Minggu, 27 Desember 2009

Kepulauan Seribu "P.Pramuka-P.Kotok besar-P.Semak Daun-P.Sepa-P.Putri"

Cerita yang tertunda, sebuah perjalanan ke sebuah kepulauan yang cukup termasyur, Kepulauan Seribu

Terkumpul 14 orang yang hendak bergabung dengan tim rasa nano-nano,anyone can join, dimana saya yang menjadi EO-nya.

Perjalanan direncanakan pada tanggal 25-26 Juli 2009. H-1 keadaan tidak menentu. Saya belum berhasil mendapatkan penginapan di Pulau Pramuka tempat kami akan menginap. Semua penginapan penuh, sedikit panik memikirkan perjalanan yang terancam batal. Untunglah setelah meminta bantuan dari salah seorang peserta, Kobba, penginapan kami dapatkan dengan harga Rp 400.000/malam. Sedikit lebih mahal dari biasanya, namun karena sudah tidak ada pilihan, kami mengambilnya.
25 Juli 2009
Pemberangkatan TKI Ilegal

Sebelum pukul 07.00 kami sudah harus berada di Muara Angke, sebab kapal yang akan menyeberang ke P Pramuka hanya ada pada jam 07.00 dan jam 13.00 dengan tiket kapal seharga Rp 30.000/orang. Pemberangkatan dapat pula dilakukan dari Marina Ancol menggunakan kapal boat, namun tentu saja dengan harga yang lebih mahal. Karena urusan kerjaan, 3 orang teman(bang Anto, Opel dan Remond) terpaksa harus menyusul pemberangkatan pada siang hari. Saya, Nika, Siska, Rindu, Deborah, Sopyan, Wiwik, Ayu dan Putra berada di kapal yang sama saat menyeberang. Kobba ikut pada pemberangkatan kapal berikutnya sebab dia terlambat naik ke kapal kami. Apabila jumlah penumpang sangat banyak, maka bisa lebih dari satu kapal yang diberangkatkan menuju P.Pramuka, namun apabila penumpang sangat sedikit dan tidak memenuhi quota, maka harga naik kapal bisa lebih dari @Rp 30.000,- per orang, seperti yang dialami oleh 3 kawan yang menyusul pada siang hari, jam 13.00

Perjalanan ke P Pramuka ditempuh selama kurang lebih 2 jam. Suasana kapal sungguh seperti kapal pemberangkatan TKI ilegal, penuh berdesak-desakan. Entah apa jadinya bila kapal ini tenggelam, dapat dipastikan pelampung penyelamat tidak tersedia sebanyak jumlah penumpang saat itu.
Kapal berhenti di dermaga P. Untung Jawa untuk menurunkan penumpang ataupun mengangkut penumpang lagi selama beberapa menit. Sepanjang perjalanan terdapat banyak sekali pulau-pulau yang merupakan bagian dari kepulauan seribu. Sempat kami melihat seekor lumba-lumba yang berenang disamping kapal kami. Gerakannya sangat lincah, sehingga saat saya ingin mengambil gambarnya, ia keburu menghilang di lautan.

Pulau Pramuka

Pukul 09.15 kami tiba di Pulau Pramuka. Cottage kami sebenarnya adalah rumah tinggal dari penduduk yang ada di P Pramuka. Rata-rata penduduk disana menyewakan rumah mereka kepada para wisatawan yang datang ke P Pramuka. Harganya relatif murah, dari 300-400rb/malam dan dapat menampung sekitar 15 orang. Tak jauh jauh, ternyata di P Pramuka juga terdapat masakan padang. Sungguh tak menyangka, kami pun makan siang disana. hahaha. Sekitar pukul 09.30 kami ke tempat penyewaan snorkeling, Elang Eko Wisata. Harganya relatif terjangkau, cukup dengan 40.000, senorkeling set (google+snorkel, fin dan life jacket) sudah dapat kami sewa hingga 6 jam ke depan. Biaya pemandu snorkeling sebesar 60.000, saat itu masih banyak dari teman-teman yang belum pernah snorkeling, namun saat saya tanyakan apakah ingin mengambil pemandu, mereka semua dengan tegas mengatakan,
”Gk usah, sama Onie aja, kamu bisa kan?”
Huahahaha..tidak menyangka, mereka percaya padaku, mungkin ide untuk menjadi guide bisa saya pertimbangkan kedepannya.

Masalah lain pun muncul, yaitu perahu. Saat itu ternyata semua perahu sudah di booking oleh tamu lain. Pilihan tersisa adalah perahu motor yang cukup mahal, katanya sih perahu tersebut kecepatannya lebih bagus dibandingkan perahu motor yang lain. Untuk sampai ke P Kotok, harga dipatok sebesar 350rb, bila menggunakan perahu yang lain hanya 300rb. Sedangkan untuk ke P Sepa/P Putri, harga perahu 450rb, bila menggunakan perahu biasa harganya 350rb. Cukup jauh juga perbedaannya. Sang pemilik kapal dan kaptennya meng-claim bahwa perahu mereka bisa lebih cepat 30-60 menit dibandingkan perahu yang lain, sebab mesinnya lebih unggul. Karena tidak ada pilihan lain, kami pun sepakat untuk menyewa perahu tersebut. Pukul 11.30 kesepakatan terjadi, dan kami pun siap menuju P Kotok Besar.

Satu jam kemudian kami pun sampai di lokasi P Kotok. Terdapat 2 buah P Kotok, yaitu P Kotok Besar dan P Kotok Kecil. Pertama tama kami akan snorkeling di daerah P Kotok besar disebelah barat, lalu kami akan mengunjungi tempat konservasi Elang Bondol dan Elang Laut yang ada di P Kotok Besar. Karangnya cukup banyak dengan ikan yang cukup bervariasi, berwana warni dan sangat indah, bintang laut, bulu babi, dan ikan-ikan kecil yang riang gembira berenang di antara terumbu karang. Kapten kapal kami dan asistennya mengingatkan kami agar tidak menginjak terumbu karang yang ada, sebab dapat patah apabila kami injak. Cukup puas berenang bersama ikan selama 1 jam, sekitar pukul 14.00 kami bergerak ke dermaga P Kotok Besar. Terlihat sebuah perahu lain yang akan menuju spot untuk penyelaman. P Kotok juga merupakan daerah untuk menikmati dunia bawah laut yang cukup banyak dikunjungi orang.

Pulau Kotok Besar

Ketika masuk ke P Kotok, kami melihat beberapa kandang Elang disebelah kanan. Pos penjaga terletak tidak jauh dari kandang Elang. Satu hal yang saya sesali hingga sekarang adalah saya mengacuhkan papan peringatan yang tertulis ”Tamu wajib lapor terlebih dahulu”. Saat akan melapor saya melihat petugas sedang melayani tamu yang lain, sehingga saya mengurungkan niat untuk melapor ke pos jaga, ditambah lagi karena teman-teman sudah bergerak mencar menikmati suasana pulau yang saat itu memang sudah tidak berpenghuni selain para petugas konservasi elang yang ada. Terdapat beberapa cottage yang menghadap pantai yang sudah tidak terurus, nampak seperti desa yang ditinggalkan. Disana juga terdapat bangunan bekas restaurant. Mungkin sejak P Kotok dijadikan tempat konservasi Elang, cotage-cotage dan restaurant tersebut ditinggalkan untuk keperluan konservasi, atau malah sebaliknya? Karena sudah tidak mendatangkan profit yang bagus, P Kotok yang ditinggalkan investor akhirnya dijadikan tempat konservasi. Hal ini bukanlah masalah, yang penting elang-elang tersebut dapat segera lulus rehabilitasi dan dilepaskan untuk hidup dialam bebas.

Mengapa tadi saya katakan menyesal karena tidak melapor, adalah karena kita jadi tidak tahu apa yang boleh dan tidak boleh kami lakukan selama berada di daerah konservasi. Teman-teman saat itu sangat excited sekali bermain di tepi pantai, terutama Niko, Siska dan Deborah, tanpa sadar ada kandang elang laut yang sebenarnya tidak boleh terinteraksi dengan manusia. Tawa dan lengkingan teriakan dari teman-teman sebenarnya sangat mengganggu proses rehabilitasi elang tersebut. Saat itu saya tidak bersama mereka, karena lebih memilih berjalan-jalan ditengah pulau, saya tidak tahu menahu mengenai larangan tersebut sebab saat masuk pertama kali saya tidak melapor sehingga tidak terfikir untuk mengingatkan teman-teman agar tidak terlalu dekat dengan kandang. Teman-teman sempat dimarahi oleh petugas, saat itu saya tidak berada disana, dan setelah insiden itu, saya merasa malu sekali dan mencoba meminta penjelasan mengenai konservasi elang yang ada disana kepada petugas yang ada.

Saat pertama kali saya dekati petugas tersebut terlihat cukup emosi melihat kelakukan teman-teman saya ditepi pantai. Nada suaranya terlihat cukup meninggi namun terlihat dicoba untuk ditahan. Wajar saja sang petugas marah, elang-elang yang ada di P Kotok sebagian besar berasal dari pemilik yang dahulu memelihara elang di rumah mereka. Sebagian elang malah tidak dapat terbang sebab sayapnya sudah dipatahkan oleh pemilik mereka, sebagian lagi bulu sayapnya sudah dipotong, sehingga elang tersebut tidak dapat terbang normal. Elang-elang tersebut akhirnya dinyatakan tidak dapat dilepas di alam liar. Elang-elang inilah yang kami lihat pertama kali saat masuk ke P Kotok yang berada di dalam kandang. Elang-elang yang masih mampu terbang bebas yang akan masuk dalam program rehabilitasi yang kelak setelah dinyatakan lulus mereka akan dilepaskan ke alam bebas yang merupakan habitat aslinya.

Kandang elang laut berada di tepi pantai, sebelum tiba di P Kotok, elang-elang tersebut memiliki interaksi yang sangat dekat dengan manusia sebab menjadi hewan peliharaan. Apabila mereka langsung dilepas di alam liar, mereka tidak akan mampu bertahan sebab insting elang mereka dikhawatirkan sudah menurun selama menjadi hewan peliharaan. Di tempat rehabilitasi inilah mereka kembali dituntun untuk dibekali kembali bagaimana menjadi hewan liar, bukan hewan peliharaan. Harus mampu terbang tinggi, mencari makan dan hidup di habitatnya tanpa harus merasa kesulitan. Untuk itulah mengapa elang-elang yang sedang direhabilitasi tidak boleh mendapat interaksi dari manusia. Program rehabilitasi bisa berlangsung selama 3 bulan atau lebih. Bisa dibayangkan apabila elang sudah menjalani program selama itu, dan tiba-tiba datang tamu yang tidak mengetahui hal ini, bermain dan tertawa di dekat kandang, menimbulkan interaksi dengan elang, maka rehabilitasi bisa di ulang lagi dari awal. Hal inilah yang seharusnya kami ketahui sebelum masuk ke area P Kotok besar dan menjadi kelalaian kami. Maafkan kami ya pak Petugas, jadi untuk teman-teman yang akan ke P Kotok Besar, kudu melapor kepada petugas ya, agar dapat diberi arahan selama berada di P Kotok Besar dan tidak mengganggu proses rehabilitasi elang.

Karang Balik Layar
Satu jam lamanya kami bersantai di P Kotok besar, sekitar pukul 15.00 kami kembali naik perahu menuju Karang Balik Layar untuk kembali bersnorkeling. Disana terdapat sebuah gundukan pasir putih, nampak seperti pulau yang perlahan-lahan tenggelam. Kami bersnorleling menuju gundukan pasir putih yang saat itu dihinggapi ratusan burung pantai, kami harus berenang perlahan sebab terdapat banyak sekali bulu babi disepanjang perjalanan. Seketika kami sampai digunduikan tersebut, burung-burung tersebut terbang seakan merasa terusik dengan kedatangan kami.

Aah andai kami dapat membawa kamera ke sana, sebab disana merupakan spot yang sangat bagus. Berada di gundukan pasir putih ditemani oleh cahaya matahari yang saat itu hampir meredup. Saat itu kami dilarang oleh kapten agar tidak berenang ke area yang lebih jauh dari kapal, sebab merupakan habitat dari ikan pari. Masih ingat kan bagaimana Steve Irwin, sang manusia buaya yang meninggal karena terkena racun ikan pari, hal tersebut cukup membuatku berhati-hati. Rindu bahkan sempat melihat ikan pari berenang disekitar daerah yang dikatakan oleh si Kapten. Tak terasa matahari sebentar lagi akan tenggelam, kami pun memutuskan untuk menikmati sunset di P Semak Daun.

P Semak Daun

Sekitar pukul 17.00 kami tiba di P Semak daun. Pulau ini tidak begitu istimewa, namun cukup menghibur. Disana terdapat beberapa rumah tinggal, sebuah sumur dan warung kopi. P Semak daun ini cukup kecil sehingga kami dapat berjalan menyisiri pantainya satu kali putaran. Disana juga terdapat se ekor kucing yang nampaknya sangat senang bermain-main di dekat kami.

Pukul 17.45 kami pun bergegas pulang menuju P Pramuka. Perjalanan selanjutnya masih akan panjang, sebab kami sudah meminta kapten kapal kami untuk bersiap ke P Sepa pada Pukul 06.00 esok hari. Seakan tidak ingin menyia-nyiakan waktu liburan di sini, malamnya pukul 20.00 setelah mandi, kami bergerak menggunakan perahu ke Rumah makan apung, Nusa Resto untuk menikmati hidangan laut. Berikut adalah sebagian daftar menu yang ada.

Badan lelah, perut kenyang, sangat pas untuk diteruskan dengan tidur. Hujan deras sempat mengguyur kami saat makan disana, untung saja saat snorkeling hujan tidak turun, bila ya maka bisa bisa kami berenang sendiri tanpa ditemani ikan-ikan yang lucu warna-warni. Hujan ternyata awet dan terus berlanjut hingga esok pagi.

26 Juli 2009
Terasa cukup kelelahan dengan aktivitas kemarin, ditambah lagi dengan cuaca yang kurang mendukung, rintik-rintik hujan setia menemani pagi hari kami. Saat itu Ayu dan Putra memutuskan untuk pulang deluan dan tidak ikut ke P Sepa pagi ini. Semoga tidak menyesal ya. Pukul 6.30 kapal kembali mengantarkan kami ke tujuan berikutnya yaitu P Sepa, konon katanya P Sepa ini sangat indah dengan spot snorkeling dan diving yang sangat terkenal. Saat itu hanya Kobba, Anto dan Opel yang berniat snorkeling disana, sedangkan saya dan yang lainsudah tidak begitu tertarik. Dari informasi yang saya baca, di P Sepa terdapat spot-spot lain yang tidak kalah menarik dari snorkeling. Tempat penangkaran penyu, kebun binatang mini dan lain-lain.

Pulau Sepa
Kapten kapal kami memberitahu bahwa entri fee di sana sebesar 25.000, sungguh pulau yang komersil pikirku. Namun tak mengapalah, namanya juga untuk biaya pemeliharaan. Perjalanan berlangsung sekitar 1.5 jam. Pukul 08.00 kami tiba di P Sepa. Dari kejauhan pulau ini memang tampak sangat apik, dikelola baik oleh pemiliknya yang sangat besar kemungkinannya adalah pemilik tunggal. Terdapat beberapa kapal boat yang biasanya menjemput tamu dari Marina Ancol langsung menuju P Sepa.

Saya sampai tidak dapat berkata apa-apa saat petugas P Sepa menyatakan bahwa entri fee tiap orang adalah 50.000. Harga yang sungguh tidak masuk akal, meskipun kami hanya sampai jam 11.00 harga tetap tidak mau di turunkan. Saat kutanyakan pada teman-teman semua merasa keberatan, kapten kapal kami memberikan pilihan bila hendak ke P Puteri, yang tidak jauh dari P Sepa, entri fee nya 20.000/orang. Petugas P Sepa akhirnya memberikan keringanan biaya menjadi 30.000 untuk tiket masuk, namun semua terlanjur kecewa dan memutuskan untuk ke P Puteri saja. Sebenarnya harga ini bukanlah jatah preman atau harga yang sengaja diberikan oleh petugas, sebab semua itu jelas tertulis di peraturan yang ada, dan kami akan diberikan tiket masuk bila jadi bermain disana. Tetap harga yang terlalu mahal bila hanya untuk bermain-main di pantai selama kurang dari 6 jam.

P Puteri, here we come

Tidak kalah indah dari P Sepa, ongkos masuk juga lebih wajar, 20.000. Harga tersebut sudah termasuk bila kita ingin menikmati semua fasilitas umum yang ada di P Puteri. Di bagian depan kami sempat masuk dan menikmati aquarium bawah laut, yang seperti sea world mini.

Disepanjang pinggiran pantai terdapat cottage-cottage mewah yang menghadap langsung ke pantai. Kami sempat mengitari satu putaran P Puteri, yang ternyata tidak begitu besar. Diperjalanan kami melihat kolam renang yang sangat menggoda untuk kami gunakan. Kolam renang ini juga dapat kami gunakan secara gratis. Berhubung tidak membawa pakaian ganti dan hanya memakai celana jeans, saya mengurungkan diri tidak jadi nyebur. Disana juga terdapat lapangan tenis yang tentu saja dapat kami pakai juga bila membawa raket. Ditengah perjalanan kami sempat bertemu kadal yang cukup besar. Panjangnya mungkin satu meter lebih. Kadal tersebut berjalan sangat santai melintasi jalan di depan kami. Mungkin dia sempat berkata begini kepada kami,
”Selamat datang, anggap seperti rumah sendiri”
Hahahaha...kadal tersebut nampak sudah sangat akrab dengan manusia.



P Puteri memang sangat indah seperti yang dibicarakan orang-orang. Indah sebab pulau ini dikelola dengan baik dengan fasilitas yang memadai. Sangat cocok untuk bulan madu. Namun sepertinya tidak mungkin bila kita ingin mendirikan tenda di tepi pantai, sebab sepanjang pantai dipenuhi oleh cottage yang mengelilingi pulau. Kami juga sempat merasakan masakan di restaurant yang ada disana. Cukup lah, Cukup enak dan cukup mahal, standar dengan harga restaurant yang ada di Jakarta. Pukul 11.20 kami beranjak untuk kembali ke P Pramuka dan bergegas untuk naik kapal terakhir pukul 13.00. Waktu nya cukup mepet, saat tiba di P Pramuka, waktu sudah menunjukkan pukul 12.30. Semua bergegas packing dan menyelesaikan segala urusan pembayaran. Sedikit ada insiden, sebab saat dikejar waktu ternyata kunci rumah hilang, kami terpaksa mencari-cari terlebih dahulu sampai akhirnya kami meminta kunci cadangan kepada pemilik rumah. Untungnya ada.

Pukul 13,00 kami sudah stand by di kapal. Selamat tinggal P Pramuka, Kepulauan Seribu yang sungguh menawan. Keindahan alam Indonesia yang tiada habisnya.

Total pengeluaran sekitar Rp 300.000,- (include makan)
Rincian biaya
Busway : Kuningan – St Kota : 2000
Charter angkot (11 org) : St Kota – M Angke : 60.000
M Angke – P Pramuka : @ 60.000 (PP)
Kapal hari 1 (Kotok, Karang balik layar, Semak daun) : 350.000
Snorkeling set (snorkel, fin, life jacket) : @ 40.000
Rumah (14 orang) : 400.000
Kapal hari 2 (P Sepa-P Putri) : 450.000

Selasa, 22 Desember 2009

Rush in Tegal-Semarang-Jogja-Magelang-Jakarta

Just a little share about a rush trip that I’ve done few weeks ago.

Trip dipilih ke Jogja, sebuah pilihan yang aneh kalo menurutku. Mengapa?
1. Sebelumnya saya sudah sering ke Jogja.
2. Masih banyak tempat lain selain Jogja yang bisa menjadi alternatif
3. Terlalu direncanakan sejak jauh hari.
Alasan terbesar saya ikut ke Jogja adalah karena kota ini memang menawan, terlebih saya ingin bertemu dengan kawan-kawan lama yang berada di Jogja. Hasilnya??tak satupun saya sempat bertemu dengan kawan-kawan saya karena insiden bodoh yang mengakibatkan HP ku lowbat saat ingin memberi tahu kedatangan saya kepada mereka dan nomer mereka tak satupun ada di SIM cardku.Benar-benar tolol. Namun inilah Jogja penuh dengan nostalgia saat masih kuliah, saat masih menggunakan kereta ekonomi, KA Kahuripan, berangkat dari st Kiara Condong jam 20.00 – 07.00 tiba di St lempuyangan, hanya dengan Rp 26.000 saja. Setiap kali tiba di St Lempuyangan kalimat pertama yang saya ucapkan selalu ”Aahh..sudah Jogja saja..” (tentunya sambil tersenyum) Beberapa saat kemudian, kawan-kawan akan menjemput kami di stasiun dan membawa kami masuk ke dalam kota Jogja yang selalu menerima kami dengan hangat.

Sangat berbeda dengan trip kali ini. Perjalanan bisa dibilang ”RUSH” namun tetap memberikan cerita tersendiri di sudut ruang kota yang kami kunjungi hingga kami mencapai Jogja. Trip kali ini beranggotakan 14 orang yang berasal dari asal usul yang campur aduk. Enam orang diantara mereka belum pernah bertemu denganku sekalipun. Sulu, yang konon adalah seseorang yang sangat terkenal, Terry yang khusus datang dari Medan untuk trip ini (terharu), Iyenk dan Kisko dari Bandung, Ariel dari lampung dan Irwan yang ternyata masih tetangga dengan kosanku di Setia Budi. Nice to meet you guys.

Team Bandung (Palti, Siti, Kisko, Iyenk) dari jam 19.30, karena macet yang menggila, mereka baru sampai di kosanku pukul 24.00. Hari sudah berganti dan Rush ini sudah di mulai dari saat itu.

27 November 2009
14 orang berangkat dari Jakarta dengan sedikit insiden tertinggalnya 2 orang anggota di Menteng (Iyenk dan Kisko). Sungguh perjalanan yang dimulai dari satu insiden namun terkesan menggelikan. Perjalanan sesungguhnya dimulai jam 03.00 subuh. Sekitar pukul 10.00 kami mengisi perut di sebuah resto yang cukup besar. Jika dilihat dari luar, tempatnya meyakinkan, parkiran yang luas dengan lokasi dipinggir pantai.


Tertipu
Ternyata restoran ini adalah sebuah tempat yang sangat tidak worthed. Lama, mahal, nasi keras dan tidak enak.Nama restonya sebut saja Samula mula resto. Nama resto nya saya samarkan agar samula mula resto tidak bangkrut kehilangan pengunjung. Cukup lama kami disini, bukan karena kami ingin berlama-lama, namun karena kami lama menunggu makanan pesanan kami. Lama dan tidak enak membuahkan kecewa.

Selepas dari sana, mobil kami berhenti disebuah warung buah pinggir jalan. Kami membeli mangga Cianjur 1 Kg yang pada akhirnya mangga ini cuman termakan 2 buah, sisa yang lain tidak ketahuan nasibnya. Besar kemungkinan si mangga tertinggal di homestay saat check out. Malang benar nasib si mangga, semoga mas Anang menemukannya dan memakannya sampai habis. Mas Anang adalah suami dari artis ibu kota, yang tidak dapat membedakan antara Papa dan Bravo. Baca kisah perjalanan ini maka kalian akan tau maksud dari Papa dan Bravo.

Man of our car
Palti dan Agha adalah ”supir” dari mobil kami, mereka kami service dengan pijetan dan asupan makanan yang cukup selama perjalanan, berharap mereka tidak terserang kantuk. Di dalam mobil selain supir, kami juga punya ”The twin” yang selalu tidur sepanjang perjalanan. Kapanpun dan dimanapun, mau ada hujan badai dan gempa, the twin (Dina dan Siti) tetap terlelap di jok belakang mobil, menjaga barang-barang kami yang tertumpuk di belakang. Jok tengah di isi oleh 3 dara imoet (Susi, Chacha, Onie) yang tak boleh diam. Tugas kami yang berada di jok tengah adalah menemani sopir ngobrol dan memijat pundak sopir. Salah satu hal yang memprihatinkan terhadap mobil ini, adalah kami tidak dapat melaju lebih dari 60km/jam saat menggunakan AC. Mobil kami jalannya seperti keong. Kami selalu tertinggal jauh dibelakang mobil 800 (Plat mobil yang satu adalah D 800). Namun mobil 800 tidak dapat mengacuhkan kami, sebab EO ada di mobil ini, which is Palti dan Chacha yang telah memesan penginapan di Jogja.

Tegal dan Pekalongan
Mampir di tegal dan membeli tahu aci, lumayan merasakan jajan khas dari tegal.

Mampir di Pekalongan membeli batik. Kita tak kan mungkin bisa seperti ini apabila kami menggunakan jasa angkutan umun, kereta ataupun bis.Tak terasa hari kian sore dan beranjak malam. Suasana dalam mobil sudah mulai tak kondusif, sekitar pukul 20.30 kami akhirnya berhenti dan beristirahat untuk makan di Lombok Ijo, setelah hampir 30 menit kami habiskan untuk berputar putar mencari nasi gudeg rekomendasi dari 2 alumnus Undip (Irwan dan Ariel) yang tak dapat kami temukan juga.

Makanannya maknyus, entah karena memang enak atau karena kami sudah sangat lapar jadi apapun yang kami makan menjadi sangat enak, next time maybe we should try nasi gudeg rekomendasi itu. Setelah puas kami menjadi model di daerah sebuah gereja yang konon katanya (Ade) adalah simbol kota Semarang, kami kembali masuk kapsul Avansa dan memulai perjalanan panjang menuju kota Jogja.




Kota yang ditunggu
Sampai juga kami di Jogja setelah pergulatan dan pertarungan yang sengit antara capek dan ngantuk. Sungguh malam itu terasa sangat lelah sekali, kebetulan saat itu saya lagi menggantikan posisi dina sebagai The Twin, ternyata memang nyaman tidur di jok paling belakang. Mungkin karena sudah kelelahan juga, akhirnya saya tidur dan saat membuka mata, kota Jogja telah menyambut. Tugas kami selanjutnya adalah mencari alamat penginapan kami yang ternyata edan berliku. Penginapannya murah, hanya Rp 35.000/kamar satu malam. Sebenarnya adalah sebuah kos kosan yang kadang di sewakan sebagai homestay juga. Saat itu kami berjuang cukup keras untuk mendapatkan alamat ini, disana tertulis Kompleks Bring bring (seperti biasa, bukan nama sebenarnya) Blok P-1. Kompleks Bring bring berhasil kami temukan, kami mulai mencari blok P-1 yang ternyata setelah berputar-putar kompleks tidak kami temukan. Blok nya saja cuman sampai K kalau tak salah. Kami pun menelpon mas Anang, penjaga homestay, yang sedang menunggu kedatangan kami.
”Mas Anang, kami sudah di Kompleks Bring bring, ini Blok P-1 atau B-1?” Chacha mencoba mencari kebenaran dari keraguan ini.
”Haa??apa??” mas Anang terdengar bingung.
”Papa atau Bravo mas?” sahut Chaca
“Iya papa” mas Anang menegaskan
“P-1 ya mas? Bukan B-1?dari tadi kami dah muter-muter, tapi gk ada yang mpe P-1, adanya B-1 mas” Chacha kembali ingin menegaskan
Dengan santainya mas Anang menjawab
”Iya di B-1” (gubrak deh, langsung emosi seluruh penghuni kapsul Avansa D808)
Asal tau saja, nomer B-1 sudah 3 kali kami lewati saat mencari nomer P-1.

Good newsnya, kami sudah bisa istirahat meskipun hari sudah berganti, dini hari.

28 November 2009
Agenda hari ini adalah mengunjungi pantai, Pantai Sundak, Kukup dan Baron. Pantai nya biasa saja, harinya biasa saja, namun yang luar biasa karena bersama 3 dara imoet. Hahaha.


Di pantai baron terdapat pasar ikan, disana nampak juga banyak sekali perahu nelayan dan beberapa nelayan yang sedang membuat jala di pinggir pantai. Menu makan siang hari ini adalah seafood.

Jam sudah menujukkan pukul 14.00 raut wajah Agha nampak sedikit panik. Agha harus mengejar pesawat jam 16.00. Mobil D808 dan D800 berpisah disini, kami dengan mobil D808 mengantarkan Agha ke Bandara, sedangkan mobil D800 menuju pasar Bringharjo. Agha yang menyetir kali ini, dia terlihat sangat beringas, ngebut dan terkesan panik. Aku, Chacha dan Susy tak peduli, kami asik bercerita dan bergosip, the twin sudah terlelap, sedangkan Palti terlihat hanya diam. Setiap kali kami berhenti berbicara, Agha lantas berkata ”Jangan diam, ayo cerita lagi” Entah apa maksud si Agha ini, kami tak boleh berhenti berbicara, maka kami lanjut lagi bercerita dan bergosip sepanjang jalan. Untungnya kami dapat sampai di bandara dengan selamat dan Agha masih bisa check in. Posisi Agha untuk esok hari digantikan oleh kawan lama, Moe. Meskipun belum pernah nyetir jarak jauh, namun Moe memiliki tingkat ke-PD an yang sangat bagus untuk meng-upgrade skill yang dimilikinya. Great man, nice friend, Moe gitu lho. (dipuji biar besok-besok mau nyetir lagi :D)

Shoping time, Alun-alun selatan and Kopi Joss
Malam ini, kami mengunjungi toko Bintang Dagadu. Kami membeli cukup banyak disana, buat oleh-oleh orang rumah. Kami juga mengunjungi toko Mirota Batik. Lelah berbelanja, kami lanjutkan menuju alun-alun selatan. Disana sangat ramai dengan para pengunjung dan para penjual. Disana terdapat dua buah beringin yang tumbuh berdampingan. Menurut cerita yang berkembang, barang siapa yang dapat berjalan dari jarak yang telah ditentukan dan dapat melewati (ditengah) kedua beringin tersebut dengan mata tertutup, maka orang tersebut dapat meminta satu permohonan yang akan dikabulkan. Banyak yang mencoba, banyak yang gagal. Ada yang sudah hampir berhasil, namun beberapa langkah terakhir malah belok ke kiri. Ada juga yang berjalan dan kembali ke awal ia mulai. Sedangkan saya sendiri? Hampir menendang barang dagangan salah satu penjual disana.

Terdapat banyak sekali tempat penyewaan becak mini dan sepeda tandem disini. Harga penyewaan untuk sepeda tandem 2 adalah Rp 5000 untuk dua kali putaran alun-alun selatan. Sepeda tandem 3 Rp 10.000,- selama 15 menit. Saya dan Ariel sempat membuat gaduh sebab kami ngebut dan membuat pemilik sepeda marah karena kami sudah berputar lebih dari 2X. Maafkan kami ya pak, padalah saya mau nambah uang sewanya, namun karena bapak sudah terlanjur sakit hati, dan meninggalkan kami tanpa sempat berkata-kata.

Rute selanjutnya menuju angkringan Kopi Joss yang terletak di dekat stasiun tugu. Untuk para penikmat kopi, harus mencoba kopi ini. Kopi hitam biasa, namun sebagai pelengkap cita rasa, ditambahakan sebongkah arang yang panas membara di dalamnya. Saat arang masuk ke kopi terdengar berbunyi ”Josss....” Inilah mengapa dinamakan Kopi Joss. Konon katanya, Arang yang dipanaskan pada suhu diatas 250° Celcius akan menjadi karbon aktif yang berguna mengikat polutan dan racun. Konon karbon teraktivasi ini berguna untuk mengurangi ampas kopi, memperbaiki aroma, dan mengikat racun.

29 November 2009
Terry dan beberapa kawan yang lain belum pernah mengunjungi Borobudur, maka kami ke Borobudur dulu sebelum bergerak pulang ke Bandung melalui jalur Pantura. Siti, Moe, Palti dan saya tidak ikut masuk ke Borobudur dan lebih memilih menikmati segelas teh panas diwarung. Pukul 12.00 kami bergerak dari Borobudur menuju Bandung.

Hari ini bukan hari yang kami harapkan sebelumnya. Jalur pantura macet menggila.

30 November 2009
Terry ketinggalan pesawat jam 06.00. Pukul 11.00 kami sampai di bandara Sukarno Hatta, mengantarkan Terry ke Medan dan Irwan yang hendak ke Padang pukul 10.00. Sangat beruntung kawan satu ini, sebab Irwan masih boleh check in dikarenakan pesawatnya delay, sedangkan Terry terpaksa membeli tiket baru. Maka jadilah hari ini kami semua mangkir, korban jalur pantura.

Nice trip, but we better take jalur selatan for the next

Biaya perjalanan Jogja trip 26-30 November 2009 sekitar @Rp 350.000,-
Berikut beberapa rincian yang sempat tercatat :
Penginapan Rp 35.000/malam per kamar
Sewa sepeda tandem 2 Rp 5000,- per 2X putaran alun alun selatan
Sewa sepeda tandem 3 Rp 10.000,- per 15 menit
Sewa penutup mata beringin kembar Rp 3000,- untuk sepuasnya