Rabu, 13 Oktober 2010

Bandung, 09-10 Oct 2010

Hari Sabtu siang, tanggal 09 Oktober 2010 aku bersama tiga orang kawan (Jeng Mile, Hajar dan Mas Boy) bergerak dari Jakarta menuju Bandung. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali saya berkunjung ke Bandung. Banyaknya kenangan membuatku selalu kangen dengan kota ini karena sebelumnya saya kuliah di Sekolah Tinggi Teknologi Telkom (STT Telkom), yang sejak bulan November 2008 menjadi Institut Teknologi Telkom (IT Telkom. Empat setengah tahun waktu yang kuhabiskan di kota ini.

Kami sampai di Bandung sore hari dan langsung di sambut dengan kemacetan di jalan Buah Batu. Sore itu kami lalui dengan makan sop buah di belakang gedung sate. Sekedar ingin mengingat jaman dulu saat masih kuliah, nongkrong disini sambil menikmati sore ditemani semangkok sop buah yang nikmat. Semangkok sop buah harganya Rp 10.000, isinya ada mangga, apel, pear, bengkoang, lengkeng, melon, strawberi, durian, jelly, dan susu.

Selepas menyantap sop buah, kami langsung menuju Bebek Van Java untuk makan malam. Bebek Van Java punya 2 lokasi di Bandung, Jl. Lombok No. 47 dan Jl. Dipati Ukur No. 5A. Harga satu porsi nasi + bebek disini berkisar Rp 25.000. Selepas memuaskan perut, kami pun menuju kosan Siti untuk beristirahat. Siti adalah kawan kami yang bekerja di Bandung, kamarnya adalah tempat penampungan sementara untuk para karyawan dari Jakarta. Mas Boy sendiri sudah punya tempat penampungan lain tentunya. Satu jam kemudian kami bergerak menuju Dago Plasa untuk mencari hiburan. Semua tempat karaoke dan bilyard penuh sehingga kami memutuskan untuk memuaskan perut dengan makan surabi ENHAI di Jalan Setia Budi. Kalau dari datang dari arah bawah, tempatnya ada disebelah kanan jalan. Harga surabi cukup terjangkau dari Rp 4000 - Rp 7000

Minggu pagi, 10 Oct 2010, atau lebih indah bila disebutkan 10-10-10. Tanggal cantik ini dipilih untuk jadi tanggal diselenggarakannya moment 4 tahun sekali Pasar Seni ITB yang menyebabkan Dago macet parah. Untuk masuk Pasar Seni ini pengunjung tidak dipungut biaya. Sesampainya kami di ITB, nuansa macet masih terus menghantui. Suasana di kampus ITB juga macet parah oleh para pengunjung. Lautan manusia sangat padat memenuhi tempat yang sebenarnya sangat luas ini. Pengamanan tidak terlihat begitu mencolok. Saya bahkan tidak melihat polisi yang bertugas di dalam acara. Begitu sampai di lokasi, kami langsung mencari sesuap nasi. Puas makan nasi padang seharga Rp 17.500, kami pun mulai bergerak untuk melihat lihat "isi" dari Pasar Seni yang masih saja penuh sesak oleh lautan manusia.

Karena terlalu banyak manusia, seni yang ditampilkan jadi tidak terlihat begitu menarik. Akhirnya kami menyerah dan pukul 17.00 kami meninggalkan lokasi. Tidak membeli apapun yang dipamerkan malah saya dan Mile membeli kaos Bandung dan siti membeli tanaman pot. Lumayan, daripada pulang dengan tangan kosong.he he he.

Bandung my beloved city..always has a place in my heart..

Kamis, 30 September 2010

Menyapa Mahameru "Puncak abadi para dewa"

Gunung Semeru dengan puncak Mahameru adalah gunung tertinggi di pulau Jawa dengan ketinggian 3676 mdpl.Gn Semeru terletak di Propinsi Jawa Timur (8°06' LS, 120°55' BT) dan dapat ditempuh dari Lumajang dan Malang. Inilah gunung pertama yang sangat ingin aku daki saat telah bergabung dengan Astacala walaupun pada kenyataannya baru pada tanggal 19 September 2010 kemarin aku menggenapinya, berdiri dipuncak Mahameru, dan menjadi salah satu manusia yang berdiri paling tinggi di pulau Jawa.

Ranukumbolo
Mahameru juga dikenal sebagai “Puncak abadi para dewa” sebab menurut legenda kepercayaan masyarakat Jawa yang ditulis pada kitab kuna Tantu Pagelaran yang berasal dari abad ke-15,para dewa memutuskan untuk memakukan Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau Jawa. Dalam agama Hindu ada kepercayaan tentang Gunung Meru, Gunung Meru dianggap sebagai rumah tempat bersemayam dewa-dewa dan sebagai sarana penghubung diantara bumi (manusia) dan Kayangan. Menurut orang Bali Gunung Mahameru dipercayai sebagai Bapak Gunung Agung di Bali dan dihormati oleh masyarakat Bali. Upacara sesaji kepada para dewa-dewa Gunung Mahameru dilakukan oleh orang Bali. (source : wikipedia)

Reputasi Gn Semeru yang masih sangat aktif dan tak sedikit menewaskan banyak pendaki yang mencoba menaklukkannya membuat pesona Gn.Mahameru semakin kuat bagi kebanyakan orang. Tak jarang karena resiko yang cukup besar, dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menutup jalur ke Puncak, dimana para pendaki hanya disarankan mendaki hingga pos Kalimati.

And the Journey has begun,,16 September 2010,,

Perijinan dilakukan di Tumpang dan Ranupane. Administrasi yang harus dilengkapi saat perijinan di Tumpang adalah :
1. Fotocopy KTP atau KTM untuk mahasiswa (2 lembar)
2. Surat keterangan berbadan sehat dari dokter (2 lembar),
3. Membayar tiket masuk seharga Rp 5750 untuk pelajar/mahasiswa dan Rp 7000 untuk umum.
Bila membawa camera akan dikenakan biaya Rp 5000/camera. Dari sana akan diberikan surat jalan yang nantinya diberikan ke pos perijinan di Ranupane. Di pos perijinan ini juga kita dapat membeli souvenir berupa stiker, pin, gantungan kunci dan kaos Gn. Mahameru. Untuk kaos harganya Rp 45.000,- yang mana belakangan kami ketahui harganya jauh lebih murah dibandingkan bila membeli di Ranupane Rp 60.000,-

Kantor Perijinan di Tumpang
Perjalanan dari Tumpang ke Ranupane (08°00’ 52” LS, 112°56’ 43” BT) ditempuh selama kurang lebih 3 jam. Alat transportasi yang digunakan dapat berupa Jeep dengan biaya Rp 30.000,-/orang atau menggunakan truck seperti yang kami lakukan dengan biaya yang sama. Truk yang kami gunakan adalah milik Mas Pras. Mas Pras sendiri sudah 10 tahun menyetir truck untuk mengantar sayur dan para pendaki dari Tumpang ke Ranupane.


Truck Mas Pras
Bila menggunakan Jeep

Perjalanan ke Ranukumbolo (08°00’ 52” LS, 112°56’ 43” BT) seharusnya dapat ditempuh 4 jam, namun karena keadaan yang hujan dan perjalanan yang cukup santai, kami pun tiba di Ranukumbolo saat langit sudah gelap dan rintik hujan masih terus menyertai derap kaki kami saat mendirikan camp. Malam itu tidak begitu indah sebab Ranukumbolo diselimuti kabut sehingga kami tak dapat menikmati langit cerah dengan bintang-bintang.

Pukul 05.00 pagi aku terbangun dan bergegas melihat keluar tenda untuk melihat matahari terbit disela sela bukit. Kurang beruntung, saat itu kabut sangat tebal menyebabkan sekitar bukit dan danau tertutup kabut. Matahari berangsur angsur naik dan memberikan hangatnya, namun tak jarang hembusan angin lembah yang menghampiri kami membuat kami kembali menggigil. Indah dan anggun, Ranukumbolo yang menawan.





Pukul 10.00 kami bergerak menuju Pos Kalimati  (08°05’ 15” LS, 112°55’ 02” BT), dari Ranukumbolo kita harus melewati bukit untuk menuju sabana oro oro ombo, namun sebelum itu kita harus melewati tanjakan cinta, yang konon katanya apabila seseorang yang melewati tanjakan cinta tanpa menoleh kebelakang, dipercaya cintanya akan abadi.

“Lantas bagaimana bila orang yang naik itu sedang jomblo?” tanya salah seorang dari kami, dan langsung terdengar jawaban :

“Ya, jomblo mu abadi !!”

Entah benar atau tidak, akupun seakan tidak ingin menoleh kebelakang saat berada di tanjakan cinta. Seakan ingin menghormati mitos yang ada aku pun menoleh kebelakang saat berada di puncak tanjakan dan melihat betapa indahnya hasil karya Tuhan untuk umatnya, Ranukumbolo. Suasana yang indah dan cuaca yang sejuk membuat kami memutuskan untuk beristirahat sejenak diatas bukit sambil menikmati indahnya danau. Aku yakin kami semua yang berada disana merasa sangat beruntung bisa melihat ini semua secara langsung.

Track jalur ke pos Kalimati boleh aku bilang cukup nyaman. Selain landai, pemandangan yang disajikan juga sangat indah dan membuat hayal melayang jauh. Tak jarang kami melihat puncak Mahameru meletus mengeluarkan wedus gembel nya yang terkenal itu. Sayang sekali aku tidak sempat mengabadikan moment itu karena cuaca yang terkadang gerimis membuat kameraku diam dibungkus dry back di dalam carrier sepanjang perjalanan.

Berbeda dengan hari sebelumnya, kami bergerak cukup stabil dan tidak terlalu banyak istirahat. Kami sampai di pos Kalimati pukul 15.00. Terlihat banyak pendaki yang sudah mendirikan camp disekitar shelter. Kami memilih mendirikan camp sedikit lebih jauh dari shelter.

Kalimati
Menuju mata air
Tak jauh dari pos, ada sumber mani, mata air. Menurut informasti dari pendaki lain, untuk sampai ke mata air dapat ditempuh dengan waktu 10 menit ke arah Barat, sekitar 30 menit perjalanan pergi-pulang. Karena tak ada dari kami yang pernah Gn. Semeru sebelumnya, maka kami memilih untuk safety dengan menyiapkan air dari Ranukumbolo untuk menghindari kemungkinan tidak menemukan sumber air atau sampai ke lokasi terlalu malam.

Pukul 21.00 segala persiapan ke puncak sudah selesai kami siapkan. Pukul 23.00 rencana kami ke puncak terpaksa tertunda karena cuaca yang berkabut disertai gerimis hujan dan angin yang cukup kencang. Karena cuaca yang kurang baik, kami kembali istirahat sambil tetap memonitor keadaan cuaca yang kami harapkan akan berubah cerah. Tak disangka kami ketiduran dan terbangun oleh panggilan dari Marmut, anggota Astacala, yang berbeda team dari kami. Ia hendak menuju puncak dan menghapiri tenda kami.

Ternyata sudah jam 01.50, dan langit sangat cerah, bintang-bintang terlihat berhamburan di langit sangat banyak. Bergegas kami bersiap untuk menuju puncak abadi para dewa. Pukul 02.30 kami start dari camp menuju puncak Mahamer dan pukul 05.00 kami sampai di batas vegetasi dan sekitar pukul 09.00 aku berhasil menyapa Puncak Mahameru, puncak abadi para dewa, waktunya agak terlambat sebab maksimal jam 09.30 kami sepakati untuk berada di puncak karena dikhawatirkan pukul 10.00 akan ada asap beracun yang mengarah ke puncak. Nampaknya para dewa menerima kehadiranku disana sebab cuaca yang tadinya berkabut menjadi cerah. Aku bahkan dapat melihat dengan jelas bibir pantai disebelah selatan dan bibir kawah Jonggring Saloko.

Puncak 3676 mdpl

ASTACALA on the TOP

Kurang lebih 6.5 jam kami lalui untuk mencapai puncak Mahameru yang kami nikmati selama kurang lebih 10 menit namun menjadi 10 menit yang tak kan pernah aku lupakan. Kalau untuk mencapai puncak kami membutuhkan waktu 6.5 jam, untuk turun dari puncak dan mencapai Kalimati hanya diperlukan waktu sekitar 2 jam dengan kecepatan yang santai. Rencananya sore itu kami akan menuju Ranukumbolo namun cuaca ternyata berkata lain, hujan lebat mengguyur kami yang saat itu sudah siap berangkat dengan carrier masing-masing. Dengan beberapa pertimbangan akhirnya kami tidak melanjutkan perjalanan ke Ranukumbolo dan kembali mendirikan camp di Kalimati.

Ternyata kami cukup beruntung, sebab malam itu hujan sangat lebat dan berlangsung hingga esok pagi jam 08.00. Salah satu group yang nge-camp di samping kami bercerita bahwa saat tengah malam mereka nekat menerobos hujan menuju puncak dimana akhirnya mereka putuskan untuk turun kembali setelah terjadi hujan es di Arcopodo. Kami bergerak dari Kalimati menuju Ranupane pukul 11.30 dan sampai di pos perijinan sekitar pukul 18.30. Disana sudah menunggu Mas Pras sang pemilik truck sayur yang menjemput kami. Beliau sudah menunggu kami sejak pagi sebab sebelumnya kami mengatakan akan sampai di Ranupane siang hari.


Bersama Mas Pras 
Perjalanan ini akhirnya pun berakhir dengan perjalanan pulangku dari Malang-Jakarta menggunakan kereta api executive Gajayana seharga Rp 360.000,- tanpa diberikan makan malam ataupun sekedar air putih. Ternyata service kereta api untuk perjalanan jauh sudah tidak mendapatkan makan malam. Malam itu pun akhirnya aku merogoh kocek untuk membeli teh panas dan nasi goreng.

21 September 2010 pukul 09.00 aku sampai di stasiun gambir, pulang ke kosan untuk mandi dan langsung ke kantor. Melelahkan namum sangat menyenangkan.

I love my adventure
Thanks to all team : Cirit, Monop, Pinan, Kresna, Sondang, Bram, Ellya dan Evalin for our great journey to say Hello at Mahameru

All team

Rincian pengeluran untuk trip kali ini :

Tiket pesawat Jakarta – Surabaya : Rp 325.000
Airport tax : Rp 40.000
Pengeluaran di Surabaya : Rp 100.000
Saweran logistic : Rp 300.000
Subsidi ke team Rp : 135.000
Tiket kereta Malang – Jakarta Rp 360.000
Makan malam : Rp 25.000
Taxi : Rp 25.000
Kaos Mahameru : Rp 45.000
Total pengeluaran : Rp 1.355.000

Jumlahnya hampir sama dengan pengeluaran saat ke Singapore sebelumnya. Namun jumlah pengeluaran anggota team yang lain tentu saja jauh lebih kecil karena transportasi mereka menggunakan kereta ekonomi ^.^v

Kamis, 09 September 2010

Untung Jawa

Pulau Untung Jawa merupakan salah satu pulau dalam gugusan Kepulauan Seribu. Pulau ini terletak di sebelah barat Teluk Jakarta. Untuk menuju pulau ini kita bisa melalui dua tempat yaitu Muara Angke dan Pantai Tanjung Pasir, Tangerang. Dari Muara Angke, kapal tujuan Pulau Pramuka dan Pulau Tidung selalu menyediakan kesempatan bagi siapapun untuk singgah sebentar di Pulau Untung Jawa. Ini dikarenakan letak Pulau Untung Jawa yang terletak di tengah-tengah, diantara pulau-pulau yang dilewati kapal penyebrangan. Penyebrangan yang terdekat dapat dilakukan dari Pantai Tanjung Pasir dalam waktu 20 menit. Transportasi di Pantai Tanjung pasir – Pulau Untung Jawa Meggunakan kapal kecil bertenaga Diesel truk. Menurut info terakhir ongkos perahu ke Pulau Untung Jawa Rp 10.000

Kapal untuk menyeberang
Hari Minggu tanggal 29 Agustus 2010 team Corporate Social Responsibility (CSR) dari kantorku membuat acara Bazar murah di Pulau Untung Jawa. Program Bazar murah ini akan menjual baju-baju bekas yang masih layak pakai dengan berkisar Rp 1000 – Rp 20.000. Program ini sengaja dilakukan selama bulan Ramadhan. Baju baju bekas yang akan dijual sebelumnya telah dikumpulkan dari karyawan kantor dan terlebih dahulu di laundry dan diberi label harga. Program ini dibantu oleh LSM dari Bogor, forum Badak.

Disana saya dan Dhanti membantu di kasir. Setiap pembeli yang membayar di kasir akan mendapatkan souvenir (pulpen Esia), aqua gelas dan ta’jil. Pembeli dengan jumlah belanjaan minimum Rp 10.000 akan mendapatkan kupon yang dapat ditukarkan dengan kartu Perdana “Esia” seharga Rp 10.000. Hasil penjualan akan dibelikan sembako untuk masyarakan Untung Jawa yang kurang mampu.

Masyarakat Pulau Untung Jawa ternyata sudah menunggu kedatangan kami sejak pagi hari, sebab dari informasi yang mereka dapatkan harga bazaar yang sangat murah membuat mereka sangat antusias. Mereka bahkan bertanya dengan seakan tidak percaya kepadaku “Mba ini benar harganya segini?” tanya salah seorang ibu sambil menunjuk harga Rp 3000,- untuk sebuah kemeja yang masih bagus.
Sangking antusiasnya, Pak Darno dari forum Badak harus naik ke meja untuk berteriak memberi pengarahan kepada masyarakan yang sudah berkumpul dan mengelilingi meja dagangan.

Pak Darno memberi pengarahan
Pembeli dari ibu ibu, bapak bapak, remaja bahkan anak anak kecil. Kebanyakan dari anak kecil lebih tertarik pada ta’jil yang kami sediakan. Beberapa dari mereka bahkan ingin memberi ta’jil tersebut. Dengan berat hati kami katakana bila ingin ta’jil maka harus belanja terlebih dahulu. Alhasil beberapa anak memanfaatkan kesempatan ini, mereka akan mencari baju dengan harga Rp. 1000 dan mengambil ta’jil yang mereka inginkan. Beberapa anak melakukan hal ini hinggal berkali kali. Lucu melihat tingkah laku anak-anak yang masih polos namun cerdik seperti mereka. Kami menyediakan 4 macam jenis ta’jil yang dapat mereka pilih salah satu, kurma, kue pisang coklat, egg roll, dan brownies. Kebanyakan dari mereka sangat menyukai kue Brownies.

Kasir
Ternyata lelah juga menjadi kasir, saat pembeli sudah mulai sedikit, kira-kira pukul 16.00 saya mengambil kamera untuk mengambil beberapa gambar disekitar pantai. Pohon bakau terlihat disekeliling pantai pulau Untung Jawa. Tak lupa kami juga menyewa sepeda Rp 5000/jam untuk berkeliling di pulau ini. Suasana yang indah dan tentram membuatku ingin sejenak rebahan di pinggiran pantai namun terhalang masalah waktu sehingga niat itu saya urungkan.

Pantai  Untung Jawa
Waktu yang semua orang tunggu akhirnya datang juga, yaitu waktu berbuka. Walaupun saya tidak berpuasa, namun tetap saja suasana puasa disekeliling membuatku tidak leluasa untuk makan maupun minum, alhasil untuk minum saya harus ngumpet sebab teman-teman yang sedang berpuasa wajahnya dapat terlihat sudah sangat kehausan dan saya tidak tega menggoda mereka. Es kelapa muda menjadi hidangan yang sangat nikmat malam itu. Rasanay pas, kelapanya muda, sungguh nikmat kehidupan pesisir apalagi hidangan malam itu adalah udang goreng tepung, ikan kakak bakar, ikan kuwe bakar, udang asam manis dan kangkung cah. Sayangnya saat itu tidak ada kerang dan kepiting, Seafood memang makanan terlezat buatku.

Perut sudah kenyang dan malam semakin larut, kami pun beranjak dan pamit untuk kembali naik kapal menuju Pantai Tanjung Pasir, tepatnya pantai 88 tempat kami memarkirkan mobil.

Siung 11-12 Agustus 2007

Sebuah tulisan lama,,sekedar mengingatkan akan indahnya pantai Siung

Tanggal 11-12 Agustus 2007, saya dan Ayis sedikit bertualang ke pantai siung menikmati indahnya sunset sambil merasakan manjat di tebing yang cukup terkenal itu. Kami ditemani oleh kawan-kawan dari Mapagama, Edi dan Angga. Berikut sedikit cerita dari pantai Siung

Sabtu, 11 Agustus 2007

Pukul 07.00 saya dan ayis berangkat ke sekretariat Mapagama untuk melakukan perjalanan ke pantai Siung. Rencananya kami akan sedikit memanjat dan bermain-main di pantai. Sekitar pukul 08.00 kami (saya, Ayis, Edi dan Angga) naik motor menuju pantai Siung. Perjalanan tersebut  cukup membuat pinggul pegal, sekitar 2 jam kemudian kami sampai di pantai Siung. "Cool…!!!" Itu yang kukatakan saat pertama kali memandang laut lepas dari pantai Siung. Pantai yang indah..lama sudah saya tidak melihat pantai sejak kuliah di Bandung dan rasa kangen itu terobati saat aku melihatnya. Biru, ombak, pecahan air, dan desiran gemuruh ombak yang kurindukan. Pantai Siung termasuk pantai yang indah, disini terdapat sederetan tebing yang biasa dipakai untuk manjat. Daerah ini sudah dikelola dan terdapat peraturan yang telah ditulis di papan pengumuman sebelum memasuki daerah tebing panjat. Lokasi ini dikelola oleh Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI). Daerah pemanjatan dapat dipilih mulai dari blok A sampai blok I, dimana setiap blok terdapat beberapa jalur pemanjatan. Menurut Edi, terdapat sekitar lebih dari 40 jalur pemanjatan. Blok favorit, blok D dan E sudah ramai dengan anak Mapalista sehingga kamipun membuat jalur di blok F. Angga masang runner hingga hanger 4, kemudian Edi meneruskan ke hanger 5. Jalur terpasang hingga hanger ke 5. Saat mereka memasang hanger saya lebih memilih berjalan-jalan di pantai dan  di parkiran saya ketemu Fajrin dan mas Bas (Baskoro) dari Mapagama.

Tiba saat saya ingin mencoba memanjat jalur yang telah terpasang di blok F dan ternyata dari 5 hanger saya cuma bisa mencapai runner-3. Setelah mencoba berkali kali akhirnya cuma mentok dii runner-2, sungguh ironis sekali. Saat manjat sampai sekitar pukul 16.00 dan kami kedatangan 8 orang atlit dari Sumatera yang sebelum ke Jogja mereka mengikuti pra pon di Surabaya. Sore itu kami menjadi anak pantai. Saya langsung meminjam camera SLR yang dibawa Edi dan melakukan hunting sampai ke tebing. Tadinya ingin mengambil sunset, tapi dasar tidak sabaran, saya membawa camera tapi lupa membawa film yang baru, alhasil saat sunset tiba, film dalam kamera sudah habis. Saya pun bergegas turun dari tebing menuju tenda dan ingin mengganti dengan film yang baru, namun ternyata sang mentari sudah menghilang dibalik awan. Disini saya belajar bagaimana bersabar itu mahal harganya. Tenda dome yang kami bawa kami dirikan di tepi pantai. Fajrin dan mas Bas kembali memutuskan untuk ke Jogja. Malam yang indah,langit sangat cerah sehingga bintang-bintang terlihat indah di langit. Setelah makan malam dengan sambal yang pedasnya edan, saya memilih menikmati pantai sejenak sambil memandang langit yang dihiasi bitiran-butiran bintang, sesekali kulihat meteor kepeleset, tidak banyak. Para lelaki sibuk ngobrol sambil mengelilingi api unggun namun saat itu saya lebih memilih menjauh dari orang-orang dan pukul 00.00 saya masuk ke dome untuk tidur. Ternyata disana sudah ada Ayis yang sudah tepar entah sejak kapan. 

Minggu, 12 Agustus 2007

Pagi hari pukul 06.00 saya terbangun, dan ternyata semua lelaki yang berada diluar (tidur di luar, beratapkan langit dihiasi bintang) sudah bangun semua. Saya sedikit berjalan-jalan di pantai saat Angga dan para atlit menyiapkan alat untuk kembali mencoba memanjat, entah dijalur mana. Saya, Ayis dan Edi lebih memilih masak-masak terlebih dahulu. Pagi itu, kami masak 2 bungkus mie, dan 2 bungkus bubur yang rasanya asin tetapi lumayan untuk ganjal perut sebelum manjat. Tak lupa kami juga memasak nutri jel untuk anak-anak yang sudah memanjat deluan. Setelah itu kamipun beres-beres, packing dan menyusul yang lain di jalur pemanjatan. Para atlit sudah mencoba jalur yang cukup sulit, mungkin lebih tepatnya sulit di blok C (kalo gk salah ingat). Karena kami semua (Angga, Edi, Ayis dan saya) tidak ada yang mau manjat di jalur itu, akhirnya jalur di cleaning dan kami mencoba jalur yang lain. Kalau tidak salah block D atau blok E yang mana blok ini terletak membelakangi pantai. Saat mencoba, ternyata saya bisa memanjat hingga TOP. Sepertinya kegagalan kemarin di blok F hingga runner ke-3 itu karena belum pemanasan (hehehe). Setelah puas manjat kami pun packing dan kembali ke Jogja. Selamat tinggal pantai siung, you are beautiful beach.

Oh ya ada satu kejadian memalukan. Waktu itu kami sempat melakukan beberapa pengambilan gambar dengan camera SLR yang dibawa Edi, lumayan banyak sudah gambar yang kami ambil (Ayis, saya, Edi dan Bayu) ternyata saat kami tiba di Mapagama, Edi baru sadar bahwa camera tersebut belum diisi film. Whaatt…???!!! What the hell is going on??? :p

14-30 Juni 2007-Part IV (caving-mountaineering-rock climbing)

Part IV : Caving, Buni Ayu, Suka Bumi, Jawa barat

Keesokan harinya, 26 Juni 2007 saya berusaha mengumpulkan tenaga dan mencoba memperbaiki kondisi, sebab kira-kira tengah hari saya sudah harus ke sekre lagi untuk melakukan koordinasi dengan anak-anak sehubungan dengan pendidikan lanjut (diklan) caving yang saya pegang selaku koordinator. Diklan caving ini rencananya akan dilaksanakan tanggal 28 Juni, namun karena diklan RC mundur satu hari, maka diklan caving ikut mundur 1 hari ke tanggal 29 Juni. Sebelum diklan, AM KA harus mengikuti materi kelas dan latihan SRT, mulai dari ascending, descending, melewati simpul, deviasi,dan intermediate. Sebelum berangkat ke lokasi mereka semua harus di test terlebih dahulu. Anggota yang tidak lulus test tidak akan diperkenankan turun ke gua vertikal.

27 Juni 2007,
Pukul 07.00 pagi anak KA dijadwalkan mengikuti review dan latihan SRT di tower. Saya menemani mereka dari jam 08.00 pagi hingga jam 08.00 malam. Wew...12 jam bersama....cape deehh... Saya sempat pulang ke kos selama 2 jam hanya untuk menuci baju berhubung saya sudah tidak punya baju dan underwear untuk dibawa ke Sukabumi, lokasi diklan caving, jika tidak dicuci. Belum lagi besok nya saya sudah harus siap-siap berangkat ke Buni ayu, Sukabumi sebagai team pendarat. Rasanya ingin hilang sejenak, tapi itu tidak mungkin.

28 Juni jam 09.00
Saya dan ayis siap-siap untuk berangkat menuju Buni Ayu, Sukabumi. Kami naik bus sekitar pukul 11.00 dan sampai pada pukul 16.30. Saat kami samapi di Buni Ayu ternyata sedang ada syuting film. Daerah sekitar hutan di Buni ayu ini memang sering dijadikan lokasi syuting film, seperti Siluman harimau dll. Kali ini, syuting film Hercules, tapi versi anak-anak, jadi herculesnya anak kecil gendut.

Pos Perijinan bersama pak Kakai (duduk)
Pak Kakai yang bertanggung jawab mengenai masalah perijinan dan penggunaan lokasi saat itu belum diketahui keberadaanya, sehingga saya dan ayis bersantai sejenak sambil ngobrol dengan ibu warung dan para kru film. Kira-kira sekitar jam 19.00 Pak Kakai muncul bersama motor antiknya, motornya dihiasi balutan kain batik diseluruh bodi motor dan dijok belakang terdapat boneka marsupilami yang diinfus. Setelah melakukan perundingan dan nego harga, saya dan ayis kembali bersantai sambil menyaksikan pengambilan gambar film Hercules. Pukul 21.00 kami memutuskan untuk menumpang tidur di warung depan pos.

29 Juni 2007,
Peserta diklan yang tadinya ingin saya pecah menjadi dua kelompok, tidak jadi saya lakukan berhubung jumlah instruktur sangat terbatas, 4 orang dan jumlah peserta ada 8. terlalu boros bila kupecah menjadi dua kelompok, ditambah lagi masalah HT yang waktu itu hanya ada sepasang. Setelah berdiskusi dengan 3 orang instruktur yang dalam hal ini disebut mentor (sebutan ini baru dapat dari bu ketua) diputuskan Ayis, Sapi dan Adek yang akan masang anchor untuk gua vertical sedangkan aku mencari jalan menuju air terjun dan entrance gua horisontal bersama anak KA yang mau ikut.

Entrance Gua Vertikal
Tim yang akan ke air terjun dan entrance gua horisontal yang dikenal dengan nama entrance 3 adalah saya, wida, boleng, sigit dan acong. Berdasarkan ilmu navigasi cocot maka jalanlah kami berdasarkan informasi dari penduduk desa Buni Ayu yang sangat ramah terhadap kami. Jalan menuju air terjun sudah kami dapatkan, dan sekarang menuju entrance 3. Hari sudah semakin gelap, cahaya mentari sudah mulai menghilang dari langit dan gelapnya malam sudah menyapa kami. Saat ini kami hanya diterangi oleh cahaya headlamp dan senter tiba tiba terasa ada yang aneh, sebab kami kembali ke jalan semula menuju pos Buni Ayu, dengan kata lain, jalan yang kami lewati adalah jalan menuju basecamp. Ditemani hujan yang turun semakin deras, akhirnya kami kembali ke basecamp dengan terpaksa. Tanpa kami sadari kami diarahkan oleh penduduk untuk kembali ke posisi awal bukannya dan bukan menuju entrance 3. Wida yang pada dasarnya kurang suka dengan hal-hal mistis menjadi sasaran empuk kami berempat. Suasana malam saat perjalanan ke Basecamp sungguh hening, tak ada penduduk yang lalu lalang, semua rumah yang kami lewati terasa sangat sepi dan hening, tak ada suara obrolan ataupun senda gurau membuat Wida ketakutan. Bahkan dia sempat ragu apakah kami berempat ini benar benar adalah kami yang asli. Hahahaha...hiburan dikala senja menyambut malam.

Setiba di basecamp saya melihat anchor sudah dipasang dengan pengamanan berlapis. Setelah makan malam, Adek turun sebagai rigging man disusul oleh ayis, lintasan sangat mudah sebab hanya turun biasa saja, plong sampe dasar kira kira 20-30 meter. Anak-anak KA melakukannya dengan sangat baik, sebab sebagian besar memang sudah menguasai teknik naik turun SRT dengan baik, hanya saja mereka masih belum begitu menguasi untuk melewati intermediate, deviasi dan simpul. Cukup beruntung lintasan untuk diklan ini memungkinkan tali tanpa hal semacam itu. Info dari Adek, saat test SRT cukup menyita waktu, bahkan Monoph sampai muntah. Tadinya sempat khawatir dengan kondisi mereka semua yang nota bene kurang tidur, tapi ternyata mereka semua TOP banget, tidak mengecewakanku, bahkan aku bahagia bisa ngajak mereka turun caving untuk yang pertama dalam hidup mereka. Sungguh kebahagiaan yang tak ternilai harganya :)

Thanks to God, mereka semua tidak mengeluh, tak ada satupun dari mereka terdengar olehku mengeluh becek ataupun jijik saat itu. Biar bagaimanapun ini adalah caving pertama mereka, dharapkan jangan sampai trauma sebab merakalah para penerus sebagai caver baru dari Astacala.

Turun orang pertama pukul 20.00, antrian hingga saya orang terakhir pukul 00.00, hari berganti tanggal 30 Juni 2007. Target penelusuran hingga pukul 02.00 lalu balik lagi dan naik dari jalur yang sama. Didalam gua terdapat sungai yang mana airnya cukup banyak. Terlihat dari jejak air, saat banjir bisa hingga ke langit langit gua. Sangat penting melakukan survey cuaca dan lokasi sebelum penelusuran gua untuk menghindari kecelakaan banjir di dalam gua. Penelusuran melewati sungai kira kira satu jam hingga air sungai masuk rekahan ke bawah.


Kami melanjutkan penelusuran hingga jam 2 kami beristirahat. Saat saya mengecek jalan di depan ternyata masih ada percabangan. Namun sesuai dengan Rencana Oprasional (ROP) pukul 02.00 kami harus tetap kembali dan tidak melanjutkan penelusuran. Kami sampai dibawah lintasan sekitar pukul 03.00. Orang pertama naik dan berakhir hingga orang terakhir pukul 06.00. Setelah cleaning di lokasi selesai kami melanjutkan perjalanan menuju air terjun untuk mencuci alat-alat. Pukul 14.30 selesai makan siang dan packing kami pun bersiap-siap menuju Bandung kembali.

Perjalanan panjang dan melelahkan 14-30 Juni 2007 akhirnya berakhir. Boleh dibilang saya bangga dengan kondisi fisik saya yang bisa melakukan semuanyadengan baik. Meskipun sempat diare dan muntah tapi saya senang dan bangga dengan kegiatan ini, kegiatan bersama dengan alam.

-The end-