Kehidupan perkuliahan saya selama di Bandung sangat bergantung pada eksistensi kendaraan roda dua, yaitu sepeda motor. Saya sendiri tidak memiliki motor sehingga semua mobilitas dengan motor saya lakukan dengan meminjam.
Part I : Caving, Citatah
Hari itu, tepatnya tanggal 14 Juni 2007 saya menyelesaikan UAS terahkir, dalam kepalaku sudah dipenuhi banyak sekali schedule yang harus segera saya selesaikan. Tanggal 16 Juni direncanakan untuk melakukan caving bersama KMPA(Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam) ITB. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui lokasi gua yang ada di citatah dan untuk survey lokasi pendidikan lanjut AM (Anggota Muda) Kawah Asa (KA) yang kelak untuk dipertimbangkan. Konfirmasi baru sebatas sms, sedangkan hari “H” tinggal 2 hari lagi, saya sedikit pesimis kegiatan ini dapat berlangsung, sebab dari sekretariat sendiri tidak ada yang dapat menemani saya, agak miris memang, sebab caving sendiri di Astacala saat itu masih sangat baru. Pelopornya bisa dibilang saya dan Ade (saat itu menjabat sebagai Ketua Astacala). Untuk meningkatkan skill dan kemampuan biasanya kami melakukan latihan bersama mapala lain yang sudah lebih dahulu mengenal caving. Untuk memastikan segala sesuatunya, saya pun hendak berangkat ke ITB untuk melakukan koordinasi. Namun karena tidak mendapatkan pinjaman motor, koordinasi baru dapat dilakukan esok harinya dengan Beri selaku koordinator dari KMPA ITB.
Masih seputar peminjaman motor
15 Juni 2007,
Sebelumnya saya sudah mendapatkan pinjaman motor untuk jam 4 sore. Entah apa yang membuatku sangat sial hari itu. Saat itu yang empunya motor malah make motor yang sebenarnya sudah dijanjikan untuk dipinjamkan padaku, katanya sih cuma sebentar, dan berhubung dia yang empunya motor, saya maklumi saja, toh waktu itu jam masih menunjukkan pukul 15.00 dengan asumsi dia akan kembali jam 4 sore sesuai janji atau selambat lambatnya jam 5. Ternyata sampai jam 18.30 yang empunya motor bersama motornya (tentu saja) tidak kunjung datang, maka geramlah diriku yang tidak kuasa menahan emosi. Saya akhirnya mencari pinjaman motor lain, meskipun harus menguras pulsa telepon. Akhirnya dengan jalan yang sangat ruwet tapi sukses, saya berhasil mendapat pinjaman motor teman sekelas (Ucup). Jalur peminjamannya seperti ini: karena Ucup pulang kampung, motornya dititipkan ke teman yang lain (Amirul). Ucup sudah meminta Amirul untuk mengantarkan motor ke saya, namun ternyata Amirul lupa untuk mengantarkan. Saat saya telepon, ternyata Amirul sudah tidak berada di Bandung, yang mana oleh Amirul motor ucup dititipkan ke Amin. Akhirnya saya mendapatkan motor Ucup setelah menelepon Amin. Saat itu saya kesal sekali dengan si empunya motor yang menurutku telah “nipu” tidak bisa menepati janji, tapi ternyata ini memang harus terjadi, yah maksudku ada hikmah dari peristiwa ini. Ternyata rute/jalur menuju lokasi gua di citatah sungguh “edan” dan sangat tidak mungkin untuk memakai “Mio” (motor yang ingin saya pinjam sebelumnya) dalam kondisi jalan berbatu yang menanjak sekitar 30 menit. Kejadian yang mengesalkan itu pun kini tidak pernah menjadi kejadian yang mengesalkan yang sia-sia.
Akhirnya saya ke KMPA juga, saat itu waktu menunjukkan pukul 8 malam. Rekan rekan dari KMPA terlihat cukup kaget melihat saya datang sendirian. Dengan kepala yang cukup berat, dan tingkat stress yang tinggi saya melakukan koordinasi yang cukup lama dengan Beri. Dengan tingkat stress yang cukup tinggi, mengakibatkan saya sulit membuat suatu keputusan, akhirnya pukul 00.00 saya menelpon seseorang yang mungkin dapat membantu saya untuk membuat keputusan. Sepuluh menit waktu saya menelpon cukup membuat saya yakin untuk memutuskan, masuk gua vertikal dan horisontal dengan waktu pelaksanaan 16-17 Juni 2007 (tadinya ada alternatif hanya masuk gua horisontal dan hanya sehari, tidak nge-camp)
16 Juni 2007, an issue,
Pukul 18.00 dua rekan dari KMPA yakni, Baim dan Arfan datang ke sekre. Rencananya kami berangkat dari sekre Astacala, sebab tidak mungkin saya ke KMPA bawa motor sendirian sambil bawa carrier. Sekitar pukul 19.30 kami bertiga berangkat, saat ingin mengisi bensin, saya menyadari dompet tidak ada di daypack, akhirnya saya kembali ke sekre, mengobrak abrik tapi dompet tetap tidak menunjukkan keberadaannya. Dengann segala kekesalan saya kembali ke pom bensin, dan melanjutkan perjalanan menuju lokasi tempat Beri menunggu kami. Pikirku saat itu tidak mungkin menunda keberangkatan atau membatalkannya, maka akhirnya kuberanikan diri untuk nekad ke citatah tanpa dompet, dengan isinya yang paling penting: STNK motor :p
Tebing Citatah |
Sampai dicitatah dengan selamat. Ada masalah lagi...dome yang dibawa oleh anak KMPA ternyata framenya patah, maka jadilah frame itu harus kami sambung dulu dengan segenap cara yang mungkin ditengah kegelapan malam dengan ditemani oleh cahaya headlamp. Setelah berdiripun, bentuk domenya sungguh sangat menyedihkan, namun ia dome yang telah memberikan kami berempat tempat tidur yang cukup nyaman (karena tidak ada yang lain). Kami ngobrol beberapa saat di depan dome dengan secangkir minuman hangat. Baim dan Arfan tidur deluan, sialnya ternyata mereka berdua ngorok..!!!! Saya merasa terzolimi sebab saya cukup terganggu dengan suara dengkuran mereka yang sangat bervariatif. Saat saya ingin tidur, kira kira jam 01.30, malah jadi tidak bisa tidur hingga jam 02.30 dan harus bangun kembali jam 05.00, sungguh hari yang sangat melelahkan.
17 Juni 2007,
Setelah makan pagi yang menyedihkan (sarden dua kaleng dengan piring, sendok dan gelas masing masing berjumlah satu) kami membereskan camp dan seluruh packingan dimasukkan dalam carrier dan disembunyikan disemak-semak. Jadi kami hanya membawa dua buah tackle bag ke lokasi gua vertikal, gua sigai delapan. Jalan menuju entrance gua kira kira sekitar 20 menit, namun memiliki tingkat kesulitan yang boleh dibilang tinggi. Jalan turun sangat terjal hingga 80°. Setelah melalui medan yang membuat si Baim maen prosotan, akhirnya kami sampai juga di entrance gua. Alat dikeluarkan dan kami pun menyadari ternyata kami membawa sangat sedikit carabiner, bahkan webbingpun minim. Sungguh sangat miskin sekali.Meskipun demikian, sebagai leader, saya masih dapat melakukan rigging dengan selamat. Safety procedure tetap dijalankan sebab jumlah peralatan memang tidak melimpah namun tidak dibawah standart.
Rigging |
Bukan warung nasi |
Mission caving completed
Alat pengeruk kapur tebing Citatah |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar