Gn Slamet 30 Sept-02Okt 2008
Liburan kantor yang cukup panjang membuat hati ini ingin sekali bergerak menyapa hutan, menyusuri jalan dan melihat kota dari ketinggian puncak. Kali ini pilihan jatuh pada Gn. Slamet. Beberapa anak sekretariatku memang sudah berencana ingin melakukan perjalanan. Setelah melakukan negosiasi akhirnya mereka mau untuk mendaki Gn.Slamet. Perjalanan kali ini terdiri dari 4 orang yaitu saya sendiri, Monoph, Pinan dan Dwita (non Astacala). Segala persiapan dilakukan oleh orang-orang sekre dan saya berusaha membantu semampunya setiba di Bandung.
Sabtu, 27 September 2008
Pagi itu saya langsung bergegas menuju pool travel X-trans menuju Bandung. Setiba di Bandung, berbagai persiapan standart segera dilakukan. Rencana Operasional (ROP) awal kami akan menuju Purwokerto hari Senin, namun saat itu saya mengusulkan agar dipercepat saja, hari Minggu menuju Purwokerto. ROP akhirnya diubah dan kami berangkat dari Bandung menuju Purwokerto pada hari Minggu, 28 September 2008.
Minggu, 28 September 2008
Pagi itu kami berangkat dari sekre sekitar pukul 09.00 pagi naik taxi menuju terminal Cicaheum. Ongkos taxi blue bird dengan tariff awal Rp 6000,- mencapai sekitar angka Rp 43000,- Lumayan bila dibagi empat, ongkosnya bakalan sama bila naik angkot. Saat itu situasi terminal masih belum begitu padat, bus yang menuju Purwokerto saat itu ada dua, yang pertama bus ekonomi, aladin, dan bus AC, Mandala. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya kami memilih bus AC, Mandala dengan harga Rp 70000,- tujuan Surabaya. Karena jumlah seat tinggal sedikit, akhirnya kami berempat duduk berpencar. Saya dan Monoph kebetulan bisa duduk bersebrangan.
Perjalanan cukup menyita waktu dan kesabaran, berangkat dari terminal tepat pukul 10.00 namun hingga pukul 13.00 kami belum juga bisa keluar dari Nagrek. Macet sangat parah dan kondisi di dalam bus sungguh tidak menyenangkan. Cewek sampingku muntah sudah entah berapa kali, tidak lama kemudian bapak didepan ku juga muntah berkali kali. Akhirnya karena capek dan stress saya memutuskan untuk tidur sambil menunggu bus bisa keluar dari macet. Terbangun dan dikagetkan oleh Monoph yang menunjuk kearah belakang kursi. Kulihat muntahan berwarna merah muda menyebar dibelakang kursiku. Ouuuhgg……muntah dimana-mana, kiri depan belakang semua muntah dan menimbulkan bau bau yang sungguh membuat kepala pusing.
Bus Mogok |
Sebelumnya saya sudah menghubungi Indun untuk menginap dirumahnya. Malam itu pun kami dijemput oleh Indun dan temannya (Ojay). Naek taxi ke rumah Indun Rp 15000,- Sampai ditempat Indun langsung mandi dan makan sate. Setelah melakukan brifing untuk besok saya pun langsung tidur dengan nyenyak.
Ford Ranger |
Pintu Gerbang Bambangan |
Dari pintu gerbang kami melakukan kesalahan fatal, seharusnya belok ke kanan tapi kami entah kenapa malah belok ke kiri. Dari sana ternyata nyasar sampai dua punggungan. Akhirnya kami bisa kembali ke jalan yang benar dan mendapatkan sedikit petunjuk dari dua orang bapak2 yang kami temui di jalan. Beliau banyak bercerita mengenai gunung Slamet, banyak hal yang menurutku seharusnya hal tersebut tidak disampaikan malah disampaikan secara terang-terangan oleh bapak itu. Suatu hal yang kuran lazim kurasakan sebab bapak tersebut boleh dibilang cukup berumur dan bijak, tetapi malah menceritakan segala hal-hal aneh dan mistis di gunung sebelum kami memasuki hutannya. Hal itu sempat membuatku sedikit merasa aneh, mungkin bapak tersebut ingin memperingatkan kami, dan saya yakin beliau lebih tau apa yang harus dan tidak disampaikan kepada kami. Kami pun berangkat melanjutkan perjalanan menyicil hingga koordinat 7°13’35”LS, 103°14’54”BT. Mendirikan camp sekitar pukul 17.30, mencari kayu bakar dan memasak makan malam, hal standar yang kurindukan. Ngobrol sambil menikmati hangatnya api unggun sambil menikmati segelas teh hangat dan memandang bintang bintang. Malam itu sangat cerah, sehingga kami bisa melihat bintang-bintang nun jauh itu dengan sangat indah.
Camp I |
Bangun pagi pagi, masak packing.....dan melaksanakan panggilan pagi hari di balik semak semak ilalang. Cukup sulit menemukan lokasi yang strategis sebab kami masih berada disekitar ladang penduduk, sekitaran adalah padang yang cukup terbuka. Setelah puas membuang isi perut semalam, saya pun bergegas membantu packing
Perjalanan kali ini cukup berat untukku. Karena sudah tidak begitu aktif berkegiatan (off 6 bulan semenjak lulus dan bekerja) badan terasa cepat sekali lelah. Mengatur nafas dan irama jalan cukup lama bisa kulakukan. Biasanya tidak begitu lama setelah berjalan saya sudah bisa mendapatkan irama dan nafas yang pas untuk berjalan dengan lebih nikmat. Tapi pagi itu terasa begitu melelahkan, setapak demi setapak terasa sangat berat, dimana staminaku yang tak seberapa itu???Sedikit, sedikit akhirnya bisa mengatur nafas dan irama...
Lewat pos II, Pondok Lawang, koordinat 7°13’45,8”LS 109°14’28,1”BT tercium bau wangi-wangian bunga. Harum sekali dan tercium cukup lama. Kupikir itu mungkin baru dari bunga-bungaan yang ada disepanjang jalan. Akhrinya saya bertanya kepada Dwita, “Ta, wangi banget ya?” “Iya nih, kayaknya bau bunga yang ini deh” Memang terdapat dua jenis bunga saat itu, ada yang putih dah hijau. “bunga yang putih ya?” “Gk yang ijo, coba deh cium”, sambil berhenti sejenak dari langkah aku mencium bunga yang dimaksud “Iya deh bunga yang ini”. Hahaha..begitulah sepenggal pembicaraan yang membangun pikiran positif dalam kepala kami. Setelah itu tidak ada pembicaraan lagi, setelah saya tau bahwa ternyata kami berempat mencium wangi yang sama. Setelah cukup lama mencium wangi kamipun sempat mencium bau amis namun hanya sebentar.
Pos III - Pondok Cemoro |
Pos IV - Pondok Samarhantu |
Perjalanan kami lanjutkan hingga menuju pos V dan memutuskan untuk mendirikan camp. Kami sampai di pos V, Pos Sanghyang Rangkah (Pos Mata Air) pada jam 15.00. Koordinat 7°14’07,9”LS 109°13’51,5”BT
Pos V - Sanghyang Rangkah |
Sesuai dengan rencana, kami bangun jam 03.00 dan mulai melakukan sedikit persiapan, packing barang-barang yang sudah disiapkan sebelumnya (kompor, spritus, air, dan snack) barang-barang yang lain kami tinggalkan di camp. Pagi itu pingin rasanya memasak sedikit mie atau bihun, tapi karena beberapa faktor saya tidak jadi melakukannya dan akhirnya hanya membuat sebotol susu coklat yang saya bawa untuk bekal saat naik ke puncak.
Dingin malam itu merasuk, jaket polar merah Astacala dan raincoat kuning yang kutemukan di sekre yang saat itu melindungiku dari dinginnya hawa saat itu. Tak lupa juga syall kuning merah harry potter yang akhir2 ini sering saya ajak ke puncak-puncak gunung.
Saat itu kami berangkat dari camp pukul 04.00 dengan posisi paling depan Monoph, Dwita, Saya dan Pinan. Perjalanan menuju puncak cukup membuatku kelelahan, nafas yang tersengal-sengal dan juga mungkin karena faktor tidak sarapan membuatku cukup lelah. Beberapa kali saya merasa kami berjalan terlalu cepat sehingga meminta untuk beristirahat sejenak, padahal saat itu kondisi lagi tidak mengangkat beban. Sungguh pagi ini terasa lebih berat. Sudah hampir 2 jugam kami berjalan, matahari sudah mulai keluar dari balik gunung di sebelah timur. Terlihat ada dua 3 gunung yang menjulang tinggi melewati hamparan karpet awan. Dua gunung terlihat agak sejajar, bisa saya simpulkan itu Gn Sindoro dan Gn Sumbing, satu lagi terlihat lebih agak lebih jauh dari dua gunung sebelumnya. Dari puncaknya terlihat kepulan asap terus keluar. Bisa jadi itu Gn. Merapi. Tapi tidak terlihat Gn. Merbabu yang merupakan pasangannya. Entahlah saya tidak begitu yakin dengan gunung yang ini.
Sun Rise |
Perjalanan yang melewati batas vegetasi dengan kondisi pasir berbatu membuat tenaga cukup terkuras, apalagi saat itu saya tidak sarapan. Kondisi medan cukup rapuh dengan batu-batu merah besar dan kecil. Bila tidak hati-hati memegang batu untuk memanjat naik, bisa-bisa mendapatkan batu yang labil dan bisa terjatuh. Beberapa kali saya berhenti sejenak dan duduk melepas lelah. Pagi itu matahari menyinari kami sungguh terik dan panas, padahal saat itu waktu masih menunjukkan pukul 06.30. Susu coklat dalam botol sudah menipis, saya hanya bisa berkata pada diri sendiri saat itu “Ayo Onie, kamu bisa...!!!ayo jalan, sebentar lagi puncak!!” Lalu saya kembali berjalan setapak demi setapak. Anak-anak yang lain sudah terlebih dahulu meninggalkan saya dibelakang, sebelumnya saya masih bisa melihat mereka memanjat diatas, namum setelah beberapa saat saya sudah tidak dapat melihat mereka, mungkin mereka sudah mencapai puncak. Saya berjalan lagi dan terus memotivasi diri agar tidak terlalu banyak berhenti dan beristirahat, “ayo Onie, yang lain sudah menunggumu di puncak, ayo jangan terlalu lama berhenti”. Itulah yang terus menjadi motivasi saya. Entahlah, berbeda dengan perjalanan-perjalanan saya sebelumnya, perjalanan kali ini terasa sedikit berat dari biasanya.
Puncak Gn. Slamet |
Hari itu terasa sungguh hening, tak ada angin padahal kami berada pada ketinggian 3432 mdpl. Keheningan itu didukung dengan keberadaan kami saja tanpa pendaki lain.
Hari ini, Rabu 01 Oktober 2008 umat muslim di dunia merayakan hari raya Idul Fitri, mungkin ini salah satu sebab mengapa tidak ada pendaki lain selain kami pada hari ini. Selepas mengisi mengisi perut dan mengambil gambar, kami bergerak turun, waktu saat itu menunjukkan pukul 08.00.
Selamat tinggal puncak Slamet, keindahan dan keheninganmu dipagi ini sudah merajut indah dalam ingatanku. Entah kapan dan bagaimana saya dapat kembali menyapamu ditengah kesibukanku kini yang sangat tidak memberikanku waktu yang cukup banyak untuk kembali melakukan sebuah perjalanan ke puncak-puncak gunung. Entah kapan….
Terik matahari dan debu menemani perjalanan kami menuruni jalur yang sama saat kami naik tadi pagi. Setelah satu jam perjalanan dengan sedikit beristirahat di Pos SAR di atas Pos V kami pun sampai kembali ke camp. Pinan dan Dwita masak makan siang, Saya dan Monoph membereskan camp, packing gantian. Tepat pukul 11.00 kami pun bergerak turun menuju basecamp Bambangan di rumah Ibu Sugeng.
Kami sempat bertemu dengan 9 orang pendaki dari Palawa, Atmajaya Jogjakarta. Salah seorang dari mereka mengenal adik-ku saat Kursus Dasar Kursus Lanjutan Hikespi. Ah…jadi teringat adikku itu, dia terlalu cepat memutuskan untuk meninggalkan kami yang telah melahirkannya, sungguh banyak penyesalan saat kau memutuskan pergi, namun kini aku sadar bahwa sebuah pilihan tetaplah harus dihormati namun kenangan saat masih bersama akan terus ada bersama kami. Ingat saudaraku, tali persaudaraan ini tak kan habis dimakan waktu.
Mencapai Pos II kami memutuskan untuk sedikit beristirahat, makan snack dan ngobrol. Entah ada angin apa, tiba-tiba topik pembicaraan kami mulai menjurus kearah mistik. Biasanya saya tidak pernah mau menceritakan pengalaman mistik selama masih berada di gunung, tapi saat itu pembicaraan mengalir begitu saja. Kami ngobrol mengenai pengalaman mistik selama di Gn. Agung dan Gn Argopuro. Sekejab setelah saya menceritakan mengenai perjalan di Argopuro, sektika langit mendung dan mendadak dari cuaca cerah menjadi mendung mau hujan. Pinan langsung mengajak untuk turun, saya, Monoph dan Dwita tanpa pikir panjang langsung mengangkat carrier dan turun meninggalkan pos II. Selama perjalanan kami diguyur hujan, sungguh aneh padahal sebelumnya cuaca sangat cerah dan terik.
Tungkai sangat lelah, apalagi karena saat turun saya memutuskan untuk memakai sandal gunung saja. Untuk jalanan yang kering tidak masalah, tapi bila jalan hujan dan becek, memakai sandal gunung sungguh menyiksa! Akhirnya setelah kurang lebih 4 jam perjalanan, kami pun sampai di basecamp Bambangan
Ganti baju, makan dan sedikit beristirahat sambil menunggu mobil ibu Sugeng yang sudah kami sewa Rp 200.000 untuk mengantarkan kami menuju purwokerto, basecamp rumah Mpok Indun.
Perjalanan sebenarnya belum berakhir, sebab beberapa jam kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju Bandung. Dapat dikatakan perjalanan yang sangat melelahkan, terkena arus mudik, sekitar 10 jam harus kami lalui untuk mencapai Terminal Cicaheum. But, I love all my adventure, no matter how it cause
Foto-foto Gn. Slamet dapat di lihat disini
1 komentar:
jadi ingat zaman kuliah, dengan 10 rebu perak udah bisa sampe ke bali, bis nya pk estafet segala....
|margi|
Posting Komentar