Minggu, 27 Desember 2009

Kepulauan Seribu "P.Pramuka-P.Kotok besar-P.Semak Daun-P.Sepa-P.Putri"

Cerita yang tertunda, sebuah perjalanan ke sebuah kepulauan yang cukup termasyur, Kepulauan Seribu

Terkumpul 14 orang yang hendak bergabung dengan tim rasa nano-nano,anyone can join, dimana saya yang menjadi EO-nya.

Perjalanan direncanakan pada tanggal 25-26 Juli 2009. H-1 keadaan tidak menentu. Saya belum berhasil mendapatkan penginapan di Pulau Pramuka tempat kami akan menginap. Semua penginapan penuh, sedikit panik memikirkan perjalanan yang terancam batal. Untunglah setelah meminta bantuan dari salah seorang peserta, Kobba, penginapan kami dapatkan dengan harga Rp 400.000/malam. Sedikit lebih mahal dari biasanya, namun karena sudah tidak ada pilihan, kami mengambilnya.
25 Juli 2009
Pemberangkatan TKI Ilegal

Sebelum pukul 07.00 kami sudah harus berada di Muara Angke, sebab kapal yang akan menyeberang ke P Pramuka hanya ada pada jam 07.00 dan jam 13.00 dengan tiket kapal seharga Rp 30.000/orang. Pemberangkatan dapat pula dilakukan dari Marina Ancol menggunakan kapal boat, namun tentu saja dengan harga yang lebih mahal. Karena urusan kerjaan, 3 orang teman(bang Anto, Opel dan Remond) terpaksa harus menyusul pemberangkatan pada siang hari. Saya, Nika, Siska, Rindu, Deborah, Sopyan, Wiwik, Ayu dan Putra berada di kapal yang sama saat menyeberang. Kobba ikut pada pemberangkatan kapal berikutnya sebab dia terlambat naik ke kapal kami. Apabila jumlah penumpang sangat banyak, maka bisa lebih dari satu kapal yang diberangkatkan menuju P.Pramuka, namun apabila penumpang sangat sedikit dan tidak memenuhi quota, maka harga naik kapal bisa lebih dari @Rp 30.000,- per orang, seperti yang dialami oleh 3 kawan yang menyusul pada siang hari, jam 13.00

Perjalanan ke P Pramuka ditempuh selama kurang lebih 2 jam. Suasana kapal sungguh seperti kapal pemberangkatan TKI ilegal, penuh berdesak-desakan. Entah apa jadinya bila kapal ini tenggelam, dapat dipastikan pelampung penyelamat tidak tersedia sebanyak jumlah penumpang saat itu.
Kapal berhenti di dermaga P. Untung Jawa untuk menurunkan penumpang ataupun mengangkut penumpang lagi selama beberapa menit. Sepanjang perjalanan terdapat banyak sekali pulau-pulau yang merupakan bagian dari kepulauan seribu. Sempat kami melihat seekor lumba-lumba yang berenang disamping kapal kami. Gerakannya sangat lincah, sehingga saat saya ingin mengambil gambarnya, ia keburu menghilang di lautan.

Pulau Pramuka

Pukul 09.15 kami tiba di Pulau Pramuka. Cottage kami sebenarnya adalah rumah tinggal dari penduduk yang ada di P Pramuka. Rata-rata penduduk disana menyewakan rumah mereka kepada para wisatawan yang datang ke P Pramuka. Harganya relatif murah, dari 300-400rb/malam dan dapat menampung sekitar 15 orang. Tak jauh jauh, ternyata di P Pramuka juga terdapat masakan padang. Sungguh tak menyangka, kami pun makan siang disana. hahaha. Sekitar pukul 09.30 kami ke tempat penyewaan snorkeling, Elang Eko Wisata. Harganya relatif terjangkau, cukup dengan 40.000, senorkeling set (google+snorkel, fin dan life jacket) sudah dapat kami sewa hingga 6 jam ke depan. Biaya pemandu snorkeling sebesar 60.000, saat itu masih banyak dari teman-teman yang belum pernah snorkeling, namun saat saya tanyakan apakah ingin mengambil pemandu, mereka semua dengan tegas mengatakan,
”Gk usah, sama Onie aja, kamu bisa kan?”
Huahahaha..tidak menyangka, mereka percaya padaku, mungkin ide untuk menjadi guide bisa saya pertimbangkan kedepannya.

Masalah lain pun muncul, yaitu perahu. Saat itu ternyata semua perahu sudah di booking oleh tamu lain. Pilihan tersisa adalah perahu motor yang cukup mahal, katanya sih perahu tersebut kecepatannya lebih bagus dibandingkan perahu motor yang lain. Untuk sampai ke P Kotok, harga dipatok sebesar 350rb, bila menggunakan perahu yang lain hanya 300rb. Sedangkan untuk ke P Sepa/P Putri, harga perahu 450rb, bila menggunakan perahu biasa harganya 350rb. Cukup jauh juga perbedaannya. Sang pemilik kapal dan kaptennya meng-claim bahwa perahu mereka bisa lebih cepat 30-60 menit dibandingkan perahu yang lain, sebab mesinnya lebih unggul. Karena tidak ada pilihan lain, kami pun sepakat untuk menyewa perahu tersebut. Pukul 11.30 kesepakatan terjadi, dan kami pun siap menuju P Kotok Besar.

Satu jam kemudian kami pun sampai di lokasi P Kotok. Terdapat 2 buah P Kotok, yaitu P Kotok Besar dan P Kotok Kecil. Pertama tama kami akan snorkeling di daerah P Kotok besar disebelah barat, lalu kami akan mengunjungi tempat konservasi Elang Bondol dan Elang Laut yang ada di P Kotok Besar. Karangnya cukup banyak dengan ikan yang cukup bervariasi, berwana warni dan sangat indah, bintang laut, bulu babi, dan ikan-ikan kecil yang riang gembira berenang di antara terumbu karang. Kapten kapal kami dan asistennya mengingatkan kami agar tidak menginjak terumbu karang yang ada, sebab dapat patah apabila kami injak. Cukup puas berenang bersama ikan selama 1 jam, sekitar pukul 14.00 kami bergerak ke dermaga P Kotok Besar. Terlihat sebuah perahu lain yang akan menuju spot untuk penyelaman. P Kotok juga merupakan daerah untuk menikmati dunia bawah laut yang cukup banyak dikunjungi orang.

Pulau Kotok Besar

Ketika masuk ke P Kotok, kami melihat beberapa kandang Elang disebelah kanan. Pos penjaga terletak tidak jauh dari kandang Elang. Satu hal yang saya sesali hingga sekarang adalah saya mengacuhkan papan peringatan yang tertulis ”Tamu wajib lapor terlebih dahulu”. Saat akan melapor saya melihat petugas sedang melayani tamu yang lain, sehingga saya mengurungkan niat untuk melapor ke pos jaga, ditambah lagi karena teman-teman sudah bergerak mencar menikmati suasana pulau yang saat itu memang sudah tidak berpenghuni selain para petugas konservasi elang yang ada. Terdapat beberapa cottage yang menghadap pantai yang sudah tidak terurus, nampak seperti desa yang ditinggalkan. Disana juga terdapat bangunan bekas restaurant. Mungkin sejak P Kotok dijadikan tempat konservasi Elang, cotage-cotage dan restaurant tersebut ditinggalkan untuk keperluan konservasi, atau malah sebaliknya? Karena sudah tidak mendatangkan profit yang bagus, P Kotok yang ditinggalkan investor akhirnya dijadikan tempat konservasi. Hal ini bukanlah masalah, yang penting elang-elang tersebut dapat segera lulus rehabilitasi dan dilepaskan untuk hidup dialam bebas.

Mengapa tadi saya katakan menyesal karena tidak melapor, adalah karena kita jadi tidak tahu apa yang boleh dan tidak boleh kami lakukan selama berada di daerah konservasi. Teman-teman saat itu sangat excited sekali bermain di tepi pantai, terutama Niko, Siska dan Deborah, tanpa sadar ada kandang elang laut yang sebenarnya tidak boleh terinteraksi dengan manusia. Tawa dan lengkingan teriakan dari teman-teman sebenarnya sangat mengganggu proses rehabilitasi elang tersebut. Saat itu saya tidak bersama mereka, karena lebih memilih berjalan-jalan ditengah pulau, saya tidak tahu menahu mengenai larangan tersebut sebab saat masuk pertama kali saya tidak melapor sehingga tidak terfikir untuk mengingatkan teman-teman agar tidak terlalu dekat dengan kandang. Teman-teman sempat dimarahi oleh petugas, saat itu saya tidak berada disana, dan setelah insiden itu, saya merasa malu sekali dan mencoba meminta penjelasan mengenai konservasi elang yang ada disana kepada petugas yang ada.

Saat pertama kali saya dekati petugas tersebut terlihat cukup emosi melihat kelakukan teman-teman saya ditepi pantai. Nada suaranya terlihat cukup meninggi namun terlihat dicoba untuk ditahan. Wajar saja sang petugas marah, elang-elang yang ada di P Kotok sebagian besar berasal dari pemilik yang dahulu memelihara elang di rumah mereka. Sebagian elang malah tidak dapat terbang sebab sayapnya sudah dipatahkan oleh pemilik mereka, sebagian lagi bulu sayapnya sudah dipotong, sehingga elang tersebut tidak dapat terbang normal. Elang-elang tersebut akhirnya dinyatakan tidak dapat dilepas di alam liar. Elang-elang inilah yang kami lihat pertama kali saat masuk ke P Kotok yang berada di dalam kandang. Elang-elang yang masih mampu terbang bebas yang akan masuk dalam program rehabilitasi yang kelak setelah dinyatakan lulus mereka akan dilepaskan ke alam bebas yang merupakan habitat aslinya.

Kandang elang laut berada di tepi pantai, sebelum tiba di P Kotok, elang-elang tersebut memiliki interaksi yang sangat dekat dengan manusia sebab menjadi hewan peliharaan. Apabila mereka langsung dilepas di alam liar, mereka tidak akan mampu bertahan sebab insting elang mereka dikhawatirkan sudah menurun selama menjadi hewan peliharaan. Di tempat rehabilitasi inilah mereka kembali dituntun untuk dibekali kembali bagaimana menjadi hewan liar, bukan hewan peliharaan. Harus mampu terbang tinggi, mencari makan dan hidup di habitatnya tanpa harus merasa kesulitan. Untuk itulah mengapa elang-elang yang sedang direhabilitasi tidak boleh mendapat interaksi dari manusia. Program rehabilitasi bisa berlangsung selama 3 bulan atau lebih. Bisa dibayangkan apabila elang sudah menjalani program selama itu, dan tiba-tiba datang tamu yang tidak mengetahui hal ini, bermain dan tertawa di dekat kandang, menimbulkan interaksi dengan elang, maka rehabilitasi bisa di ulang lagi dari awal. Hal inilah yang seharusnya kami ketahui sebelum masuk ke area P Kotok besar dan menjadi kelalaian kami. Maafkan kami ya pak Petugas, jadi untuk teman-teman yang akan ke P Kotok Besar, kudu melapor kepada petugas ya, agar dapat diberi arahan selama berada di P Kotok Besar dan tidak mengganggu proses rehabilitasi elang.

Karang Balik Layar
Satu jam lamanya kami bersantai di P Kotok besar, sekitar pukul 15.00 kami kembali naik perahu menuju Karang Balik Layar untuk kembali bersnorkeling. Disana terdapat sebuah gundukan pasir putih, nampak seperti pulau yang perlahan-lahan tenggelam. Kami bersnorleling menuju gundukan pasir putih yang saat itu dihinggapi ratusan burung pantai, kami harus berenang perlahan sebab terdapat banyak sekali bulu babi disepanjang perjalanan. Seketika kami sampai digunduikan tersebut, burung-burung tersebut terbang seakan merasa terusik dengan kedatangan kami.

Aah andai kami dapat membawa kamera ke sana, sebab disana merupakan spot yang sangat bagus. Berada di gundukan pasir putih ditemani oleh cahaya matahari yang saat itu hampir meredup. Saat itu kami dilarang oleh kapten agar tidak berenang ke area yang lebih jauh dari kapal, sebab merupakan habitat dari ikan pari. Masih ingat kan bagaimana Steve Irwin, sang manusia buaya yang meninggal karena terkena racun ikan pari, hal tersebut cukup membuatku berhati-hati. Rindu bahkan sempat melihat ikan pari berenang disekitar daerah yang dikatakan oleh si Kapten. Tak terasa matahari sebentar lagi akan tenggelam, kami pun memutuskan untuk menikmati sunset di P Semak Daun.

P Semak Daun

Sekitar pukul 17.00 kami tiba di P Semak daun. Pulau ini tidak begitu istimewa, namun cukup menghibur. Disana terdapat beberapa rumah tinggal, sebuah sumur dan warung kopi. P Semak daun ini cukup kecil sehingga kami dapat berjalan menyisiri pantainya satu kali putaran. Disana juga terdapat se ekor kucing yang nampaknya sangat senang bermain-main di dekat kami.

Pukul 17.45 kami pun bergegas pulang menuju P Pramuka. Perjalanan selanjutnya masih akan panjang, sebab kami sudah meminta kapten kapal kami untuk bersiap ke P Sepa pada Pukul 06.00 esok hari. Seakan tidak ingin menyia-nyiakan waktu liburan di sini, malamnya pukul 20.00 setelah mandi, kami bergerak menggunakan perahu ke Rumah makan apung, Nusa Resto untuk menikmati hidangan laut. Berikut adalah sebagian daftar menu yang ada.

Badan lelah, perut kenyang, sangat pas untuk diteruskan dengan tidur. Hujan deras sempat mengguyur kami saat makan disana, untung saja saat snorkeling hujan tidak turun, bila ya maka bisa bisa kami berenang sendiri tanpa ditemani ikan-ikan yang lucu warna-warni. Hujan ternyata awet dan terus berlanjut hingga esok pagi.

26 Juli 2009
Terasa cukup kelelahan dengan aktivitas kemarin, ditambah lagi dengan cuaca yang kurang mendukung, rintik-rintik hujan setia menemani pagi hari kami. Saat itu Ayu dan Putra memutuskan untuk pulang deluan dan tidak ikut ke P Sepa pagi ini. Semoga tidak menyesal ya. Pukul 6.30 kapal kembali mengantarkan kami ke tujuan berikutnya yaitu P Sepa, konon katanya P Sepa ini sangat indah dengan spot snorkeling dan diving yang sangat terkenal. Saat itu hanya Kobba, Anto dan Opel yang berniat snorkeling disana, sedangkan saya dan yang lainsudah tidak begitu tertarik. Dari informasi yang saya baca, di P Sepa terdapat spot-spot lain yang tidak kalah menarik dari snorkeling. Tempat penangkaran penyu, kebun binatang mini dan lain-lain.

Pulau Sepa
Kapten kapal kami memberitahu bahwa entri fee di sana sebesar 25.000, sungguh pulau yang komersil pikirku. Namun tak mengapalah, namanya juga untuk biaya pemeliharaan. Perjalanan berlangsung sekitar 1.5 jam. Pukul 08.00 kami tiba di P Sepa. Dari kejauhan pulau ini memang tampak sangat apik, dikelola baik oleh pemiliknya yang sangat besar kemungkinannya adalah pemilik tunggal. Terdapat beberapa kapal boat yang biasanya menjemput tamu dari Marina Ancol langsung menuju P Sepa.

Saya sampai tidak dapat berkata apa-apa saat petugas P Sepa menyatakan bahwa entri fee tiap orang adalah 50.000. Harga yang sungguh tidak masuk akal, meskipun kami hanya sampai jam 11.00 harga tetap tidak mau di turunkan. Saat kutanyakan pada teman-teman semua merasa keberatan, kapten kapal kami memberikan pilihan bila hendak ke P Puteri, yang tidak jauh dari P Sepa, entri fee nya 20.000/orang. Petugas P Sepa akhirnya memberikan keringanan biaya menjadi 30.000 untuk tiket masuk, namun semua terlanjur kecewa dan memutuskan untuk ke P Puteri saja. Sebenarnya harga ini bukanlah jatah preman atau harga yang sengaja diberikan oleh petugas, sebab semua itu jelas tertulis di peraturan yang ada, dan kami akan diberikan tiket masuk bila jadi bermain disana. Tetap harga yang terlalu mahal bila hanya untuk bermain-main di pantai selama kurang dari 6 jam.

P Puteri, here we come

Tidak kalah indah dari P Sepa, ongkos masuk juga lebih wajar, 20.000. Harga tersebut sudah termasuk bila kita ingin menikmati semua fasilitas umum yang ada di P Puteri. Di bagian depan kami sempat masuk dan menikmati aquarium bawah laut, yang seperti sea world mini.

Disepanjang pinggiran pantai terdapat cottage-cottage mewah yang menghadap langsung ke pantai. Kami sempat mengitari satu putaran P Puteri, yang ternyata tidak begitu besar. Diperjalanan kami melihat kolam renang yang sangat menggoda untuk kami gunakan. Kolam renang ini juga dapat kami gunakan secara gratis. Berhubung tidak membawa pakaian ganti dan hanya memakai celana jeans, saya mengurungkan diri tidak jadi nyebur. Disana juga terdapat lapangan tenis yang tentu saja dapat kami pakai juga bila membawa raket. Ditengah perjalanan kami sempat bertemu kadal yang cukup besar. Panjangnya mungkin satu meter lebih. Kadal tersebut berjalan sangat santai melintasi jalan di depan kami. Mungkin dia sempat berkata begini kepada kami,
”Selamat datang, anggap seperti rumah sendiri”
Hahahaha...kadal tersebut nampak sudah sangat akrab dengan manusia.



P Puteri memang sangat indah seperti yang dibicarakan orang-orang. Indah sebab pulau ini dikelola dengan baik dengan fasilitas yang memadai. Sangat cocok untuk bulan madu. Namun sepertinya tidak mungkin bila kita ingin mendirikan tenda di tepi pantai, sebab sepanjang pantai dipenuhi oleh cottage yang mengelilingi pulau. Kami juga sempat merasakan masakan di restaurant yang ada disana. Cukup lah, Cukup enak dan cukup mahal, standar dengan harga restaurant yang ada di Jakarta. Pukul 11.20 kami beranjak untuk kembali ke P Pramuka dan bergegas untuk naik kapal terakhir pukul 13.00. Waktu nya cukup mepet, saat tiba di P Pramuka, waktu sudah menunjukkan pukul 12.30. Semua bergegas packing dan menyelesaikan segala urusan pembayaran. Sedikit ada insiden, sebab saat dikejar waktu ternyata kunci rumah hilang, kami terpaksa mencari-cari terlebih dahulu sampai akhirnya kami meminta kunci cadangan kepada pemilik rumah. Untungnya ada.

Pukul 13,00 kami sudah stand by di kapal. Selamat tinggal P Pramuka, Kepulauan Seribu yang sungguh menawan. Keindahan alam Indonesia yang tiada habisnya.

Total pengeluaran sekitar Rp 300.000,- (include makan)
Rincian biaya
Busway : Kuningan – St Kota : 2000
Charter angkot (11 org) : St Kota – M Angke : 60.000
M Angke – P Pramuka : @ 60.000 (PP)
Kapal hari 1 (Kotok, Karang balik layar, Semak daun) : 350.000
Snorkeling set (snorkel, fin, life jacket) : @ 40.000
Rumah (14 orang) : 400.000
Kapal hari 2 (P Sepa-P Putri) : 450.000

Selasa, 22 Desember 2009

Rush in Tegal-Semarang-Jogja-Magelang-Jakarta

Just a little share about a rush trip that I’ve done few weeks ago.

Trip dipilih ke Jogja, sebuah pilihan yang aneh kalo menurutku. Mengapa?
1. Sebelumnya saya sudah sering ke Jogja.
2. Masih banyak tempat lain selain Jogja yang bisa menjadi alternatif
3. Terlalu direncanakan sejak jauh hari.
Alasan terbesar saya ikut ke Jogja adalah karena kota ini memang menawan, terlebih saya ingin bertemu dengan kawan-kawan lama yang berada di Jogja. Hasilnya??tak satupun saya sempat bertemu dengan kawan-kawan saya karena insiden bodoh yang mengakibatkan HP ku lowbat saat ingin memberi tahu kedatangan saya kepada mereka dan nomer mereka tak satupun ada di SIM cardku.Benar-benar tolol. Namun inilah Jogja penuh dengan nostalgia saat masih kuliah, saat masih menggunakan kereta ekonomi, KA Kahuripan, berangkat dari st Kiara Condong jam 20.00 – 07.00 tiba di St lempuyangan, hanya dengan Rp 26.000 saja. Setiap kali tiba di St Lempuyangan kalimat pertama yang saya ucapkan selalu ”Aahh..sudah Jogja saja..” (tentunya sambil tersenyum) Beberapa saat kemudian, kawan-kawan akan menjemput kami di stasiun dan membawa kami masuk ke dalam kota Jogja yang selalu menerima kami dengan hangat.

Sangat berbeda dengan trip kali ini. Perjalanan bisa dibilang ”RUSH” namun tetap memberikan cerita tersendiri di sudut ruang kota yang kami kunjungi hingga kami mencapai Jogja. Trip kali ini beranggotakan 14 orang yang berasal dari asal usul yang campur aduk. Enam orang diantara mereka belum pernah bertemu denganku sekalipun. Sulu, yang konon adalah seseorang yang sangat terkenal, Terry yang khusus datang dari Medan untuk trip ini (terharu), Iyenk dan Kisko dari Bandung, Ariel dari lampung dan Irwan yang ternyata masih tetangga dengan kosanku di Setia Budi. Nice to meet you guys.

Team Bandung (Palti, Siti, Kisko, Iyenk) dari jam 19.30, karena macet yang menggila, mereka baru sampai di kosanku pukul 24.00. Hari sudah berganti dan Rush ini sudah di mulai dari saat itu.

27 November 2009
14 orang berangkat dari Jakarta dengan sedikit insiden tertinggalnya 2 orang anggota di Menteng (Iyenk dan Kisko). Sungguh perjalanan yang dimulai dari satu insiden namun terkesan menggelikan. Perjalanan sesungguhnya dimulai jam 03.00 subuh. Sekitar pukul 10.00 kami mengisi perut di sebuah resto yang cukup besar. Jika dilihat dari luar, tempatnya meyakinkan, parkiran yang luas dengan lokasi dipinggir pantai.


Tertipu
Ternyata restoran ini adalah sebuah tempat yang sangat tidak worthed. Lama, mahal, nasi keras dan tidak enak.Nama restonya sebut saja Samula mula resto. Nama resto nya saya samarkan agar samula mula resto tidak bangkrut kehilangan pengunjung. Cukup lama kami disini, bukan karena kami ingin berlama-lama, namun karena kami lama menunggu makanan pesanan kami. Lama dan tidak enak membuahkan kecewa.

Selepas dari sana, mobil kami berhenti disebuah warung buah pinggir jalan. Kami membeli mangga Cianjur 1 Kg yang pada akhirnya mangga ini cuman termakan 2 buah, sisa yang lain tidak ketahuan nasibnya. Besar kemungkinan si mangga tertinggal di homestay saat check out. Malang benar nasib si mangga, semoga mas Anang menemukannya dan memakannya sampai habis. Mas Anang adalah suami dari artis ibu kota, yang tidak dapat membedakan antara Papa dan Bravo. Baca kisah perjalanan ini maka kalian akan tau maksud dari Papa dan Bravo.

Man of our car
Palti dan Agha adalah ”supir” dari mobil kami, mereka kami service dengan pijetan dan asupan makanan yang cukup selama perjalanan, berharap mereka tidak terserang kantuk. Di dalam mobil selain supir, kami juga punya ”The twin” yang selalu tidur sepanjang perjalanan. Kapanpun dan dimanapun, mau ada hujan badai dan gempa, the twin (Dina dan Siti) tetap terlelap di jok belakang mobil, menjaga barang-barang kami yang tertumpuk di belakang. Jok tengah di isi oleh 3 dara imoet (Susi, Chacha, Onie) yang tak boleh diam. Tugas kami yang berada di jok tengah adalah menemani sopir ngobrol dan memijat pundak sopir. Salah satu hal yang memprihatinkan terhadap mobil ini, adalah kami tidak dapat melaju lebih dari 60km/jam saat menggunakan AC. Mobil kami jalannya seperti keong. Kami selalu tertinggal jauh dibelakang mobil 800 (Plat mobil yang satu adalah D 800). Namun mobil 800 tidak dapat mengacuhkan kami, sebab EO ada di mobil ini, which is Palti dan Chacha yang telah memesan penginapan di Jogja.

Tegal dan Pekalongan
Mampir di tegal dan membeli tahu aci, lumayan merasakan jajan khas dari tegal.

Mampir di Pekalongan membeli batik. Kita tak kan mungkin bisa seperti ini apabila kami menggunakan jasa angkutan umun, kereta ataupun bis.Tak terasa hari kian sore dan beranjak malam. Suasana dalam mobil sudah mulai tak kondusif, sekitar pukul 20.30 kami akhirnya berhenti dan beristirahat untuk makan di Lombok Ijo, setelah hampir 30 menit kami habiskan untuk berputar putar mencari nasi gudeg rekomendasi dari 2 alumnus Undip (Irwan dan Ariel) yang tak dapat kami temukan juga.

Makanannya maknyus, entah karena memang enak atau karena kami sudah sangat lapar jadi apapun yang kami makan menjadi sangat enak, next time maybe we should try nasi gudeg rekomendasi itu. Setelah puas kami menjadi model di daerah sebuah gereja yang konon katanya (Ade) adalah simbol kota Semarang, kami kembali masuk kapsul Avansa dan memulai perjalanan panjang menuju kota Jogja.




Kota yang ditunggu
Sampai juga kami di Jogja setelah pergulatan dan pertarungan yang sengit antara capek dan ngantuk. Sungguh malam itu terasa sangat lelah sekali, kebetulan saat itu saya lagi menggantikan posisi dina sebagai The Twin, ternyata memang nyaman tidur di jok paling belakang. Mungkin karena sudah kelelahan juga, akhirnya saya tidur dan saat membuka mata, kota Jogja telah menyambut. Tugas kami selanjutnya adalah mencari alamat penginapan kami yang ternyata edan berliku. Penginapannya murah, hanya Rp 35.000/kamar satu malam. Sebenarnya adalah sebuah kos kosan yang kadang di sewakan sebagai homestay juga. Saat itu kami berjuang cukup keras untuk mendapatkan alamat ini, disana tertulis Kompleks Bring bring (seperti biasa, bukan nama sebenarnya) Blok P-1. Kompleks Bring bring berhasil kami temukan, kami mulai mencari blok P-1 yang ternyata setelah berputar-putar kompleks tidak kami temukan. Blok nya saja cuman sampai K kalau tak salah. Kami pun menelpon mas Anang, penjaga homestay, yang sedang menunggu kedatangan kami.
”Mas Anang, kami sudah di Kompleks Bring bring, ini Blok P-1 atau B-1?” Chacha mencoba mencari kebenaran dari keraguan ini.
”Haa??apa??” mas Anang terdengar bingung.
”Papa atau Bravo mas?” sahut Chaca
“Iya papa” mas Anang menegaskan
“P-1 ya mas? Bukan B-1?dari tadi kami dah muter-muter, tapi gk ada yang mpe P-1, adanya B-1 mas” Chacha kembali ingin menegaskan
Dengan santainya mas Anang menjawab
”Iya di B-1” (gubrak deh, langsung emosi seluruh penghuni kapsul Avansa D808)
Asal tau saja, nomer B-1 sudah 3 kali kami lewati saat mencari nomer P-1.

Good newsnya, kami sudah bisa istirahat meskipun hari sudah berganti, dini hari.

28 November 2009
Agenda hari ini adalah mengunjungi pantai, Pantai Sundak, Kukup dan Baron. Pantai nya biasa saja, harinya biasa saja, namun yang luar biasa karena bersama 3 dara imoet. Hahaha.


Di pantai baron terdapat pasar ikan, disana nampak juga banyak sekali perahu nelayan dan beberapa nelayan yang sedang membuat jala di pinggir pantai. Menu makan siang hari ini adalah seafood.

Jam sudah menujukkan pukul 14.00 raut wajah Agha nampak sedikit panik. Agha harus mengejar pesawat jam 16.00. Mobil D808 dan D800 berpisah disini, kami dengan mobil D808 mengantarkan Agha ke Bandara, sedangkan mobil D800 menuju pasar Bringharjo. Agha yang menyetir kali ini, dia terlihat sangat beringas, ngebut dan terkesan panik. Aku, Chacha dan Susy tak peduli, kami asik bercerita dan bergosip, the twin sudah terlelap, sedangkan Palti terlihat hanya diam. Setiap kali kami berhenti berbicara, Agha lantas berkata ”Jangan diam, ayo cerita lagi” Entah apa maksud si Agha ini, kami tak boleh berhenti berbicara, maka kami lanjut lagi bercerita dan bergosip sepanjang jalan. Untungnya kami dapat sampai di bandara dengan selamat dan Agha masih bisa check in. Posisi Agha untuk esok hari digantikan oleh kawan lama, Moe. Meskipun belum pernah nyetir jarak jauh, namun Moe memiliki tingkat ke-PD an yang sangat bagus untuk meng-upgrade skill yang dimilikinya. Great man, nice friend, Moe gitu lho. (dipuji biar besok-besok mau nyetir lagi :D)

Shoping time, Alun-alun selatan and Kopi Joss
Malam ini, kami mengunjungi toko Bintang Dagadu. Kami membeli cukup banyak disana, buat oleh-oleh orang rumah. Kami juga mengunjungi toko Mirota Batik. Lelah berbelanja, kami lanjutkan menuju alun-alun selatan. Disana sangat ramai dengan para pengunjung dan para penjual. Disana terdapat dua buah beringin yang tumbuh berdampingan. Menurut cerita yang berkembang, barang siapa yang dapat berjalan dari jarak yang telah ditentukan dan dapat melewati (ditengah) kedua beringin tersebut dengan mata tertutup, maka orang tersebut dapat meminta satu permohonan yang akan dikabulkan. Banyak yang mencoba, banyak yang gagal. Ada yang sudah hampir berhasil, namun beberapa langkah terakhir malah belok ke kiri. Ada juga yang berjalan dan kembali ke awal ia mulai. Sedangkan saya sendiri? Hampir menendang barang dagangan salah satu penjual disana.

Terdapat banyak sekali tempat penyewaan becak mini dan sepeda tandem disini. Harga penyewaan untuk sepeda tandem 2 adalah Rp 5000 untuk dua kali putaran alun-alun selatan. Sepeda tandem 3 Rp 10.000,- selama 15 menit. Saya dan Ariel sempat membuat gaduh sebab kami ngebut dan membuat pemilik sepeda marah karena kami sudah berputar lebih dari 2X. Maafkan kami ya pak, padalah saya mau nambah uang sewanya, namun karena bapak sudah terlanjur sakit hati, dan meninggalkan kami tanpa sempat berkata-kata.

Rute selanjutnya menuju angkringan Kopi Joss yang terletak di dekat stasiun tugu. Untuk para penikmat kopi, harus mencoba kopi ini. Kopi hitam biasa, namun sebagai pelengkap cita rasa, ditambahakan sebongkah arang yang panas membara di dalamnya. Saat arang masuk ke kopi terdengar berbunyi ”Josss....” Inilah mengapa dinamakan Kopi Joss. Konon katanya, Arang yang dipanaskan pada suhu diatas 250° Celcius akan menjadi karbon aktif yang berguna mengikat polutan dan racun. Konon karbon teraktivasi ini berguna untuk mengurangi ampas kopi, memperbaiki aroma, dan mengikat racun.

29 November 2009
Terry dan beberapa kawan yang lain belum pernah mengunjungi Borobudur, maka kami ke Borobudur dulu sebelum bergerak pulang ke Bandung melalui jalur Pantura. Siti, Moe, Palti dan saya tidak ikut masuk ke Borobudur dan lebih memilih menikmati segelas teh panas diwarung. Pukul 12.00 kami bergerak dari Borobudur menuju Bandung.

Hari ini bukan hari yang kami harapkan sebelumnya. Jalur pantura macet menggila.

30 November 2009
Terry ketinggalan pesawat jam 06.00. Pukul 11.00 kami sampai di bandara Sukarno Hatta, mengantarkan Terry ke Medan dan Irwan yang hendak ke Padang pukul 10.00. Sangat beruntung kawan satu ini, sebab Irwan masih boleh check in dikarenakan pesawatnya delay, sedangkan Terry terpaksa membeli tiket baru. Maka jadilah hari ini kami semua mangkir, korban jalur pantura.

Nice trip, but we better take jalur selatan for the next

Biaya perjalanan Jogja trip 26-30 November 2009 sekitar @Rp 350.000,-
Berikut beberapa rincian yang sempat tercatat :
Penginapan Rp 35.000/malam per kamar
Sewa sepeda tandem 2 Rp 5000,- per 2X putaran alun alun selatan
Sewa sepeda tandem 3 Rp 10.000,- per 15 menit
Sewa penutup mata beringin kembar Rp 3000,- untuk sepuasnya

Senin, 16 November 2009

Ujung Genteng

Baru 2 minggu dari Ujung Kulon, ada ajakan untuk mengunjungi Ujung Genteng (UG). Sebuah pantai selatan yang cukup terkenal di Jawa Barat.

The Gank
Setahuku, trip ini adalah acara kumpul bareng teman-teman SMA Palti dari Dumai. Namun sepertinya mereka kekurangan personil, alasan klise, agar biaya lebih murah, akan lebih baik bila personil dapat ditambah. Tanpa banyak berpikir, tawaran tersebut langsung aku terima, selain karena suka traveling, aku juga belum pernah ke Ujung Genteng.

The Team
Perjalanan dimulai dari Jakarta menuju Bandung untuk menjemput guide, Palti. Inilah kali pertama aku berkenalan dengan Chacha, Agha dan Tifa, sedangkan Susi sudah lebih dahulu aku kenal sejak Java Rockin Land yang lalu. Ternyata Tifa tidak ikut ke UG. Palti, Susi, Chacha, Agha dan aku that is the gank for UG trip this time.

Pantai Amanda Ratu (03 Oct 2009)
Demikian orang-orang menyebut daerah yang terdapat sebuah cottage yang cukup mewah dengan pemandangan pantai ekslusif. Suasana yang damai dan indah dapat anda rasakan apabila menginap di salah satu cottage disana. Hari kurang bersahabat, cuaca mendung dan gerimis menghampiri kami yang baru saja sampai. Tak banyak yang dapat kami lakukan, setelah cukup puas mengambil gambar, kami pun bergerak menuju Ujung Genteng, disana kami sudah menyewa sebuah rumah di dekat pantai Rancabuaya, Pak Ikin yang mencarikan kami rumah tersebut. Rumah tersebut memiliki 3 kamar tidur, ruang tamu, dapur dan 1 KM yang cukup besar yang kami sewa seharga Rp 350.000 saja.

Pantai Ombak Tujuh

Konon katanya kerena disana bisa terdapat 7 kali gulungan ombak yang mencapai pantai, sehingga dinamakan Pantai Ombak Tujuh. Perjalanan ke pantai tidak dapat dilakukan dengan mobil, bila ingin jalan kaki rute terlalu jauh, maka penduduk disana menyediakan transportasi ojek bila kita ingin mengunjungi pantai tersebut. Kami menyewa 3 buah motor dan seorang guide. Satu motor kami sewa seharga Rp 100.000. Perlu di ingat kostum yang tepat saat naik motor adalah : memakai sepatu, baju lengan panjang dan celana panjang. Sebab medan yang akan dilalui oleh motor akan banyak terdapat ranting-ranting yang tajam, cukup perih di kaki dan cukup banyak meninggalkan noda sayatan bila kita menggunakan celana pendek. Perjalanan ini kami tempuh selama 1.5 jam dengan medan yang aduhai edan. Man of this route adalah Chacha yang sungguh perkasa mengendarai motor ke Pantai Ombak Tujung PP. Shalute darling..

Pantai Ombak Tujuh

Ujung Genteng
Terdapat penangkaran Penyu di pantai Pangumbahan, tak jauh dari rumah sewaan kami. Waktu pelepasan tukik (anak penyu) dilakukan pada pukul 17.00. Apabila anda ingin ikut melepaskan dan melihat moment indah ini, pastikan untuk datang tepat waktu. Kami saat itu kurang beruntung tidak dapat melihat moment ini. Pukul 19.00 penyu biasanya akan datang dari laut dan akan bertelur di pantai. Berikut beberapa informasi penting mengenai penyu yang kami dapatkan dari petugas setempat :
1.Penyu sangat sensitif terhadap cahaya, ia akan bergegas kembali kelaut apabila saat ia ingin bertelur ia melihat cahaya. Pastikan tidak ada cahaya senter, blits kamera, HP ataupun rokok apabila anda ingin melihat penyu bertelur. Cahaya sangat mengganggu penyu yang sedang bertelur.
2.Penyu tidak peka terhadap suara. Tidak masalah apabila anda ingin berteriak sekeras kerasnya ataupun membunyikan musik dengan volume maksimal, sebab penyu sangat tidak peka terhadap suara.
3.Setelah bertelur induk penyu akan mengubur telur-telurnya dengan pasir pantai.
4.Cahaya diperbolehkan setelah penyu selesai mengubur telur-telurnya, dan anda dapat memotret penyu ataupun berpose bersama penyu.
5.Sekali bertelur seekor penyu dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur.
6.Setelah bertelur, induk penyu meninggalkan telur-telur nya dan kembali ke laut tanpa pernah kembali menjenguk anak-anaknya dan melakukan perjalanan melintasi samudera selama 2 tahun untuk mencari pasangan dan berkembang biak.
7.Setelah 2 tahun, penyu akan kembali ke pantai ini untuk kembali bertelur.
8.Umur penyu sangat panjang, bisa mencapai ratusan tahun.
9.Penyu hanya mendatangi pantai-pantai tertentu yang sesuai dengan habitat penyu.
10.Telur-telur penyu tidak diperjual belikan secara bebas, sebab penyu adalah binatang langka yang dilindungi oleh negara dan dunia.
11.Terdapat 7 jenis penyu di dunia, 6 di antaranya ada di Indonesia.
1.Penyu Hijau (Chelonia mydas)
2.Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)
3.Penyu Kemp’s ridley (Lepidochelys kempi)
4.Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea)
5.Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea)
6.Penyu Pipih (Natator depressus)
7.Penyu tempayan (Caretta caretta)
Hanya penyu Kemp’s ridley yang tidak pernah tercatat ada di perairan di Indonesia.
Penantian kami cukup lama, dan ternyata tidak hanya kami yang hendak melihat penyu, semakin malam pengunjung yang ingin melihat penyu bertelur semakin banyak, mungkin ada sekitar 50 orang lebih. Ketika tiba saatnya kami dapat melihat penyu, kami berada pada barisan yang paling depan dan kami berlari sekuat tenaga agar dapat menjadi yang terdepan melihat penyu. Hanya ada satu penyu disana, dan dia menjadi primadona di antara manusia-manusia kota yang ingin melihat sebuah aktivitas kehidupan liar.

Telur Penyu
Sebenarnya aku kurang puas, namun karena badan sudah capek dan saingan kami sangat banyak, maka aku mengurungkan niat untuk berfoto bersama penyu. Nice to meet you madam.

Bencana untukku
Aku kembali kehilangan HP, entah terjatuh saat menuju Pantai Ombak Tujuh atau bagaimana, Momo hilang, sudah berusaha mencari, namun tidak ketemu juga. Selama di UG, pikiranku juga terbagi dengan urusan kantor yang meminta perhatian lebih. Sungguh liburan yang cukup menyiksa psikologiku. Untungnya aku dapat menyelesaikan semuanya dengan segala macam bantuan dari teman-teman di Jakarta. Big Thanks to Mba Sandra yang baru saja nyampe dari Bandara langsung bantuin kerjaan ku. Thanks God, everything was undercontorol.

Curug Cikaso (04 Oct 2009)
Pulang dari UG kami mampir ke curug Cikaso. Untuk menuju curug Cikaso kami harus menggunakan perahu melewati sebuah sungai, tak sampai 10 menit, kami sudah sampai di lokasi. Biasa saja, namun yang menjadi nilai dari perjalanan ini adalah : kami sudah sampai di curug Cikaso. Perahu kami bayar Rp 60.000 untuk mengantarkan kami PP.

Curug Cikaso
Selesai sudah perjalanan ini, namun pertemanan ini akan terus berlanjut, Palti, Susi, Chacha dan Agha, pertemuan yang menyenangkan, perjalanan yang mengasikkan.
Total pengeluaran sekitar : @ Rp 300.000
Rincian pengeluaran (Rp) :
Sewa mobil 2 hari : 500.000
Penginapan 2 hari 1 malam : 350.000
Bensin : lupa
Snack : lupa
Bandung-Jkt (PP) : 20.000
Ojek Pantai ombak tujuh : 100.000/motor
Perahu Curug Cikaso (5 orang): 60.000/perahu

Adios amigos...sampai jumpa diperjalanan berikutnya..

Kamis, 08 Oktober 2009

Momo

Belum lama sejak kepergian Luffy.
Momo pun ikut meninggalkanku.
Aku tidak tau lagi harus berkata apa.
Mengapa semua nya pergi tinggalkanku?
Apakah ini pertanda?

Momo, meskipun kita belum lama bersama,
Namun kesederhanaan yang kau miliki adalah nilai lebih mu.
Mengapa sampai kau pun pergi dari sisiku?

Momo..tiada kata yang terucap selain
Selamat tinggal..
Hari itu, Sabtu tanggal 3 Oktober 2009 di Ujung genteng aku kehilanganmu.
Aku tidak dapat menemukanmu.
Hari sudah gelap, dan hujan.
Semakin sulit aku mencarimu ditengah kegelapan desa di Ujung Genteng.
Akhirnya aku harus melepasmu juga.

Momo, kesederhanaanmu tak kan kulupakan.

Selamat jalan Momo, bahkan type mu pun aku tak hafal.
Itulah yang menjadi nilai tambah mu, kesederhanaan.
Bayangkan saja, kamu hanya bernilai 300.000, itupun aku dapatkan dengan gratis.
Bahkan kau tidak pernah menuntut agar aku mengingat typemu.
Momo...met jalan yach...

Selamat Jalan Luffy

Luffy...
Setelah lama kita bersama..
Akhirnya perpisahan ini datang juga.
Enam tahun lamanya kau setia menemaniku.
Menemaniku berkegiatan, dan travelling.
Dikala susah, sedih dan bahagia.
Saat masih kuliah hingga bekerja.
Kau selalu menemaniku, kapanpun, dimanapun.
Kau selalu setia disampingku.

Kini..
Saat kau tak disampingku lagi.
Hari-hariku terasa sangat berbeda
Ada yang hilang, yang tak dapat tergantikan.
Kau kini tak bersamaku lagi.
Entah dimana kau kini.
Rindu aku akan sentuhanmu, akan suaramu.

Luffy...
Sunggu aku kangen kamu.
Tiada yang lain yang bisa menggantikan posisimu di hatiku.
Tgl 21 September 2009 adalah hari perpisahan kita.
Pagi itu di tanjung layar,
adalah kenangan terakhir kita.
Bahkan kau masih sempat mengingatkan waktu padaku.

Selamat jalan Luffy..
Maafkan ku yang tak sengaja melupakanmu.
Hingga akhirnya kau tidak ikut serta kembali ke Jakarta.
Luffy, meninggalkanmu di Tanjung Layar adalah hal terbodoh yang pernah kulakukan.

I miss you alot..
My lovely Luffy, SE T630i, always in my heart, tak kan tergantikan.

Kamis, 24 September 2009

Ujung Kulon National Park

"Manusia hanya dapat merencanakan."
Sebelumnya saya selalu melakukan perjalanan dengan sangat terencana, kisah ini adalah perjalanan yang tidak kami rencanakan, dadakan dan terkesan sedikit maksa, namun perjalanan ini sangat penuh dengan warna warni kehidupan. Banyak kejadian tidak terduga dan sangat diluar rencana, membuat hati kesal dan gulana. Namun ke elokan Ujung Kulon tidak terlukiskan dengan kata-kata, dengan keindahan alam yang masih perawan membuat petualangan ini sangat pantas kami lalui. Keindahan alam Indonesia sungguh tiada habisnya. So check this out !

Sabtu, 19 September 2009
Tri masketir

Itulah kami, yang tetap pede dengan perjalanan ini. Tepat pukul 00.00 saya, Palti dan Yani aka Kobba bergerak menuju terminal bus Kalideres. Menurut informasi yang saya dapatkan, bus Kalideres-Labuan berangkat pukul 02.00. Setiba di terminal kami sempat syock saat orang-orang disana mengatakan bus ke Labuan berangkat pukul 04.00, yang benar saja..ini saja baru jam 00.30. Untungnya kami aktif bertanya kembali dan seseorang mengatakan bahwa ada satu bus yang sudah mau berangkat. Senangnyaa....kami langsung bergegas ke sana dan naik ke bus yang dimaksud. Ternyata bus tersebut masih ngetem, tidak seperti mau berangkat. Kami pun memutuskan untuk duduk di bus sambil menunggu keberangkatan.

Halusinasi
Saat itu bus sangat panas, dikarenakan bus tersebut adalah bus AC, maka tidak terdapat jendela di dalam bus. Orang-orang pada bertahan di dalam bus, mungkin karena motto saat masih sekolah ”Posisi menentukan prestasi” berlaku juga di dalam bus, termasuk kami. Sudah sekitar satu jam lebih menunggu, belum ada tanda tanda bus akan berangkat, baju sudah basah dengan keringat, membuat pikiran ini terasa kacau. Tiba tiba, dari sela kursi saya melihat cewek yang duduk di depanku hanya memakai bra warna hitam. Mungkin sangking panasnya, si cewek tidak tahan dan membuka bajunya. Oh..sungguh panas yang edan. Serta merta saya memberitahukan Palti dan Kobba mengenai hal ajaib ini. Palti dengan sigap langsung ingin membuktikan perkataanku dan berdiri dari kursinya. Lantas ia berkata
”Lengkap kok bajunya”
”Haaaa?” tidak percaya, saya pun berdiri untuk memastikan, dan benar, bajunya lengkap. Halusinasi yang bodoh.

Ahirnya pukul 03.00 bus ini bergerak menuju Labuan. Ongkos dari Kalideres-Labuan dengan bus AC saat musim lebaran Rp 50.000. Pukul 06.00 kami sampai juga di Labuan. Setelah menunggu 2,5 jam akhirnya kami berangkat. Tau-tau baru jalan berapa meter elf kembali berhenti dan seseorang yang gondrong dengan gigi yang cukup mengerikan datang berkoar koar meminta ongkos kepada kami. Dengan seenaknya dia meminta ongkos satu orang ke Taman jaya sebesar Rp 100.000. gila aja tuh orang, tarif normal sebelum lebaran adalah Rp 25.000, benar-benar gila. Setelah perdebatan yang cukup alot, dan sempat mengancam menurunkan barang, akirnya kami damai dengan harga Rp 60.000. usai mengumpulkan uang, si calo membagi uang untuk dirinya dengan supir. Calo rakus yang mencari uang dengan cara pemerasan, sungguh miris melihat hal ini. Namun apa mau dikata, harusnya hal ini menjadi perhatian dari pemerintah daerah, untuk menertibkan pungutan liar yang sangat merugikan penumpang dan juga supir.

Desa Taman Jaya
Sebelum mencapai desa Taman Jaya, kami melewati desa Cibaliung, desa Sumur, dan banyak desa lain. Kami juga melihat penanda jalan menuju Pulau Umang. Pukul 14.00 kami sampai di penginapan Sunda Jaya, penginapan milik Pak Komar. Desa taman jaya sebenarnya sudah merupakan lokasi dari Ujung Kulon National park, namun untuk spot spot terbaik katanya ada di Pulau Peucang dan sekitarnya yang rencananya ingin kami jelajahi. Ongkos menyeberang sangat mahal 1,5 juta untuk satu perahu PP. Kami sangat berharap hari itu ada rombongan lain yang akan menyeberang ke Pulau Peucang, jadi kami bisa patungan menyebearang dengan harga yang lebih murah.

The poor "Mawar" or us
Saat itu pak Komar mengatakan ada satu rombongan yang memang akan menyeberang sore ini sebanyak 25 orang. Muatan kapal kata pak Komar sekitar 25 orang. Kami bertanya apakah kami dapat ikut menyeberang, namun pak Komar menyerahkan semua keputusan kepada pimpinan kelompok which is sebut saja "Mawar". Saya sangat optimis kami dapat menyeberang hari ini, sebab solidaritas pecinta traveling or backpacker itu sangatlah tinggi, kecil kemungkinan kami akan ditolak. Namun kenyataan berkata lain, "Mawar" yang datang ternyata jauh dari dugaan kami. Ia membawa satu rombongan keluarganya yang berjumlah 26 orang dengan barang bawaan yang sangat banyak. Namun banyak anggota yang terdiri dari anak kecil.
”Waduuh...masalahnya barang saya banyak banget”
Ternyata kami tidak diperbolehkan untuk ikut. Kekecewaan dan awan kelabu menghinggapi kami bertiga. Sepenggal percakapan yang terjadi :
”Mau berapa hari disana?”
”Satu hari pak”
”Waaahh..rugi kamu kalo cuman satu hari, saya 4 hari”
”kalau saya pergi kesini minimal 3 hari, kalo gk mending gk usah”
”Kalau kalian mau kesana, harus bawa barang seperti saya ini, yang banyak”
”Suka fotografi juga kan? Peralatannya aja sudah satu karung!!”
Sombong sekali orang ini, pikirku. Namun ada satu percakapan yang membuat kami semakin bertekat untuk tidak kalah semangat untuk ke Pulau Peucang,
"Kalau dibandingkan dengan Pulau Seribu, bagus mana pak?"
"Ah...Pulau seribu mah tidak ada apa-apanya, kalah jauuuuuhh"
Sahut pak Mawar dengan gaya nya yang khas. Seketika kami langsung membayangkan bagaimana indahnya Pulau Peucang. Pulau seribu saja tidak ada apa-apanya menurut Pak Mawar
Terakhir ia katakan
”Sori ya, bukannya gk mau kalian gabung”
”Dadah...”sambil melambaikan tangan serasa ia berkata
”Kasian deh lu gk bisa nyebrang” kalau ini sih jujur saya yang terlalu mendramatisir.
Dan mulailah sejak saat itu nama Mawar selalu kami perguncingkan. Entah apa salah si Mawar sampai kami selalu membuatnya menjadi objek pergunjingan kami. Yang pasti kami sadar dia tidak bersalah saat menolak kami ikut. Masalahnya hanya satu, ia bertemu kami yang sedang gundah gulana diwaktu dan tempat yang kurang tepat. Maka jadilah Mawar menjadi nama yang selalu kami bawa serta sepanjang hari bila rasa bosan datang.

Sore hari Pak komar memberikan berita surga, beliau mengatakan ada rombongan yang akan menuju ke Taman jaya berjumlah 4 orang, dan akan sampai besok pagi. Rombongan tersebut bahkan sudah menyetujui ingin bergabung dengan kami untuk menuju Pulau Peucang. Maka jadilah hari ini kami bergembira untuk menunggu esok hari yang kami nanti.

Minggu, 20 September 2009
Idul Fitri 1430H

Awan kelabu
Meskipun hari ini adalah hari kebesaran umat muslim, di desa ini terlihat biasa-biasa saja. Tidak heboh ataupun meriah. Keadaan semakin memprihatinkan, bosan menunggu dan team yang diharapkan tidak kunjung datang. Pukul 10.00 Pak Komar membawa kabar buruk bahwa team yang seharusnya berangkat tadi subuh membatalkan kepergiannya karena ada acara keluarga. Sungguh kabar duka buat kami. Team yang lain yang rencananya akan datang juga tidak kunjung datang, kabar terakhir, mereka stay di Ciputih, sekitar 1 jam sebelum Taman Jaya.

The show must go on
Perjuangan belum berakhir. Selain waktu yang sudah menipis, kami pun membulatkan tekat untuk tetap berangkat dengan menyewa kapal sendiri. Karena kami hendak nge-camp di daerah cibom, kami harus memakai jasa guide. Ini adalah standar keamanan yang diharuskan oleh setiap tamu. Kapal seharga 1,5 juta dengan jasa guide 200rb (2 hari) kami bagi tiga. Sedikit mahal, ah cukup mahal dan nekat, sebab kami tidak membawa uang sebanyak itu, kami mengutang pembayaran, kesepakanan dengan pak Komar, kami akan melunasi pembayaran di Labuan, setelah mengambil duit di ATM. Pak Komar yang mengerti keadaan kami setuju akan mengutus satu orang untuk menemani kami ke Labuan sebelum kami pulang untuk melakukan pembayaran. Maka jadilah jam 12.00 kami berangkat menuju P. Peucang

Pak Lebah, the incredible guide
Nama guide kami, sebut saja Pak Lebah. Umur pak Lebah sudah 60 tahun lebih. Perawakannya kurus, dengan mata yang sendu, bila bicara agak sedikit terbata-bata. Yang mengesankan, sampai membuat kami tidak dapat berkata-kata adalah saat kami bertanya,
”Bapak sering ya ngantar tamu ke Pulau Peucang?”
”Tidak, saya mah jarang, terakhir kesana tahun 70”
Galau, itulah yang saya rasakan saat itu. Saya tidak tega untuk menolak Pak Lebah dan meminta guide yang lain, beliau terlihat begitu kuyu dan lemah lembut, seorang bapak yang dapat saya liat berperawakan tenang. Kami mencoba mengambil nilai positif dari pak Lebah, mungkin dia masih ingat keadaan disana 39 tahun yang lalu, semoga tidak banyak perubahan, jadi beliau masih bisa kami harapkan.

Pak Lebah juga membawa peralatan masak seperti panci, dan peralatan makan, gelas, sendok dan piring. Air untuk masak kami bawa sebanyak 1 dirigen yang kami dapatkan dari kapal kami. Saat itu saya tidak membawa trangia ataupun bahan makanan yang menjadi ciri khas perjalanan saya bila hendak nge-camp. Tidak ada beras, tahu, tempe, telur, sayuran ataupun buah buah. Kami hanya membawa indomie 6 bungkus, 1 popmie, 4 bungkus biskuit dan minuman sachet. Benar-benar backpack yang gk niat. Soalnya saya sangat berharap di Pulau Peucang terdapat warung nasi, ataupun pemancing yang biasa menjual hasil tangkapannya, namun ternyata pulau ini masih sangat asri dan perawan, tidak ada penjual atau pun warung makan. Maka kami harus bertahan dengan logistik yang tidak seberapa ini. Cukup memprihatinkan, sebab inilah kali pertama saya melakukan perjalanan yang minim logistik. Namun tak mengapa, sebab kami semua bergembira.
Pulau Peucang, The paradise
Mata ini seakan tidak percaya dengan apa yang saya lihat. Sebuah pulau yang memiliki pantai pasir putih yang sangat indah. Biru air lautnya sangat jernih. Sunggu indah dan membuat mata ini tak bosan-bosannya memandang.

Ini adalah pantai terindah yang pernah saya lihat. Amazing..keindahannya tidak terlukiskan dengan kata-kata. Disamping itu, pasir putih P. Peucang sangat lembut seperti bedak tabur, sangat berbeda dengan pantai pasir putih yang lain. Kami sempat bertemu rusa, babi hutan dan monyet di Pulau ini. Mereka seperti ”Feel like home” meskipun terdapat manusia, seekor babi hutan mendekat dan berjalan-jalan layaknya hewan peliharaan.

Uang masuk pengunjung adalah sebesar Rp 2.500, asuransi jiwa Rp 3.000, biaya mendirikan tenda Rp 20.000 dan biaya parkir kapal Rp 100.000. Tidak cukup berlama-lama di sini, kami pun bergegas menuju Cibom untuk kemudian mendirikan tenda di Tanjung Layar. Tanjung layar adalah nama beken daerah tersebut, namun orang-orang desa menyebutnya ”Lentera”, sebab terdapat sebuah mercusuar peninggalan jaman Belanda. Saat itu kami ditemani oleh pak Rofik yang sebelumnya bertemu dengan Pak Lebah di P Peucang. Pak Rofik sebelumnya sudah dari Tanjung Layar dan baru kembali dari siarah di goa Sanghiang Sirah. Goa tempat prabu Siliwangi pernah bertapa. Pak Lebah memintaku untuk memperbolehkan Pak Rofik ikut, untuk membantunya selama diperjalanan.
”Ia mau ikut ke tanjung layar, boleh gk?” tanya pak Lebah
”Oh,,mau ke Tanjung layar juga?”
”Iya dia yang tau jalan, kemaren baru dari sana, nanti bantu-bantu saya” Pak Lebah menegaskan
”Oh, iya pak boleh pak”
Nampak Pak Lebah tidak begitu yakin dengan kemampuannya untuk mengantarkan kami sehingga ia meminta Pak Rofik ikut serta. Pak Rofik berperawakan terbalik 180 derajat dari Pak Lebah. Beliau sangat lincah, gemar bercerita dan kalau berbicara cukup ceplas ceplos. Pak Rofik malah terlihat layaknya guide kami, sedangkan Pak Lebah lebih cenderung diam dan memilih membantu kami mengangkat barang (tenda dan air) sepanjang perjalanan. Pukul 16.00 kami bergerak naik kapal menuju cibom. Sekitar satu jam kami sampai. Karena di cibom tidak ada dermaga, kami menuju daratan memakai perahu kecil.

Sebenarnya kami menyeberang kembali ke pulau jawa. Apabila punya cukup waktu, kita bisa melakukan perjalanan darat dari Taman jaya menuju tempat-tempat yang konon katanya untuk para pecinta alam patut untuk dikunjungi, Karang Ranjang, Cibandawoh, Cibunar, Sanhiang Sirah, Ciramea, Tanjung layar, Cibom, Cidaon, Tanjung layar, Citerjurn, Cigenter. Bila ingin mejelajahi semua itu, mungkin butuh waktu kurang lebih satu minggu. Bila beruntung kita bisa berkenalan dengan badak bercula satu, banteng dan berbagai fauna yang hidup bebas di TNUK ini. Berminat?

Tanjung Layar
Pukul 05.20 kami sampai di Tanjung layar. Melapor dilokasi penjagaan mercusuar, kami bertemu 3 pengelana lain, teman-teman pak Rofik, dan seorang penjaga mercusuar. Hidup sendiri, tanpa kawan, kebetulan saja hari itu ia ditemani oleh para pengelana, bila sedang tidak ada pengelana bapak penjaga hanya sendirian, ditemani sang mercusuar. Sekitar 1 bulan sekali ada pergantian shift untuk menjaga mercusuar ini.

Kami mendirikan tenda diatas tebing dan langsung menghadap pantai. Posisi yang sangat mantap untuk beristirahat. Malam itu dipenuhi banyak sekali bintang, namun tanpa ditemani sang rembulan yang menjadikan malam ini lebih sepi. Malam ini makan malam kami hanyalah 4 bungkus indomie dengan 2 potong buras yang kami bawa dari rumah Pak Komar. Sedih rasanya hanya makan indomie, namun mau bagaimana lagi, saya sama sekali tidak menyiapkan peralatan tempur seperti biasanya, namanya juga backpacker niat gk niat, hahaha. Setelah selesai makan bersama pak Lebah, kami mengantarkan beliau kembali ke rumah dinas di mercusuar. Pak Lebah tidak membawa perlengkapan camp, sehingga beliau memilih untuk tidur disana, ketimbang harus tidur beralaskan rumput disebelah tenda kami.

Tanjung Layar terletak di ujung Pulau jawa sebelah Barat Laut, disana terdapat sebuah mercusuar peninggalan Belanda yang masih berfungsi dengan baik. Sampai saat ini, jalan darat menuju Tanjung layar belum ada, kita bisa berjalan kaki dari Taman Jaya untuk mencapai Citerjun, Cidaon, Cibom, Tanjung Layar, Sahngiang Shira, dan masih sangat banyak tempat yang patut untuk dikunjungi di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) ini. Ahh..andai saat masih aktif kuliah saya mengetahui track ini, pastinya saya tidak harus melalui rute turis yang boleh dibilang cukup mahal ini. Daerah TNUK ini masih sangat perawan, bersih tanpa sampah yang menjadi ciri khas daerah wisata di Indonesia. Ingin rasanya TNUK ini dikelola dengan lebih baik dengan fasilitas yang lebih memadai, namun bila hal itu dilakukan, apakah ada jaminan keindahan alam yang masih alami dan perawan ini akan tetap terjaga? Disini akan sangat dibutuhkan sikap serius dari pemerintah untuk dapat menjaga kelestarian dan kekayaan alam Indonesia bila ingin pariwisata disini ingin lebih ditingkatkan. Mungkin memang lebih baik tetap membiarkan daerah ini sulit dijangkau manusia, agar kelestarian dan keperawanannya selalu abadi dan terjaga.

Freaky night
Sedang asik-asiknya ngobrol, tiba-tiba terlihat 2 bayangan dengan senter yang menerobos dibalik pohon dari arah belakang tenda menuju tebing. Terlihat dari nyala senter, kedua orang tersebut hendak menuruni tebing yang langsung menghadap pantai tersebut. Suasana terasa cukup menegangkan sebab lebay.com sedang beraksi. Dua orang tersebut cukup lama berada ditebing tersebut, kami dapat dengan jelas melihat nyala senter mereka, tadinya kami hendak menunggu mereka kembali dari sana, namun mata semakin ngantuk. Palti dan Kobba menyarankan agar tidur bergantian untuk berjaga-jaga, namun kupikir tidak seheboh itu, dan kusarankan agar kita semua dapat tidur, tidak usah ada yang berjaga-jaga.

Senin, 21 September 2009
Kami masih hidup tanpa kurang satu apapun dan dapat menikmati pagi hari yang cerah ini setelah segala kerisauan yang terjadi tadi malam. Terlihat pak Lebah dan pak Rofik sudah ada disamping tenda hendak memasak air panas. Kami bertiga berjalan-jalan sebentar dan melihat bangunan peninggalan sejarah disekitar Tanjung Layar. Puas menikmati indahnya Tanjung Layar dan mengambil beberapa gambar, saya meminta Palti menemani ke mercusuar untuk mencari toilet. Saat perut sudah kosong dan siap di isi, saya mencari cari 2 bungkus mie yang memang kami sisakan untuk sarapan pagi ini. Bolak balik saya mencari dari camp ke api unggun tempat pak Lebah masak, namun saya tidak menemukan sarapan kami. Pak Lebah pun datang menemuiku dan berkata
”Mie nya cuman 2, saya sudah makan dengan bapak itu”
”Tinggal aden bertiga, mana? Biar saya masak”
Sakit tertusuk pisau.
”Iya pak, mie nya tinggal itu yang terakhir”
Mungkin Pak Lebah tidak tahu kalau itu mie terakhir, setidaknya pak Lebah bisa berempati dengan keadaan kami yang tidak kebagian, namun kata Pak Lebah,
”Saya mah sudah makan..”
Kembali sakit tertusuk pedang.
”Oh iya pak”
Saya dan Palti tidak dapat berbuat banyak dengan kepolosan dari Pak Lebah kecuali meminta agar dimasakkan air panas untuk di seduh ke 1 bungkus Pop mie yang tersisa dan biskuit tim tam yang menjadi sarapan pagi hariku di Tanjung Layar. Prihatin, namun tetap bergembira. Sungguh penuh warna perjalanan kali ini bersama Pak Lebah dengan segala keajaibannya, dan Pak Rofik sang pengelana.

Tracking to Cidaon
Tepat pukul 08.00 sesuai dengan rencana, kami bergegas pamit ke Pos jaga untuk menuju Cidaon. Perjalanan sekitar 6 km dengan track menyusuri pantai. Selama perjalanan kami melihat beberapa ekor monyet dan burung rangkok. Track cukup mudah sebab jalan sudah cukup jelas dan tanpa rute pendakian, sesekali kami berjalan di tempi pantai merasakan hentakan ombak, dan kembali melewati hutan saat pantai tidak mungkin kami lewati. Ini kali pertama saya melakukan susur pantai, dan saat itu saya tidak memakai sepatu, hanya sendal jepit, cukup membuat kaki menderita terkena duri, salah kostum namun masih dapat ditolerir sebab beruntung tracknya mudah.

Tiga setengah jam akhirnya kami sampai di cidaon, terlihat ada sebuah dermaga dan sebuah kapal yang menjemput kami kembali ke P Peucang.

Palti’s Tragedy
15 menit dari Cidaon, kami sampai di P Peucang yang memiliki pantai yang sangat indah.Biru air laut dengan pasir putih yang bersih tanpa ada seorangpun yang bermain di pantai, seakan mengajak kami untuk segera merasakan beningnya air P Peucang. Usai memakai pelampung dan google, saya langsung berlari ke pantai dan menceburkan diri dengan pasrah.Segar sekali, takjub dan tak henti-hentinya saya berkata "amazing" dalam hati, bagaimana tidak, kemarin saat sampai di P Peucang, saya tidak sempat merasakan pantai ini, dan sekaranglah pelampiasannya. Terkena pengaruh histeria saya, Palti yang saat itu juga sudah memakai pelampung lantas ikut menceburkan diri, 10 detik kemudian dia teriak-teriak dan kembali ke tepi pantai. Palti nampak panik, ternyata tas pinggangnya lupa dilepas 2 HP dan 1 MP3 player ikut merasakan air pantai P Peucang.

Setelah tragedi itu, Palti nampak kehilangan gairah dan cenderung stress memikirkan nasib kedua HP yang saat itu tidur tak ingin dibangunkan.

Kami melanjutkan perjalanan menuju spot snorkeling di Citerjun dan Legon Waru. Daerah Legon waru sangat eksotis, pantai pasir putih yang indah, sama sekali tidak ada interaksi manusia, setelah pantai terdapat pohon dan semak yang menandakan kehidupan liar tanpa campur tangan manusia. Jejak burung dan ular terlihat disekitar pantai. Terdapat pula jejak yang nampak seperti tapak kucing, kata kobba itu harimau (lebay gk seh?). Diameter tapak itu hanya sekitar 5 cm dan dapat saya pastikan tidak mungkin ada harimau dengan kaki sekecil itu.

Palti tidak tertarik lagi untuk snorkeling di Legon Waru, mungkin masih dalam masa berkabung. Gw turut berduka cita Pal. Ternyata ini hari berkabung untukku juga, sebab HP ku hilang tanpa bekas, sepertinya tertinggal di Tanjung Layar. Selamat jalan Luffy (my HP’s name) I’ll miss you.

Pukul 16.00 kami bergerak pulang menuju desa Taman Jaya. Sekitar pukul 18.00 kami sampai di rumah Pak Komar.Pukul 04.00 subuh kami bergerak pulang dari rumah Pak Komar menuju terminal Labuan, perjalanan sekitar 4 jam dengan sedikit joget ditengah jalan yang berlubang si supir dengan asiknya tetap ngebut.

Ujung Kulon is really amazing. I must come back.
Special thanks to Pak Komar, Pak Lebah(yang udah bantu ngangkat barang-barang kami), Pak Rofik (yang dah nemenin kami jalan ke tanjung layar dan cidaon), Pak Mansur (kapten kapal kami), dan tentu saja team (Palti dan Kobba) tanpa kalian perjalanan yang indah ini tak kan mungkin bisa saya rasakan saat liburan kali ini.

Total Pengeluaran Rp 1.048.400 ++

Hebat..Perjalanan termahal yang saya setting backpack tidak niat. Namun sungguh, sebuah adventure yang menyenangkan, pastikan saya pergi tuk kembali.

"Ujung Kulon National Park" is a wonderfull place of my Indonesia"
Dont't believe it, just try it!!

Ujung Kulon-Prolog

Ketika libur lebaran telah tiba, it’s my time to have another adventure. Explore the amazing of Indonesia. Rancangan awal saya ingin kembali menjelajahi sebuah gunung yang saat masih kuliah tidak sempat saya daki, Gn Halimun yang terletak di jawa barat. Bukan gunung yang tinggi, namun terlihat sangat eksotis dengan hutan yang dimilikinya. Ditambah lagi, saya tidak ingin kembali berdesak-desakan dengan rombongan arus mudik bila hendak menuju daerah jawa yang cukup menyita tenaga.
”Itu gunung ya mba?” tanya Monoph saat ku tawarkan perjalanan ini.
”Aduh, gunung melulu, cari yang lain mau gk mba?”
”Pantai.., kalo Karimun Jawa gimana?”
Pas sekali, beberapa waktu yang lalu saya memang merencanakan sebuah perjalanan ke Karimun Jawa, namun tertahan oleh masalah waktu dan team. Saya langsung menyetujui tawaran Monoph dan saya mulai membayangkan bagaimana indahnya Karimun Jawa seperti yang banyak orang bicarakan.

Dua minggu sebelum hari H, Monoph membatalkan kepergiannya ke Karimun Jawa. ”Auchh....!” Kepalaku langsung sakit ditambah lagi dengan banyaknya pekerjaan yang datang sebelum freeze periode. Mendadak saya langsung membayangkan liburan yang kelabu, hanya di Jakarta dan Jakarta selama 1 minggu. Saat itu ada banyak masalah yang dapat menghambat liburan ini, pertama adalah masalah team, kedua adalah lokasi alternatif selain Karimun Jawa, yang saat itu saya putuskan dibatalkan saja. Selain lokasinya jauh, dan komandan perjalanan mengundurkan diri, saya lebih memilih lokasi yang mungkin bisa dikatakan lebih keren, tidak jauh dan tidak terkena arus mudik, pilihan itu adalah ”Ujung Kulon”.

4 hari sebelum liburan tiba, team yang pasti ikut hanya berjumlah 3 orang (saya, Palti dan Yani aka Kobba). Saya sempat pesimis dengan jumlah ini, dan diam-diam menganggap 80% liburan akan berakhir di Jakarta, di rumah tante, bersama koning, seli baru ku yang sangat cute. Namun saat itu Palti memiliki yang saya butuhkan, yaitu kepastian keberangkatan.

H-2, saat saya berpikir tidak mungkin si Palti dan Kobba mau jalan hanya dengan 3 orang, si Palti ngomong,
”Jangan ampe gk jadi nih!”
OMG..!! I really love these words..gw suka kalo ada orang yang se-kiri aliran gw (akhir-akhir ini, manusia aliran kiri semakin sedikit, sepi rasanya) hahahah...langsung gayung gw sambut untuk segera memantapkan rencana.

Karena posisi saya di Jakarta, agak sulit untuk menyiapkan peralatan nge-camp yang notabene semua ada di Bandung. Untung Astaka punya dome baru yang masih nongkrong di Grand Pancoran regency. Jadinya dome yang masih belum pernah dipake itu saya bawa serta

Maka dimulailah perjalanan ini bersama tri masktetir...

*The story begin to Ujung Kulon National Park*

Rabu, 19 Agustus 2009

Java Rockin'Land 2009

It was the first time of international rock music concert in Indonesia. It was held on 7th – 9th August 2009. There were 11 foreign and 22 local bands. There were a great days for my country, Indonesia, because 3 weeks ago 2 bombs blew in Marriot Hotel and Ritz Carlton Hotel, South Jakarta. I was worried if all of foreign band would cancel their schedule. I was wrong! All of them came and rock in our land. Vertical Horizon, MR BIG, Secondhand Serenade and all of us was hypnotized me that “We are not afraid with all of bomb issue in Indonesia”.

First day, Friday 7th August 2009
Vertical Horizon
Me and my friend, Siti was very enthusiastic to watch Vertical Horizon. She came from Bandung to Jakarta just for watching Vertical Horizon, cool yeah. We got 4 free tickets but all of my friends in Jakarta wasn’t interested came to JRL in Friday. Yeah, off course because all of us was very tired after office. That’s why only I and Sity could go to JRL that night. Siti arrived at 22.00 o’clock and we went to Carnaval Beach, place of Java Rockin’Land (JRL) was held, with Blue bird taxi. That taxi with the driver was mad us deeply. They were very slowly like a turtle. We must hurry to get there on time, because VH will start on 23.00 o’clock but they could not go up above 60km/hour. Grrrrrr….

Finally we arrived on 22.40, and here they are..Vertical Horison. Thank God, they were still singing when we came. And the good news, they have not sing yet “Best I ever had”. That was very nice entertain from VH, nice song with sweet voice and good performance. When they finished their last song, we asked them loud
“WE WANT MORE, WE WANT MORE”,


and they came again with 3 songs more. Nice and very kind. No regret to come for them.

Joujouka Madskippers
After that we looked around the JRL other stages, and we stopped at the small stage with 3 members of band who were played cool house music. Yes, that was Joujouka Madskippers from Japan. There were just around 10 people who watched their show. Not because they were bad, but it was Friday. Just a few people can came to JRL in Friday, and that was going mid night. They were filled the last show in segarra stage.

Taxi
We couldn’t find Blue bird taxi to take us home in Ancol area. In Jakarta, there were a few taxis which have best performance and good service. Most taxi in Jakarta have a bad service, you could be robbed or raped if you took a wrong taxi. Blue bird is one of the good one. We were stand enough long beside the street, beside Ancol station, so many bad people there, made us quite afraid. We decided to go away as soon as possible from there, we took one taxi and we stop it in Gunung Sahari street, beside Dunkin Donuts store. From there we finally got the blue bird, and it was picked us up to Pancoran safely.

Second day, Saturday 8th August 2009
Ancol
13.00 o’clock I went to Gambir to meet my friend Palti and his friends. Same with Sity, they were came from Bandung just for watching MR BIG. There are Susy, Amoy and Ugi also who would go to JRL. We start from Gambir at 14.00 o’clock and we arrived at Ancol at 16.00 o’clock. You don’t want to know why it could be so long to get there. So many people, we can not get a taxi to pick us up to Carnaval beach. A long traffic jam make taxi driver didn’t want to picked us. We decided to taken 3 ojek (motorcycle rent with driver) and take us to Carnaval Beach. We should pay Rp 50.000 but there was missed understanding that made Palti lose Rp 20.000.

Crowded
There were so much people there. Ricky, my office mate, joined us to explore the JRL. We took some picture with Sony Alpha 300, Palti’s camera. After watched Rif, we had dinner. Not a nice dinner, but that was enough help us to stand up for the next few hour. Now it’s time for secondhand serenade.

Secondhand Serenade
Time showed 20.55, 5 minute remaining for Secondhand Serenade show. Ough..we were late to take a position for watching. We couldn’t get a good position for watch. We just can stand up far away from stage, and see a small guy with an acoustic guitar singing a nice song. Sometimes I turned my neck to the screen and watched the bigger guy singing on the screen. I was tired, and I couldn’t enjoy the show. 30 minutes left, Palti asked us to leave and take a sit far away from the stage and watched the show to the screen. We take a rest and full filled our power for the next show, MR BIG.

MR BIG
Time showed 21.20 when secondhand serenade finished his last song, “Good bye”. When the people break from the stage (Gudang Garam Intermusic) field, we prepare and ready to go forward the stage and take position for the next show, MR. BIG. Some people go to the other stage (Gudang Garam dome) which will present Pure Saturday, but still there so many people who decide for waiting in the Gudang garam Intermusic stage area for MR BIG. We are some of them. We have to wait around 1,5 hour for the next show. MR BIG show schedule was on 23.00 o’clock. That was a very un-comfort situation. There were so many people stand with a small place. Can not get a fresh air, dehydration, and tired. Some of them sat, some people could not sat and have to stand until the show start. I tried to sat, but I feel worse, hotter, dizzier, so I prefer to stand again. When 23.00 o’clock, we sang ‘Indonesia Raya’ with the host and all band members who was showed in this stage (Rif, secondhand serenade) and finally…..Eric Martin, Pat Torpey, Billy Sheehan, and Paul Gilbert is coming. Hiaaa…. Every body jumped and screamed.


They were so amazing, in their old, they still have a good performance, nice vocal and performance from all of them. I really no regret have to wait 1,5 hour for them. They were gave us a cool show. We have to ask them “WE WANT MORE” many times for the legend song, “TO BE WITH YOU”.

Suffering
00.45, when the show finished. After take a rest, we decide to go home. Palti, Susy, Ugi, Moi, Ricky and me, have to walk (yes, by foot)from Carnaval beach to out side Ancol. Traffic jam made car stop in a long way. We got out to the big street in 2.00 o’clock. Our suffering still continued, we have to wait the taxi beside the street. So many people do the same thing like us. We couldn’t not find a good taxis, almost taxi didn’t want to use the fare-meter. Most of taxi in Jakarta in several condition, didn’t want to use the fare-meter, and give his own tariff for the customer. The tariff would be more expensive than usuall. We have to wait until 03.30 when a Gamya taxi came and pick us up. Six people got in the taxi. First we go to Gambir station, Palti, Ugi and Moi want to go back Bandung at 5.00 o’clock, and then Ricky in Kalibata, Susy in Mampang, and last, me in Setia Budi. All of us reached place safely.

Very thank to the driver who has a kindly for us. He used the fare-meter, and take us all. I couldn’t remember the driver’s name, but I can remember the car number is 452R. Thank you so much.

Those were great concerts, and a great adventure.

Jumat, 31 Juli 2009

Menjelajah Pantai Selatan, menyusuri Green Canyon

Sabtu 23 Mei 2009
Perjalanan kali ini dipilih lokasi pesisir selatan. Delapan orang (Adek, Jeki, Gimbal, Engkong, Supari, Bram, Ocha dan saya) dengan style backpacker menyewa sebuah mobil panter untuk mengantarkan kami selama 2 hari kedepan dengan biaya Rp.250.000/hari. Jam 00.30 kami bergerak dari secretariat Astacala, Bandung menuju pantai Pangandaran. Pukul 05.30 kami tiba di pangandaran, beristirahat sejenak dan sarapan bubur ayam di depan mesjid Al-Istiqomah. Setengah jam kemudian kami bergerak memasuki kawasan pantai pangandaran, dengan membayar uang masuk mobil sebesar Rp 27.000.
Pantai Barat Pangandaran
Inilah kali pertama saya melihat pantai pangandaran secara langsung. Menurut kabar, pantai ini tidak begitu bagus karena agak kotor dan ternyata kabar tersebut memang benar. Meskipun pantai sangat ramai dengan berbagai losmen, hotel maupun cottage, para pedagang dan para pengunjung berbaur ramai ditepi pantai membuat pantai tampak sangat penuh. Anak anak berlarian, muda mudi yang bercengkrama, para nelayan dan perahu yang terlihat ditepi pantai juga para penjual yang menjajakan berbagai macam makanan maupun mainan dan aksesoris, sungguh pagi yang sangat ramai.


Pantai Timur Pangandaran
Bosan berjalan jalan di pantai barat, kami memutuskan beranjak menuju pantai timur. Di pantai timur sudah dibangun pemecah ombk disepanjang pantai, jadi kita tidak bisa lagi melihat hamparan pasir pantai disana. Yang ada adalah batu batu karas berwarna hitam yang disusun sebagai pemecah pantai. Disekitaran pantai terlihat pelelangan ikan dan beberapa restoran makanan laut. Jeki langsung mengambil posisi untuk mengambil gambar desekitar pantai dengan camera Nikon D60, adek dan aku juga berhunting ria dengan camdig pocket.


Tak terasa matahari sangat terik menyengat kulit, mata terasa sedikit berat dikarenakan kami belum sempat tidur sejak perjalanan dari bandung. Puas hunting, dan seakan diusir dari pantai oleh sengatan sinar matahari pagi yang entah kenapa terasa sangat menyiksa kami pun memutuskan untuk beranjak dari sana. Pukul 07.30 kami melanjutkan perjalanan menuju Batu Hiu.
Batu Hiu
Sekitar 30 menit perjalanan kami pun sampai di kawasan pantai Batu hiu. Kami hanya dikenakan karcis masuk untuk mobil sebesar Rp 27.000,-. Tidak ada biaya masuk perorang sama seperti di pantai Pangandaran. Konon katanya, nama batu hiu diambil karena terdapat sebuah batu besar yang mirip sirip ikan hiu.


Di kawasan batu hiu, kita dapat menikmati pantai dari dua spot area yang berbeda. Yang pertama bisa menikmati pantai sama seperti pantai pada umumnya, yaitu lepas pantai dengan pasir hitam. Atau apabila ingin mendapatkan view yang berbeda, kita bisa naik kearah bukit dan akan menemukan spot yang sangat indah untuk menikmati pantai dari atas tebing.


Tempat yang asik untuk beristirahat. Ditemani oleh hamparan pohon yang rindang, dan hijaunya rumput membuat hati tak kuasa untuk merebahkan badan.


Saya yakin, siapapun yang melihat spot ini, pasti akan langsung mencari tempat untuk bersantai dan menikmati indahnya biru air laut dan deru ombak. Don’t believe it, just try it!


Hari itu Adek dan Bram yang menjadi koki, kami makan bakwan kornet dan...lupa...seingatku menunya tidak begitu menarik, namun thanks to the chef yang sudah bersedia masak untuk kami siang itu. Berkat mereka perut keroncongan ini dapat diam sejenak. Kami juga sempat menikmati segarnya kelapa muda yang disana dihargai Rp 5.000,-/buah. Setelah kenyang kami pun bisa melanjutkan perjalanan ke tempat yang cukup legendaris di Jawa Barat, ”GREEN CANYON”.
Green Canyon a.k.a Cukang Taneuh


Sesuai dengan predikatnya sebagai tempat yang legendaris, kami harus merogoh kocek cukup besar untuk dapat menikmati indahnya sang Legendaris. Satu buah kapal dihargai Rp 75.000,- dan itu pun maksimal untuk 6 orang (padahal untuk kapasitas perahu bisa hingga 10 orang) Karena saat itu kami berdelapan, dan petugas tidak mau dinego agar kami cukup memakai 1 perahu, kami pun menyewa 2 perahu. Aku, Jeki, Bram dan Supari satu perahu. Adek, Gimbal, Engkong dan Ocha diperahu yang kedua. Satu perhu ditemani oleh seorang nahkoda dan asistant nya.
Hijau
Benar-benar hijau air sungai di Green Canyon, sungguh anda tidak dibohongi oleh iklan iklan atau media sponsor yang mungkin sempat anda ragukan. Disekitar kanan dan kiri sungai rimbun ditumbuhi oleh pohon dan daun daun hijau. Tak jarang kami pun melihat biawak ditepi sungai.


Perjalanan yang sebenarnya adalah saat perahu ini berhenti saat batu batu besar menghadang laju kapal dan membuat sungai menyempit. Saya melihat banyak sekali orang yang meninggalkan kapal mereka dan berjalan-jalan diatas batu yang besar itu. Inilah adventure yang sebenarnya, menjelajahi Green Canyon dengan pelampung yang sudah disiapkan dimasing-masing perahu. Tentu saja dengan ekstra cost. Untuk dua perahu kami membayar Rp 160.000,- . Ekstra cost ini sebenarnya biaya tunggu perahu plus guide.
Nyebur..
Kami harus nyebur untuk mengeksplore sungai ini. Bagaimana nasib kamera kami? Tukang perahu sudah mengatakan bahawa kami dapat membawa camera bila mau, namun aku, jeki, ocha dan adek tidak ada yang percaya. Bok ya kami full basah dan harus berenang, ditambah lagi tetesan-tetesan air dari atas yang cukup deras membuat kami memutuskan tidak membawa camera untuk ditinggal di perahu. Beberapa saat setelah nyebur, tukang perahunya bertanya
”Kok gk jadi bawa kamera?”
”Ini kan bagus kalau difoto”
”Padahal ini saya sudah siapkan plastik”


Saya cuman bengong dari bawah melihat tukang perahunya berjalan disisi tebing sungai yang saat itu memang bertekstur tebing goa. Ternyata tukang perahunya berjalan menemani kami dari sisi sungai, itulah sebabnya dia berkata kamera dapat dibawa, sebab dia yang akan memegang kamera tersebut buat kami. Oh my God!!one mistake!!. Beramai ramai kami meminta agar camera kami diambil diperahu, namun sayang perahunya sudah diparkir cukup jauh dari tempat kami. Sedih yang tak berujung karena tidak ada dokumentasi saat kami lompat dari ketinggian 7 meter layaknya lompat indah. Kurang lebih 2 jam kami bermain-main di sungai legendaris ini, sampai akhirnya kami pun pamit. Ini menjadi pengalaman indah sekaligus cukup pahit bagi kami. Untuk kunjungan kedua, dipastikan kamera akan selalu dibawa.hahaha.
Batu Karas
Kata orang sih, save the best for the last. Batu Karas adalah tujuan pantai tempat kami menginap, mendirikan tenda. Dari tarif masuk saja sudah paling murah Rp 17.200,- ditambah lagi kata petugasnya bahwa pantai ini adalah pantai kelas 2. Sungguh terlalu. Jadi sebenarnya bukan save the best, but save the cheapest for the last. Hahaha. Dipersimpangan jalan engkong bertanya, “belok mana?”
”kiri”
Saat mobil dibelokkan ke kiri, kami menyusuri jalan yang sangat sepi, hening dan tak berpenghuni. Semakin jauh mobil berjalan, jalanan semakin sepi. Tidak ada rumah ataupun KM dan toilet umum yang saat itu adalah lokasi yang kami dambakan. Cukup was was namun hamparan laut yang tenang sore itu membuat kami memutuskan untuk menikmati sunset sebelum mencari spot untuk mendirikan tenda.


Tak ada kapal nelayan, hanya terdapat beberapa nelayan yang sedang menjala ikan dipinggir pantai dan seekor anjing liar yang telah mencuri snack kami. Benar benar sore yang sepi dan hening, suasana yang sangat jauh berbeda dari tempat-tempat sebelumnya.
Gelisah
Matahari sudah mulai menghilang, cahayanya samar-samar masih dapat kami rasakan dan membuat kami bergegas untuk segera berangkat. Kami tidak mungkin mendirikan tenda di pantai ini, sekeliling kami hanya ada semak belukar dan beberapa bangunan tua tak berpenghuni. Tidak ada kamar mandi maupun toilet untuk kami membersihkan diri kami yang basah sejak dari Green Canyon. Sama sekali tidak ada penduduk yang tinggal disini, tidak ada cahaya lampu dan hingar bingar percakapan yang kerap menemani disuatu desa dimalam hari.
”Kita balik ke Pangandaran saja lah” celetuk Adek yang saat itu tampak sudah cukup putus asa melihat gelap malam yang perlahan menyapa kami.
”Kita cari dulu lah, masa balik sih” mayoritas suara tidak menyetujui usul dari Adek. Akhrnya kami memutuskan melanjutkan perjalanan dengan memutar balik mencari simpang jalan tadi. Kami putuskan akan mencoba jalan yang satunya lagi, mungkin ada kehidupan disana. Harap harap cemas.
Cahaya
Tampak cahaya lampu dikejauhan saat mobil kami menyusuri jalan, beberapa rumah terlihat dan terdapat satu toko oleh-oleh dan beberapa warung. Layaknya surga yang dinanti, kami langsung memarkir mobil dan segera mencari Kamar Mandi umum untuk mandi dan berganti pakaian. Jalan kedepan sebenarnya masih panjang, agak sedikit nanjak dan cukup gelap bila dilihat dari tempat ini.Namun kami tidak ingin mengambil resiko untuk melanjutkan perjalanan lebih jauh, takut tidak bertemu kamar mandi umum lagi. Sekitar satu jam kami mandi dan beristirahat ditempat ini sebelum akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menyisiri jalan yang menanjak itu.
Kehidupan
Perlahan namun tak jauh dari sana, kami baru sadar ternyata inilah pantai Batu karas yang sebenarnya. Terdapat banyak penginapan, restoran sea food, warung dan tentu saja KM umum dan Toilet umum. Sedikit dongkol namun terasa cukup lucu, ternyata kami telah salah menduga area wisata yang sebenarnya. Mobil kami parkir ditepi jalan dan tenda kami dirikan dipinggir pantai. Sebelah kami sudah ada rombongan lain yang juga mendirikan tenda. Hmmmm...menu hari ini adalah makanan laut.
Ikan


Disekitar pantai Batu karas tidak terdapat tempat pelelangan ikan seperti di pantai timur Pangandaran. Tidak ada nelayan yang menjual ikan yang kerap bisa kita temui dipinggir pantai. Akhirnya Aku dan Bram berhunting ikan di salah satu dari 3 restorant seafood disana untuk mencari menu ikan bakar. Saat itu pilihan jatuh pada Ikan Kuwe seharga Rp 50.000/kg sudah dengan ongkos masak. Malam itu team memasak nasi sendiri dan ikan dimakan beramai ramai di pinggir pantai, di depan tenda. Sungguh malam yang menyenangkan.


Minggu 24 Mei 2009
Pagi hari barulah kami dapat melihat rupa asli dari pantai Batu Karas. Tidak jauh berbeda dari pantai sebelumnya. Berpasir hitam, banyak penjual dan para turis domestik yang meramaikan pantai. Pagi hari air laut mulai pasang, dan sekitar pukul 09.00-10.00 kami sampai harus menggeser tenda beberapa kali ke arah lebih keluar dari pantai sebab ombak mampu mencapai tenda kami. Seperti bermain kucing-kucingan dengan ombak.
Ongkos toilet/Kamar Mandi umum adalah flat Rp 2000,-. Untuk pemakaian satu jam, atau hanya 3 menit harganya tetap sama. Pukul 13.00 kami pun bergegas kembali ke Bandung.
Berikut referensi harga yang dipakai saat itu.


Ciamis adventure is a recommended track.