tau apa yang harus dan tidak disampaikan kepada kami. Kami pun berangkat melanjutkan perjalanan menyicil hingga koordinat 7°13’35”LS, 103°14’54”BT. Mendirikan camp sekitar pukul 17.30, mencari kayu bakar dan memasak makan malam, hal standar yang kurindukan. Ngobrol sambil menikmati hangatnya api unggun sambil menikmati segelas teh hangat dan memandang bintang bintang. Malam itu sangat cerah, sehingga kami bisa melihat bintang-bintang nun jauh itu dengan sangat indah.

Camp I
Selasa, 30 September 2008
Bangun pagi pagi, masak packing.....dan melaksanakan panggilan pagi hari di balik semak semak ilalang. Cukup sulit menemukan lokasi yang strategis sebab kami masih berada disekitar ladang penduduk, sekitaran adalah padang yang cukup terbuka. Setelah puas membuang isi perut semalam, saya pun bergegas membantu packing

Perjalanan kali ini cukup berat untukku. Karena sudah tidak begitu aktif berkegiatan (off 6 bulan semenjak lulus dan bekerja) badan terasa cepat sekali lelah. Mengatur nafas dan irama jalan cukup lama bisa kulakukan. Biasanya tidak begitu lama setelah berjalan saya sudah bisa mendapatkan irama dan nafas yang pas untuk berjalan dengan lebih nikmat. Tapi pagi itu terasa begitu melelahkan, setapak demi setapak terasa sangat berat, dimana staminaku yang tak seberapa itu???Sedikit, sedikit akhirnya bisa mengatur nafas dan irama...

Lewat pos II, Pondok Lawang, koordinat 7°13’45,8”LS 109°14’28,1”BT tercium bau wangi-wangian bunga. Harum sekali dan tercium cukup lama. Kupikir itu mungkin baru dari bunga-bungaan yang ada disepanjang jalan. Akhrinya saya bertanya kepada Dwita, “Ta, wangi banget ya?” “Iya nih, kayaknya bau bunga yang ini deh” Memang terdapat dua jenis bunga saat itu, ada yang putih dah hijau. “bunga yang putih ya?” “Gk yang ijo, coba deh cium”, sambil berhenti sejenak dari langkah aku mencium bunga yang dimaksud “Iya deh bunga yang ini”. Hahaha..begitulah sepenggal pembicaraan yang membangun pikiran positif dalam kepala kami. Setelah itu tidak ada pembicaraan lagi, setelah saya tau bahwa ternyata kami berempat mencium wangi yang sama. Setelah cukup lama mencium wangi kamipun sempat mencium bau amis namun hanya sebentar.

Pos III - Pondok Cemoro
Akhirnya kami sampai di Pos III, Pondok Cemoro, koordinat 7°13’51,9”LS 109°14’11,1”BT. Disana kami beristirahat dan sedikit melakukan pose. Menurut cerita orang, bila pendaki kemalaman sebaiknya mendirikan tenda di Pos III saja dan tidak usah melanjutkan perjalanan ke Pos IV.Dan apabila pendaki kemalaman dan sampai ke pos IV, sebaiknya perjalanan tetap dilanjutkan ke Pos V dan tidak mendirikan tenda di Pos IV.
Pos IV - Pondok Samarhantu
Entah kenapa Pos IV sangat tidak disarankan untuk mendirikan tenda dan bermalam namun hal ini sangat erat kaitannya dengan hal mistis yang kuat. Sebagai pendaki kami sangat mematuhi dan menghormati segala bentuk aturan dan pantangan yang ada didaerah yang kami datangi. Sebab biar bagaimanapun juga, kami tetaplah tamu dirumah orang. Kira-kira kurang dari 2 jam, kami tiba di pos IV, Pondok Samarhanthu, koordinat 7°14’00”LS 109°14’00”BT. Disana terdapat pohon tumbang yang terlihat terbakar karena petir. Kami pun sempat beristirahat sejenak dan melakukan sedikit pose.

Perjalanan kami lanjutkan hingga menuju pos V dan memutuskan untuk mendirikan camp. Kami sampai di pos V, Pos Sanghyang Rangkah (Pos Mata Air) pada jam 15.00. Koordinat 7°14’07,9”LS 109°13’51,5”BT

Pos V - Sanghyang Rangkah
Sore itu terasa begitu sepi...tidak ada pendaki lain selain kami saat itu. Semua pendaki sudah turun dan sempat sedikit bertegur sapa saat kami naik tadi. Tentu saja sangat sepi, besok itu adalah hari raya Idul Fitri, kebetulan kami berempat tidak ada yang merayakannya, maka disinilah kami menjadi 4 pendaki yang menguasi gunung Slamet, hahaha...

Sesuai dengan rencana, kami bangun jam 03.00 dan mulai melakukan sedikit persiapan, packing barang-barang yang sudah disiapkan sebelumnya (kompor, spritus, air, dan snack) barang-barang yang lain kami tinggalkan di camp. Pagi itu pingin rasanya memasak sedikit mie atau bihun, tapi karena beberapa faktor saya tidak jadi melakukannya dan akhirnya hanya membuat sebotol susu coklat yang saya bawa untuk bekal saat naik ke puncak.

Dingin malam itu merasuk, jaket polar merah Astacala dan raincoat kuning yang kutemukan di sekre yang saat itu melindungiku dari dinginnya hawa saat itu. Tak lupa juga syall kuning merah harry potter yang akhir2 ini sering saya ajak ke puncak-puncak gunung.

Saat itu kami berangkat dari camp pukul 04.00 dengan posisi paling depan Monoph, Dwita, Saya dan Pinan. Perjalanan menuju puncak cukup membuatku kelelahan, nafas yang tersengal-sengal dan juga mungkin karena faktor tidak sarapan membuatku cukup lelah. Beberapa kali saya merasa kami berjalan terlalu cepat sehingga meminta untuk beristirahat sejenak, padahal saat itu kondisi lagi tidak mengangkat beban. Sungguh pagi ini terasa lebih berat. Sudah hampir 2 jugam kami berjalan, matahari sudah mulai keluar dari balik gunung di sebelah timur. Terlihat ada dua 3 gunung yang menjulang tinggi melewati hamparan karpet awan. Dua gunung terlihat agak sejajar, bisa saya simpulkan itu Gn Sindoro dan Gn Sumbing, satu lagi terlihat lebih agak lebih jauh dari dua gunung sebelumnya. Dari puncaknya terlihat kepulan asap terus keluar. Bisa jadi itu Gn. Merapi. Tapi tidak terlihat Gn. Merbabu yang merupakan pasangannya. Entahlah saya tidak begitu yakin dengan gunung yang ini.

Sun Rise
Kami masih di batas vegetasi, beberapa meter dibawah Pelawangan saat kuning telur itu menyapa kami dari balik Gn Sindoro. Ah....indah sekali bulatan kuning itu. Hari itu kami diberikan cuaca yang sangat cerah yang memberikan kesempatan bagi kami untuk melihat salah satu keindahan alam ciptaan-Mu. Beberapa menit terus berlalu dan setelah puas mendokumentasikan mentari di ufuk timur, kami melanjutkan perjalanan menuju puncak.

Perjalanan yang melewati batas vegetasi dengan kondisi pasir berbatu membuat tenaga cukup terkuras, apalagi saat itu saya tidak sarapan. Kondisi medan cukup rapuh dengan batu-batu merah besar dan kecil. Bila tidak hati-hati memegang batu untuk memanjat naik, bisa-bisa mendapatkan batu yang labil dan bisa terjatuh. Beberapa kali saya berhenti sejenak dan duduk melepas lelah. Pagi itu matahari menyinari kami sungguh terik dan panas, padahal saat itu waktu masih menunjukkan pukul 06.30. Susu coklat dalam botol sudah menipis, saya hanya bisa berkata pada diri sendiri saat itu “Ayo Onie, kamu bisa...!!!ayo jalan, sebentar lagi puncak!!” Lalu saya kembali berjalan setapak demi setapak. Anak-anak yang lain sudah terlebih dahulu meninggalkan saya dibelakang, sebelumnya saya masih bisa melihat mereka memanjat diatas, namum setelah beberapa saat saya sudah tidak dapat melihat mereka, mungkin mereka sudah mencapai puncak. Saya berjalan lagi dan terus memotivasi diri agar tidak terlalu banyak berhenti dan beristirahat, “ayo Onie, yang lain sudah menunggumu di puncak, ayo jangan terlalu lama berhenti”. Itulah yang terus menjadi motivasi saya. Entahlah, berbeda dengan perjalanan-perjalanan saya sebelumnya, perjalanan kali ini terasa sedikit berat dari biasanya.

Puncak Gn. Slamet
Terima kasih Tuhan.....akhirnya puncak punggungan ini kutemui, terlihat Monoph dan Pinan sedang duduk disamping batu-batu yang menyerupai Tugu, sedangkan Dwita terlihat sedang di bawah turun ke kawah. Puncak....here I come...!!!! Indah…..cuaca cerah mendukung pemandangan yang sungguh indah ini. Perjalanan berat yang sungguh melelahkan tadi langsung sirna dengan segala keagunan cipataan-Mu. Pinan dan Dwita menyempatkan diri untuk berdoa dan menyalakan dupa sesuai dengan tradisi keagamaan Hindu. Setelah berdoa, kami pun mengisi perut sedikit dengan memasak dua bungkus bihun. Hhhmmm….nikmat sekali, meskipun hanya bihun instant, namun terasa begitu berarti untuk menambah tenaga dan mengisi perut kosong bekal perjalanan turun ke pos V, kembali ke camp.

Hari itu terasa sungguh hening, tak ada angin padahal kami berada pada ketinggian 3432 mdpl. Keheningan itu didukung dengan keberadaan kami saja tanpa pendaki lain.

Hari ini, Rabu 01 Oktober 2008 umat muslim di dunia merayakan hari raya Idul Fitri, mungkin ini salah satu sebab mengapa tidak ada pendaki lain selain kami pada hari ini. Selepas mengisi mengisi perut dan mengambil gambar, kami bergerak turun, waktu saat itu menunjukkan pukul 08.00.
Selamat tinggal puncak Slamet, keindahan dan keheninganmu dipagi ini sudah merajut indah dalam ingatanku. Entah kapan dan bagaimana saya dapat kembali menyapamu ditengah kesibukanku kini yang sangat tidak memberikanku waktu yang cukup banyak untuk kembali melakukan sebuah perjalanan ke puncak-puncak gunung. Entah kapan….

Terik matahari dan debu menemani perjalanan kami menuruni jalur yang sama saat kami naik tadi pagi. Setelah satu jam perjalanan dengan sedikit beristirahat di Pos SAR di atas Pos V kami pun sampai kembali ke camp. Pinan dan Dwita masak makan siang, Saya dan Monoph membereskan camp, packing gantian. Tepat pukul 11.00 kami pun bergerak turun menuju basecamp Bambangan di rumah Ibu Sugeng.

Kami sempat bertemu dengan 9 orang pendaki dari Palawa, Atmajaya Jogjakarta. Salah seorang dari mereka mengenal adik-ku saat Kursus Dasar Kursus Lanjutan Hikespi. Ah…jadi teringat adikku itu, dia terlalu cepat memutuskan untuk meninggalkan kami yang telah melahirkannya, sungguh banyak penyesalan saat kau memutuskan pergi, namun kini aku sadar bahwa sebuah pilihan tetaplah harus dihormati namun kenangan saat masih bersama akan terus ada bersama kami. Ingat saudaraku, tali persaudaraan ini tak kan habis dimakan waktu.

Mencapai Pos II kami memutuskan untuk sedikit beristirahat, makan snack dan ngobrol. Entah ada angin apa, tiba-tiba topik pembicaraan kami mulai menjurus kearah mistik. Biasanya saya tidak pernah mau menceritakan pengalaman mistik selama masih berada di gunung, tapi saat itu pembicaraan mengalir begitu saja. Kami ngobrol mengenai pengalaman mistik selama di Gn. Agung dan Gn Argopuro. Sekejab setelah saya menceritakan mengenai perjalan di Argopuro, sektika langit mendung dan mendadak dari cuaca cerah menjadi mendung mau hujan. Pinan langsung mengajak untuk turun, saya, Monoph dan Dwita tanpa pikir panjang langsung mengangkat carrier dan turun meninggalkan pos II. Selama perjalanan kami diguyur hujan, sungguh aneh padahal sebelumnya cuaca sangat cerah dan terik.

Tungkai sangat lelah, apalagi karena saat turun saya memutuskan untuk memakai sandal gunung saja. Untuk jalanan yang kering tidak masalah, tapi bila jalan hujan dan becek, memakai sandal gunung sungguh menyiksa! Akhirnya setelah kurang lebih 4 jam perjalanan, kami pun sampai di basecamp Bambangan

Ganti baju, makan dan sedikit beristirahat sambil menunggu mobil ibu Sugeng yang sudah kami sewa Rp 200.000 untuk mengantarkan kami menuju purwokerto, basecamp rumah Mpok Indun.

Perjalanan sebenarnya belum berakhir, sebab beberapa jam kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju Bandung. Dapat dikatakan perjalanan yang sangat melelahkan, terkena arus mudik, sekitar 10 jam harus kami lalui untuk mencapai Terminal Cicaheum. But, I love all my adventure, no matter how it cause

Foto-foto Gn. Slamet dapat di lihat disini

Citatah, Tebing 125

Bertolak dari Jakarta menuju Bandung kemudian ke Citatah, Padalarang
Tgl 7-8 Maret diadakan pendidikan lanjut Rock Climbing untuk Cirit dan Danang
Namun saat itu ada sekitar 20 an orang yang datang.
Sebenarnya siapa sih Cirit dan Danang, artis ibukota kah?kenapa sampai bisa begitu banyak orang yang datang. ahahahahaha...

Yah ini lah salah satu artis ibu kota itu, cirit yang sedang memeriksa jalur pemajatan dari bawah.

Panjat tebing ataupun dinding sebenarnya sangat menarik. Banyak teknik yang harus kita kuasai bila hendak memanjat dengan optimal. selain kekuatan otot yang memang sudah menjadi salah satu kunci utama kesuksesan, teknik memegang point dan pembagian beban tubuh juga ikut andil dalam kesuksesan kita menuju puncak. Jujur, saya kurang bisa dalam hal otot dan teknik pembagian beban tubuh. Ini sebenarnya bisa dilatih, sedikit demi sedikit pasti bisa menguasai teknik pemanjatan sehingga penggunaan tenaga bisa optimal.

Bila kita hendak memanjat artifisial maka akan lebih banyak teknik yang harus kita kuasai. Teknik penggunaan alat yang benar, pemasangan pengaman dan teknik belay sangat dibutuhkan dalam pemanjatan artifisial. Bila kita sudah mampu memahami hal ini dengan baik, maka tidak ada alasan untuk takut dalam memanjat.

Tebing 125 terletak di sekitar pabrik marmer. Tempatnya tepat dibelakang salah satu pabrik, akses masuknya cukup terpencil, namun sebenarnya tidak jauh dari jalan raya. Bagi yang baru pertama kali ingin ke sana, bila berangkat dari bandung, patokan pertama adalah saat sudah mulai memasuki daerah padalarang, sekitar 50 meter sebelum pengkolan penjual peyeum. Bila anda sudah melewati penjual peyeum yang pertama maka anda sudah kelewatan dan harus putar balik. hahaha..Oh ya, hari itu kawan-kawan dari UPI dan Unjani juga mengadakan latihan, area tebing pun ramai oleh pemanjat.

Pengen liat foto2 lainnya, klik disini

Selasa, 03 Maret 2009

125 cliff wait for me!!

Debu dan lumpur,
Panas terik matahari, dinginnya air sungai dan embun pagi
Sungguh aku rindu

Berharap bisa kembali bertualang..
Minggu ini ingin ikut manjat ke tebing 125, Padalarang
Kebetulan ada pendidikan lanjut untuk angkatan baru.

Entah malu atau emang malu..
Gw blm pernah lho manjat di 125. hahahaha...
Cuman pernah manjat di tebing 48 aja.
Ngakunya barudak bandung, tp 125 aja blm pernah. kumaha atuh nengg....!!!
Alasannya ada nih !!
Gw bukan orang yang maniak panjat ataupun jago panjat
Gw bukannya juga seorang yang senang dengan hal panjat memanjat
Tapi kalau mau di adu, masih bisalah..dengan sedikit motivasi dan paksaan.
Bsk mungkin aku akan mencoba untuk jaga camp saja, masak dan buat aer (dah lama euy gk nyentuh trangia) tp kalau mereka memaksa...gpp deh gw perlihatkan teknik manjatku yang tersohor itu (GR banget ada yang mo maksa, manjat aja jarang. wkwkwkw)

Eh sekalian cobain kamera nih..hohohh...
Sampe ketemu di Bandung ...