Selasa, 15 Maret 2011

Siapa sahabat Jakarta?

Apa yang ada dalam pikiran Anda saat mendeskripsikan Jakarta, Ibu Kota Negara Republik Indonesia, dalam satu kata?

Tidak bisa dipungkiri bahwa selain sebagai ibu kota Negara, Jakarta merupakan pusat bisnis dan perkembangan ekonomi di Indonesia. Itulah mengapa masyarakat Indonesia dari seluruh penjuru tanah air berbondong-bondong datang ke Jakarta. Mencari kerja, melihat peluang bisnis dan kemudian menetap di sana. Orang-orang yang mencari peruntungan di Jakarta sangat beragam dari strata sosial yang majemuk. Yang miskin dan yang kaya sama-sama menjadikan Jakarta sebagai kota yang dapat menyediakan harapan untuk masa depan mereka.

Tak heran, kota dengan jumlah penduduk mencapai 8 juta jiwa ini pun menjadi penuh sesak dengan berbagai macam suku, gedung tinggi hingga perkampungan kumuh, mobil, motor, maupun truk. Macet pun menjadi makanan sehari-hari masyarakat yang bekerja di Jakarta. Bekerja di Jakarta belum tentu tinggal di Jakarta. Itulah sebabnya jumlah masyarakat Jakarta di siang hari lebih banyak daripada malam hari. Penambahan tersebut berasal dari masyarakat yang tinggal di Depok, Bekasi maupun Tangerang namun bekerja di Jakarta pada siang hari.

Selain melatih tingkat kesabaran, macet di Jakarta juga bisa membuat urat syaraf menjadi tegang. Bagaimana tidak, dikala waktu sangat berharga, macet menjadi kendala. Sesama pengguna jalan dapat saling perang urat syaraf karena sama-sama mengejar waktu di tengah kemacetan. Omelan, makian hingga serempet dan tabrakan yang menyebabkan kematian adalah hal yang mendampingi dampak kemacetan tersebut.

TransJakarta untuk Menghindari Macet, katanya.

TransJakarta atau yang umum disebut Busway menjadi solusi yang ditawarkan oleh Pemerintah Kota Jakarta. Dengan adanya Bus TransJakarta, diharapkan pemakaian kendaraan pribadi dikurangi. Masyarakat menyimpan mobilnya di rumah dan menggunakan bus yang berbahan bakar gas ini ke kantor. Selain murah, hanya Rp. 3500,- untuk seluruh rute, Bus Trans Jakarta juga full AC. Murah, nyaman dan bebas macet adalah tawaran solusi yang sangat menggiurkan. Tawaran ini seakan memberikan angin surga untuk pemberantasan macet di Jakarta.

Adalah tahun 2004, pertama kali busway di operasikan di Jakarta. Sistem transportasi ini dimodelkan berdasarkan sistem TransMilenio di Bogota, Kolombia. Meskipun begitu TransJakarta memiliki jalur terpanjang dan terbanyak di dunia. Sudah 10 buah koridor resmi dibuka sejak 6 tahun lalu. Dua buah koridor baru, 9 dan 10, menjadi pemain baru di tahun baru 2011. Namun semua ini masih belum dapat mengatasi kemacetan di Jakarta.

Macet di jalan atau di antrian?

Bila menggunakan jalur biasa, mobil atau motor akan terkena macet di jalan, tetapi bila menggunakan busway akan terkena macet sebelum naik bus dan macet saat di dalam bus. Tidak tanggung-tanggung keduanya memiliki lama waktu macet yang fantastis, bisa berjam-jam. Antrian panjang dan lama ada di halte transit bus seperti di harmoni, dukuh atas dll. Sedangkan pada halte-halte lain, meskipun antrian tidak panjang namun saat bus datang penumpang tidak dapat naik karena bus sudah sangat penuh. Bahkan pintu bus sulit dibuka ataupun ditutup. Lantas kemana angin surga yang dulu ditawarkan itu? Dengan bus yang sangat penuh seperti itu, unsur kenyamanan sudah hilang. Untuk bernafas, berdiri dan berpengangan saja sudah sulit. Bagaimana dengan standar keamanan sebuah bus? Berapa jumlah maksimum angkutan sebuah bus TransJakarta? Entahlah, Pemerintah kota seakan mengabaikan hal-hal penting seperti sebuah hal kecil.

Mampang
Beberapa waktu lalu, seorang anak kelas 4 SD tertabrak oleh bus Trans Jakarta di jalur busway daerah Mampang. Kejadian ini menambah serangkaian duka yang menyelimuti alat transportasi ini. Mampang adalah salah satu kawasan di Jakarta Selatan yang sangat macet. Terdiri dari dua ruas jalan untuk dua arah dan dilengkapi oleh jalur bus way di tengah. Banyaknya kendaraan pribadi maupun umum yang melewati jalan ini membuatnya selalu macet sepanjang hari. Lantas, mengapa seorang anak kecil dapat menyeberang jalan di lintasan busway?

Solusi-solusi Mandek
Jumlah mobil dan motor selalu bertambah, tidak sejalan dengan konsep busway untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Jumlah armada busway juga tidak berbanding lurus dengan jumlah pengguna yang kian hari kian bertambah. Lantas solusi apakah yang harus dimiliki Jakarta untuk memberantas macet?

Batasi pengeluaran mobil baru, menaikkan pajak mobil, atau pelarangan menggunakan bbm bersubsidi adalah solusi-solusi yang muncul ke permukaan. Namun apakah solusi ini didukung oleh sistem dan pelaku yang taat? Sebab seberapa pun banyaknya solusi itu tidak pernah bisa mengatasi macet di Jakarta. Lihat saja tiang-tiang mono rel yang dulu dibangun oleh Sutiyoso sewaktu masih menjabat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Proyek yang juga dijadikan alasan untuk memberantas macet di Jakarta itu hingga kini hanya dibiarkan menjadi pajangan ditengah jalan. Terbengkalai tidak terurus, dan hanya menjadi perusak estetika jalan raya. Tanya kenapa?