Senin, 11 Mei 2009

Jalan-jalan keliling Jakarta

(Kota Tua, Ancol, Kemang Foodfest, TIM)

Hari itu teman-teman dari Bandung bergerak ke Jakarta dengan mengendarai mobil Kijang LSX biru. Ada Palti yang nyupir, nana-nenek, dan Uky. Mereka datang menjemput kami, sekitar pukul 12 , saat itu juga sudah ada Rito, terakhir kami menjemput Mothy. Selanjutnya dimulailah perjalanan kami berdelapan di kota megapolitan Jakarta, ibukota Indonesia

Perjalanan dimulai dengan target operasi adalah Kota Tua Jakarta. Saat berada di jalan Gunung Sahari, perepatan lampu merah, tiba-tiba mobil kami diberhentikan oleh Polisi. Kami merasa sangat aneh, sebab kami tidak merasa melakukan kesalahan apapun, mobil yang didepan kami saja tidak ditahan. Awalnya kami pikir ini hanya pemeriksaan biasa saja, sebab kebetulan plat mobil kami “D” (dari Bandung). Sesaat setelah memeriksa SIM dan STNK, Palti diajak keluar oleh Polisinya. Aku kemudian menyusul Palti dan kemudian Siti dan Nana juga menyusul. Pak Polisi tersebut menjelaskan bahwa kami melanggar aturan lalu lintas. Mobil kami saat lampu merah berada disebelah dekat jalur bus way dan apabila kami berada di jalur tersebut, kami tidak boleh mengambil jalan lurus, tetapi harus ke kanan. Pak Polisi tersebut sudah mengeluarkan surat tilang (slip biru) dan mengatakan SIM akan ditahan dan untuk mengambilnya bisa dipersidangan. Biaya persidangan dapat ditransfer melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kami merasa sangat tidak adil, sebab mobil di depan dan di belakang kami saat itu yang melakukan hal yang sama tidak ditilang.


“Apa karena plat kami D ?” kata Palti mencoba mencari kejelasan.
“TIdak, disini semua sama” Polisi itu menegaskan.

Beberapa saat setelah lampu hijau mobil dan motor dari lampu merah TKP (Tempat Kejadian Perkara) sudah mulai jalan dan menunjukkan perilaku yang sama dengan mobil kami tadi. Dari jalur sebelah jalur busyway mengambil jalan lurus. Sangat banyak bahkan hampir semuanya seperti itu. Lantas kami berlima bersama Mothy yang saat itu juga datang menyusul langsung bersahut sahutan kepada Pak Polisi,

“Pak, itu ditilang juga pak, itu jalan lurus dari kanan”, “Yang itu juga pak”, “Motor itu semuanya pak” .

Pak Polisi terlihat cukup bingung dengan perilaku kami, ditambah lagi saat itu saya cukup mengeluarkan suara yang agak nyaring (didengar oleh Pak Polisi saya berteriak)

“Pak, jangan cuman tilang kami saja dong pak, tilang yang lain juga kalau memang kesalahannya sama !!”

Seketika Pak Polisi langsung murka, dan mulai ngomel-ngomel (nampaknya ikut terbawa emosi), dan sangking emosinya Pak Polisi berkata

“Kan bisa bilang baik-baik, bilang saja orang jauh minta kebijaksanaannya, gitu kan beres!!”

“Iya pak, maksud kami mau bilang itu”

“Ya sudah, sana pergi” kata Pak Polisi dengan sedikit emosi, Pak Polisi nampak kesal berurusan dengan kami, dan tidak ingin memperpanjang urusan, akhirnya kami dilepas tanpa syarat dan nasehat.

“Terima Kasih Pak..”

Sesampainya dimobil, kami semua tertawa dan bersyukur karena tidak jadi ditilang. Sungguh awal perjalanan yang kurang mengenakkan. Hahahaha.

Beberapa ratus meter kedepan, kami melewati rel kereta api, didepan jalan cukup padat. Saat berada tepat diatas rel, seketika palang pintu rel kereta api diturunkan, menandakan akan ada kereta yang akan melintas beberapa saat lagi. Cukup panik namun bersyukur, sebab walaupun jalan padat, kami masih dapat melewati rel dengan selamat. Sungguh awal perjalan yang cukup menegangkan.

Sekitar pukul 13.15 kami pun sampai di Kota Tua. Lokasi ini cukup menarik dengan segala bagunan peninggalan sejarah yang nampak sangat tua, dan pasti sudah tidak berpenghuni. Bangunan bangunan disini merupakan peninggalan sejarah dan menjadi asset kota Jakarta. Disana terdapat museum Fatahilah. Lokasi disini sangat ramai dengan berbagai latar belakang orang yang mengunjunginya. Ada yang melakukan pemotretan pre-wedding, ada yang modeling, ada yang hanya berjalan-jalan sambil berpacaran, ada pula yang seperti kami yang mencari spot-spot yang bagus untuk mengambil gambar untuk kepentingan pribadi, pastinya disana juga terdapat berbagai orang yang mencoba mencari peruntungan dengan berjualan makanan, minuman atau bahkan menyewakan sepeda yang dapat dipakai berkeliling kota tua.


Di daerah kota tua ini, banyak sekali terdapat spot-spot menarik untuk mengambil gambar, tak heran disni banyak sekali orang yang membawa kamera, baik itu pocket maupun SLR camera untuk mengabadikan keunikan kota tua Jakarta. Kami saja sangat keasyikan mengambil gambar dengan background bangunan tua yang saat itu hampir semuanya sudah tidak dipakai lagi bahkan di segel. Beberapa masih ada yang digunakan untuk berjualan makanan maupun café dan restorant. Salah satunya dipakai sebagai museum, yang lebih dikenal dengan sebutan Museum Fatahilah. Cukup lama kami diluar dan akhirnya kami memutuskan untuk melihat lihat di dalam museum. Sekitar pukul 15.30 kami puas menjelajahi kota tua Jakarta, dan panggilan perut yang semakin lapar, meronta seakan seluruh cacing-cacing berdemo minta diberi makan, kami pun memutuskan untuk mencari makan di daerah sekitar Pasar Baru. Jujur sejak pagi saya hanya makan roti, tak heran bila perut ini sangat lapar sebab siangnya kami belum sempat makan siang.

Pilihan saat itu jatuh pada rumah makan Bakmi Gang Kelinci. Aku memesan Bakmi ayam jamur, berbeda sendiri dari teman-teman yang lain yang memesan gurame, ayam maupun sayur. Saya sudah tak mampu menahan lapar dan saya pikir dengan memesan Bakmi akan lebih cepat disajikan daripada bila memesan Gurame. Tepat sekali seperti yang saya prediksikan, bakmi saya datang lebih cepat daripada pesanan yang lain. Nikmat dan lezat sekali rasanya.

Setelah kenyang, sekitar pukul 17.30 kami pun meneruskan perjalanan menuju Ancol. Hari sudah gelap saat mobil kami parkirkan di tepi pantai. Mungkin sekitar pukul 18.30. Karcis masuk tiap orang Rp 12.000 dan Rp 12.000 juga untuk mobil. Saat itu Rito ngumpet dibelakang dan kami dihitung hanya bertujuh. Suasana malam di Ancol sangat ramai dengan orang. Mungkin salah satunya karena hari ini adalah malam minggu, maka pasangan muda-mudi yang berpacaran merupakan pemandangan yang biasa disini. Ada yang bergandengan tangan, ada pula yang mojok di kegelapan. Saat itu kami sedikit berekspresi ditepi pantai dan mengambil sedikit gambar. Dua kamera DSLR milik nenek dan palti dan sebuah tripod ikut mendukung kami berekspresi ditepi pantai. Sangking meyakinkannya penampilan Palti yang memegang DSLR bak photographer, seorang pria yang saat itu terlihat sedang menggandeng pacarnya menghampiri Palti saat kami berjalan dan berkata “Mas, mau foto”

Hahahaha….sungguh hari yang sangat variatif. Setelah insiden polisi dan rel kereta api, kini insiden tukang foto jalanan. Hari yang menyenangkan. Tidak begitu lama kami berada di pantai Ancol, sekitar dua jam kemudian kami pun bergerak meninggalkan Ancol dan menuju target berikutnya, Kemang Food Fest. Sekitar pukul 22.00 kami sampai di Kemang Food Fest. Spageti tek tek adalah target ku selanjutnya.


Puas mengisi perut, sekitar satu setengah jam kemudian kami kembali bergerak. Sedikit terperanjat saat membayar parkir mobil seharga Rp 10.000. sungguh layanan jasa sangat mahal di Jakarta ini. Sepanjang jalan kami bernyanyi dengan suara yang pastinya tak karuan, macet dan salah jalan pun selalu menemani kami.

Saat dijalan tiba-tiba saya menyebutkan target selanjutnya adalah Taman Lawang yang tersohor itu. Serentak setiap anggota koloni Kijang LSX menyetujui target tersebut, kecuali mungkin nenek yang saat itu sedang capek dan pusing. Terlebih Palti yang terlihat sangat antusias, apalagi kami semua sangat ingin melihat kegiatan di taman yang terkenal itu. Nana yang saat itu adalah nara sumber dan petunjuk jalan cukup tertekan sebab sang kekasih nampak kesal dengan target kami selanjutnya itu, mungkin lebih tepatnya kesal karena sang kekasih adalah nara sumber yang berarti pernah ke sana. Setelah lama berputar-putar karena salah jalan, kami pun disambut oleh para penghuni daerah kegelapan. Kalau kata Siti, mereka seharusnya berkata “Selamat datang di Taman Lawang, enjoy Taman Lawang” Dari ucapan selamat datang dan Taman Lawang ternyata cukup jauh, terlihat para wanita jadi-jadian sedang berda di tepi jalan, bahkan ada yang duduk ditengah perapatan. Mereka cuma memakai Bra dan rok pendek. Ditemani oleh lampu jalan yang menerangi, mereka nampak sangat jelas sedang mencari langganan. Suatu pemandangan yang cukup aneh sebab mereka sama sekali tidak bersembunyi atau nongkrong ditempat yang lebih gelap. Boleh dibilang mereka sangat percaya diri berada ditempat seterang itu sambil menunggu pembeli yang menawar. Cukup berbeda dengan ucapan selamat datang tadi yang memang merupakan daerah yang gelap dan remang-remang.

Terakhir kami menuju Taman Izamil Marzuki (TMI), memesan kopi dan berbincang. Tidak terlalu lama, kami pun beranjak pergi dan berakhirlah sudah perjalanan kami hari itu. Sudah lewat tengah malam, dan hari pun sudah berganti. Kami pun pulang, saya dan siti kembali ke kosan, dan kami semua berpamitan.

Suatu hari yang menyenangkan. Berjalan keliling kota Jakarta bersama teman-teman lama, seperjuangan saat kuliah dulu.

Kebun Binatang Ragunan

Hari minggu tanggal 26 April, untuk pertama kalinya saya mengunjungi Kebun Binatang Ragunan. Tempat ini merupakan target operasi para penghuni kota Jakarta saat hari libur tiba. Selain karena ongkos kesana relative murah. Naik busway pulang pergi (PP) hanya Rp 7.000, ongkos masuk ragunan untuk dewasa Rp 4.000 sebuah harga yang cukup bersahabat untuk seluruh lapisan masyarakat.

Kurang tau jam berapa tepatnya, namun saat itu hari sudah siang saat saya dan Siti bergerak menuju Kebun Binatang Ragunan. Suasana disana sangat ramai, banyak sekali keluarga yang berpiknik disekitaran kebun binatang. Banyak orang yang menawarkan penyewaan tikar, dan terlihat banyak juga penjual kelinci dan marmot di depan pintu masuk kebun binatang. Saya dan siti cukup kecewa saat kami sadar tidak terlalu banyak binatang yang dapat kami nikmati. Atau kami kurang ulet dalam mencari kandang hewan yang memang terletak saling berjauhan? Kijang, gajah, ular, komodo, beruang madu, orang utan, dan berbagai macam burung. Hari mendadak hujan membuat kami harus segera berteduh dan tidak sempat untuk melihat macan dan hewan lainnya. Kami memilih berteduh di dalam sebuah warung makan. Siti memesan mie goreng, dan aku memesan bakso. Rasa dan tampilannya cukup mengecewakan, apalagi saat membayar mie goreng asin dan mini seharga Rp 15.000 membuat semuanya sempurna, sempurna kecewa.


Masih sedikit gerimis saat kami memutuskan untuk kembali berjalan di sekitaran kebun, berjalan keluar sambil sedikit melihat lihat kandang hewan yang kebanyakan nampak kosong. Para penghuninya lebih memilih berteduh didalam liangnya dari pada keluar dan menyapa kami. Saat beristirahat, saya melihat tiga orang wanita paruh baya sedang mengikat karung putih yang sangat besar. Dapat dipastikan isinya adalah sampah, sampah para pengunjung ragunan yang sudah dipaket kedalam karung-karung tersebut. Satu persatu karung diikat, dan mereka mengangkat karung tersebut untuk dipindahkan entah kemana. Saat itu aku hanya ingin mengabadikan moment dimana mereka sedang bekerja layaknya pria dengan tenaga wanita paruh baya. Besar karung itu hampir sama, bahkan lebih besar dari badan mereka. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka saat melihatku sedang memotret mereka.


Tak lama setelah dua wanita pergi mengangkat karung putih itu, beberapa orang datang lagi, dan semuanya wanita. Apakah pekerjaan seperti ini di ragunan memang diperuntukkan kepada wanita? Entahlah, saat itu siti nampak sedikit bergegas untuk pulang, dan kami pun menyudahi perjalanan ini dan memutuskan untuk keluar. Tak disangka kami bertemu segerombolan burung pelikan yang tengah bermain di tengah danau yang memang diperuntukkan kepada mereka. Sungguh anggun, putih dan elok. Satu diantaranya bahkan tidak takut berada dekat dengan pengunjung, bahkan seperti mempersilahkan kami untuk memotretnya dari jarak dekat.


Perjalanan kami di Ragunan, ditutup dengan senyuman manis seekor pelikan. Selamat tinggal Ragunan, mungkin lain waktu saya akan mengunjungimu lagi dengan kamera yang lebih besar, lebih berat, dan lebih bagus tentunya. Hahahaha.