Selasa, 10 September 2013

Sepenggal cerita dari sudut kota Jakarta

Seperti biasa setelah turun dari bus trans Jakarta saya berjalan kaki menuju kosan. Hari ini terlihat cukup suram untukku sebab sudah satu minggu asma yang sedang kambuh tambah banyak tingkah. Saya berjalan menyusuri trotoar dari halte dukuh atas 1 menuju setiabudi daerah kosan saya. Tiba-tiba seseorang menegur saya dari atas motor yang sedang melaju lambat di pinggir jalan,

"Naik ojek saja dek.."

Saya melihat seorang bapak, dan tidak tertarik untuk menjawab tawaran tersebut. Saya hanya memberi kerutan di dahi dengan tatapan mata tajam ke arah bapak itu. Jelas saat itu saya tidak tahu apa yang sedang terjadi. Saya memberikan tatapan terjutek yang saya miliki yang biasanya manjur mengusir orang yang tidak ingin saya ajak ngobrol. Tapi bapak tersebut tidak gentar,

"Naik ojek saja dek, saya sekalian pulang, dari pada kosong. Berapa saja dek gpp"

Saya masih tidak mengerti dengan pembicaraan yang berusaha dibangun oleh bapak ini. Jelas dia ingin menawarkan jasa ojek, namun saya masih tidak mengerti mengapa ada orang yang menawarkan jasa ojek sperti ini. Karena saya penasaran maka saya pun akhirnya berkata pada bapak itu,

"Setiabudi ya pak, 5ribu"

"Berapa?"

"5 ribu" 

Harapannya sih si bapak segera mundur, mana ada ojek di Jakarta mau dibayar 5 ribu. Tapi diluar dugaan jawaban bapak itu,

"Ayo dek"

Saat itu saya masih belum mengerti betul apa yang saya lakukan ini. Sedikit saya berpikir apakah ini modus penipuan, perampokan atau penculikan baru? Namun menurut hasil kalkulasi saya beberapa detik sebelum naik ojek, bapak tersebut tidak akan mungkin punya kesempatan untuk menipu, merampok atau menculik, maka saya pun naik ke boncengan ojek bapak itu.

Ternyata bapak tersebut kerja di Menara Duta dan tinggal di Pasar Minggu. Setiap hari sepulang kantor dalam perjalanan pulang bapak itu menawarkan jasa ojek kepada para pejalan kaki secara random dengan tarif suka rela. Bapak tersebut menceritakan bahwa daripada dia pulang kosong, lebih baik dia menawarkan jasa ojek yang mana setiap hari dia bisa mengumpulkan sekitar 50 ribu. Sungguh takjub dengan usaha bapak tersebut, sangat efisien dan efektif dalam memanfaatkan waktu dan fasilitas yang dimilikinya.

Setelah mengantarkan saya di depan kosan, saya pun memberikan bayaran 5 ribu sesuai dengan kesepakatan awal. Saya memprediksi bahwa bapak tersebut akan muram saat saya benar hanya memberikan 5 ribu kepadanya. Bapak itu berkata sambil tersenyum sebelum menerima uang saya,

"Terima kasih dek, Tuhan memberkati"

Saya yang saat itu hanya memberikan uang tanpa tersenyum hanya dapat membalas bapak itu dengan berkata,

"sama-sama pak"

Seketika saya merasa malu sudah banyak berprasangka buruk kepada bapak yang baik hati itu. Kota Jakarta tidak melulu dipenuhi penipu, dan berbagai orang malas yang tidak puas dengan keadaan yang dimilikinya. Bapak itu menerima uang suka rela saya dengan penuh syukur dan terlihat sangat senang. Mungkin bapak itu menganggap saya sudah membantunya memberikan penghasilan tambahan untuknya hari ini, namun sebenarnya bapak tersebutlah yang telah menolong saya sangat banyak. Bapak itu seperti wujud perpanjangan tangan Tuhan yang ingin menolongku mengantarkanku ke kosan yang saat itu sedang over exhausted tapi keras kepala tetap ingin jalan kaki ke kosan. Bapak itu juga mengajarkan bagaimana kita harus selalu semangat, seperti dia yang setiap hari mencari peruntungan lain selain kerjaan dia sehari-hari di kantor. Pengalaman ini menolongku untuk belajar lebih bersyukur lagi setiap harinya. Terima kasih kepada bapak yang berwajah dan berhati baik. Pertemuan singkat ini mengajarkanku banyak hal baru dari salah satu sudut kota ini.

Tuhan memberkati bapak dan sekeluarga.