Minggu, 18 Desember 2011

Pungli? Bukan…sumbangan kok

Pungutan liar atau yang beken dengan sebutan pungli sudah sangat umum kita jumpai di negara kita ini, Indonesia tercinta. Mulai dari pungli yang berasal dari aparat dan pejabat negara hingga para preman yang meminta “jatah” kepada para pedagang/orang yang mencari rejeki di “wilayah” mereka. Namun kali ini saya akan menyorot suatu aktivitas yang seakan seperti pungli, namun memiliki nama “sumbangan” sebab bukan suatu paksaan atau kewajiban.

“Maaf mbak, apakah mau memberikan sumbangan Rp 1000, per kupon ke P*I?”, sahut lembut seorang kasir bioskop saat saya ingin membayar tiket nonton theater saat itu. Ketika saya mengambil dompet dan tangan kasir sudah hampir merobek kupon tanda pembayaran sumbangan, seketika teman saya melarang saya untuk membayarnya. Dengan ketus dia mengatakan bahwa lembaga tersebut sudah memiliki anggaran dana yang sangat besar dari pemerintah dan tidak setuju bila masih saja meminta sumbangan seperti itu. Ternyata di seluruh bioskop dengan label yang sama menerapkan hal yang serupa, meminta sumbangan saat tiket akan dibayar. Sedikit setuju dengan argumen teman saya dan terlepas dari kenyataan pelit atau memang “kere” saya selalu menolak untuk menyumbang dan terkadang sedikit bercanda dengan mengatakan, “Saya sudah sering donor d*r*h kok mbak.” Mbak-nya lantas tersenyum sinis (eh manis deh), mungkin dia mengira saya berbohong, namun saya memang rutin melakukannya, setiap 3 bulan sekali bila tidak lupa dan memenuhi syarat tentu saja.

Demikian kejadian tersebut terus berlansung namun buat saya itu sama sekali tidak mengganggu dan dapat  diterima. Hingga pada suatu ketika belum lama ini, sayapun mulai terganggu. Saat ingin membayar tiket, mbak kasir yang selalu ramah itu mengatakan, “Dua tiket, Rp 42 ribu mbak..(@Rp 20 ribu)”, sambil menyiapkan 2 tiket theater dengan potongan kupon sumbangan P*I yang sudah disobek 2 lembar. Dengan lugu dan polos saya bertanya apakah sumbangan ini sudah menjadi kewajiban bila ingin nonton theater? Ternyata tidak, sehingga saya (lagi-lagi) menolak membayar sumbangan tersebut. Kejadian ini sontak membuat saya sedikit dongkol karena tindakan (baca: taktik baru) meminta subangan tersebut seperti memaksa dan memanfaatkan kebiasaan refleks otak manusia.

Untuk berargumen sepertini ini, sama sekali tidak diperlukan penjelasan ilmiah yang rumit namun cukup dengan mencoba mengingat-ngingat kebiasaan otak kita sehari hari. Saat kita disodori pertanyaan, otak kita akan memproses pertanyaan itu terlebih dahulu. Sehingga pada saat kasir bertanya, “Apakah anda mau menyumbang Rp 1000?” otak akan memproses pertanyaan "mau atau tidak?" dan seketika berbagai kemungkinan dan perhitungan muncul dalam otak kita sehingga dalam waktu sepersekian detik kita bisa memilih untuk menjawab “Tidak” kepada kasir yang ramah itu. Berbeda halnya bila kita disodori sebuah kalimat hasil seperti, “Semuanya Rp 42 ribu mbak”. Yang diproses dari otak kita adalah Rp 42 ribu sehingga, dalam waktu sepersekian detik juga, otak akan memproses perintah agar tangan kita segera mengeluarkan uang dan membayar nominal tersebut.

Untuk orang-orang kritis, pas-pasan bawa duit, perhitungan dan pelit, hal ini mungkin menjadi obstacle (penghalang) sehingga akan di-counter dengan bertanya balik seperti yang saya lakukan. Namun, sebagian besar orang tidak mempermasalahkan hal tersebut karena dipengaruhi oleh berbagai kondisi dan faktor eksternal. Bisa saja karena malu sama pacar, tidak mau dianggap pelit/perhitungan oleh teman-teman, tidak mau repot berpikir, ingin cepat, atau karena baru sadar saat sudah menyerahkan uang.

Dari sepenggal kejadian ini mungkin kita akan berfikir bahwa, bila kita membeli satu tiket akan ditawarkan (baca: diminta) menyumbang satu kupon. Bila anda berfikir seperti ini, ternyata tidak demikian. Jumlah kupon yang diminta untuk dibayar sangat bergantung pada kasir ramah yang melayani anda. Sebab pada suatu ketika, saat ingin membayar 27 tiket, mbak kasir yang ramah hanya menambahkan 5 kupon sumbangan dalam nominal pembayaran akhir. Kali ini saya mengalah dan membayar sumbangan tersebut.

Hingga kini saya belum pernah melihat laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban penggunaan uang sumbangan dari masyarakat ini. Paling tidak disetiap titik penyebaran kupon sumbangan dipajang laporan sementara jumlah dana terkumpul dan penggunaannya itu sudah “lari” kemana? Semua bentuk sumbangan diarahkan untuk membantu yang berkekurangan pasti di-amin-kan dan didukung penuh oleh masyarakat. Namun tentu saja diperlukan laporan penggunaan dana yang transparan oleh lembaga yang bersangkutan. Masyarakan tidak perlu bertanya-tanya lagi dananya sudah dipakai kemana, dan dapat menghilangkan pikiran negatif bila dana di-serong-kan ke kantong yang tidak seharusnya.

Hati nurani, pintu pertanggungjawaban terakhir

Transparansi itu perlu untuk sesuatu yang sangat sensitive seperti uang. Jangankan Rp 1000,- , uang Rp 100,- saja bila ada 100 juta orang yang menyumbangkan uang kembalian mereka sesudah berbelanja bisa terkumpul Rp 1 miliyar. Salah satu lembaga kemanusiaan internasional juga mengumpulkan sumbangan di tempat umum bekerja sama dengan kasir. Sepengetahuan saya, program ini sudah cukup lama mereka jalankan sebelum lembaga P*I mengikuti ide tersebut walaupun dengan cara yang lebih primitif (memakai kupon). Lembaga ini berusaha bertindak professional, bijak dan cukup transparan. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan kasir-kasir pusat perbelanjaan yang bekerja sama dengan lembaga kemanusiaan ini. Sebelum memberi tahu nominal pembayaran akhir kepada pelanggan, mereka akan selalu bertanya terlebih dahulu, apakah uang receh kembalian mereka ingin disumbangkan. Mereka baru akan memproses sumbangan yang nominalnya akan tertera pada struk belanja bila pelanggan menyetujui. Bila ternyata kembalian pelanggan tidak ada yang receh, mereka tidak akan meminta sumbangan. Jumlah pengumpulan dana sementara dipajang disetiap titik kasir yang bersangkutan sehingga setiap konsumen yang memberikan kembalian mereka mengetahui bahwa sedikit receh yang tidak begitu berarti bagi mereka bisa menjadi sesuatu yang sangat berharga.

Memang, hal ini tidak serta merta membuktikan bahwa dana tersebut benar-benar disalurkan seutuhnya kepada mereka yang disebutkan. Sebagian orang berargumen bahwa sebagian besar dana sumbangan tersebut digunakan untuk membayar gaji para pegawai lembaga kemanusiaan tersebut lengkap dengan fasilitas yang super mewah. Mengerutkan dahi, itu yang spontan saya lakukan. “Tega benar mereka”, pikirku. Namun saya cukup pada titik tindakan profesional mereka yang sudah mau berbagi informasi penggunaan dana tersebut. Satu nilai tambah untuk mereka, masalah kemana dan apakah tepat sasaran dana yang disalurkan itu akan menjadi pertanggungjawaban dengan hati nurani mereka sendiri sebagai pintu terakhir.

Sabtu, 10 September 2011

Ketika tanya itu datang

Ingatkah kau saat dimana kita masih bertukar sapa?
Sapaan hangat saat akan memulai hari dan ditutup dengan ucapan selamat tidur yang mesra..

Ingatkah kau saat kutatap dalam matamu?
Dengan menyiratkan suatu pesan yang dalam bahwa aku peduli, dan kau balas senyum kepadaku..

Ingatkah kau saat sepi menghampiri?
Bayang wajah dan kehangatanmu menggiringku tuk ingin bercerita kepamu, bertukar kisah setiap hari..

Ingatkah kau saat sedih menghampiri?
Dimana kau hibur aku dan mengingatkanku tuk terus tersenyum dan bersyukur..

Kemana kau kini?
Tak dapat kutemukan dan kutemui lagi..pada pagi maupun malam
Hilang tanpa sebuah kabar atau ucapan perpisahan..

Tak mengapa..
Sebab kuyakin semua ini ada makna dan alasannya

Sedih dan kecewa tersisa kini bersamaku,
Telah kurelakan bersama semua cerita dan waktu yang terlewati
Pergilah dan tersenyumlah untukku dimanapun kau berada..

Pesan dari penulis

Masih belum ada sebuah kisah perjalanan baru..Mohon maaf, namun mungkin saya akan coba menuliskan kisah perjalanan yang belum sempat saya posting..

Beberapa bulan yang lalu, ada satu perjalanan yang cukup menarik ke pulau Samalona, Makassar. Sebuah perjalanan pendek, tapi sangat seru dan menyenangkan. Namun sebelum itu saya ingin sedikit menuliskan sebuah sajak yang sedikit melankolis. Saya sudah lama sekali tidak menuliskan sajak, dan ini adalah kali pertama untuk saya menuliskannya lagi..

Krtik tentu saja diperkenankan :)

BR

Selasa, 30 Agustus 2011

Bungkusan untuk Berbuka

Mata seorang anak kecil terus tertuju pada sebuah bungkusan yang tidak sengaja terjatuh di tengah jalan. Sebuah kue bolu tergelinding keluar dari bungkusan tersebut. Anak lelaki itu hanya terdiam membisu saat motor yang dikendarai ayahnya perlahan berhenti ke tepi jalan. Tatapan kesedihan anak lelaki itu tertransformasi sempurna ke wajah sang ayah. Bungkusan untuk mereka berbuka puasa di rumah, jatuh berserakan.

Senin 29 Agustus, pukul 4 sore kejadian tersebut sontak membuat laju motor yang kukendarai melambat sejenak. Melihat kearah bungkusan yang terjatuh dan tatapan anak dan ayah tersebut seketika membuatku jatuh dalam kesedihan yang serupa. Makanan itu sudah berserakan di jalan, dan sang ayah masih berusaha untuk menyelamatkan menu berbuka hari itu. 

Pikiranku mendadak tidak karuan memikirkan bungkusan berbuka puasa anak lelaki yang mungkin saat itu masih belajar menjalankan puasa penuh. Apa jadinya bila mereka tidak punya uang lagi untuk membeli menu berbuka yang baru? atau apakah mereka hanya dapat membeli menu yang tidak terlalu istimewa untuk mengganti bungkusan itu?

Peristiwa ini membawa pikiranku melayang jauh membuat konsentrasiku menjadi kosong. Rasa kasihan yang saya rasakan sama sekali tidak memberikan solusi untuk anak dan ayah yang malang itu. Rasa kasihan hanya membuatku salah jalan karena konsentrasiku terinterupsi olehnya. 

Sebagian besar masyarakat Indonesia akan bersikap sama dengan apa yang kulakukan tadi, apatis. Hal itu karena kita semua telah hidup sekian lama di kota besar. Sifat pasif dan malas terlibat seakan menyelubungi seluruh badan membuat kita hanya dapat bergumam tanpa aksi yang nyata.

Peristiwa tadi mungkin kecil dan tidak lebih dari 10 detik namun memiliki makna yang sangat besar, sehingga membuatku ingin berbagi kisah ini. Semoga setelah membaca ini, tidak ada lagi Onnie Onnie lain dengan sikap apatis layaknya sore tadi.

Rabu, 24 Agustus 2011

Pelajaran sebuah senyum

Pikiran melayang dan menapaki suatu stadium dimana pikiran liar menari-nari memenuhi neuron-neouron otak dan membuatnya berdansa. Suatu masa yang mana setiap manusia di bumi ini sering melakukannya. Berkhayal dan bermimpi adalah pra-langkah kita dalam mencapai tujuan yang besar.

Mimpi adalah kunci untuk membuka pintu masa depan. Dari sebuah mimpi, anak seorang petani dapat bersekolah hingga ke Jepang dan menjadi peneliti hebat. Orang-orang yang berani bermimpi adalah orang dengan satu langkah lebih awal menuju sukses.

Mungkin pada suatu ketika saya ingin bertanya kepada seorang pengemis dijalan, seorang tuna wisma, ataupun seorang penjual jamu gendong. Apakah mimpi dari mereka?

Seorang ibu dengan jamu gendong bawaannya terlihat keluar dari sebuah gang sempit. Masih jam 3 sore hari, sekitar 3 jam menjelang buka puasa. Ibu itu tersenyum padaku sembari dia berjalan untuk memulai menjajakan jamu jualanannya. Ah, siapakah yang akan meminum jamu di jaman yang modern ini? Masih 3 jam menjelang buka puasa, apakah ibu ini hanya mengisi waktu saja berjalan selama 3 jam sebelum orang berbuka? Negara ini, atau lebih tepatnya, kota ini memang bhineka tunggal ika, tidak semua beragama muslim dan berpuasa. Namun, pikiran ini tak henti ingin bertanya, kemana gerangan ibu ini berjualan?

Sebuah senyum yang dia sampaikan sesat ketika menatap saya seakan ingin mengucapkan sebua mimpi yang ia miliki. Entah apapun mimpi dari ibu penjual jamu gendong, senyum yang ia ciptakan sebelum berangkat bekerja adalah awal yang baik untuk memenuhi mimpinya.

Terima kasih atas pelajaran hari ini, sebuah senyum sebelum beraktifitas dalam menggapai mimpi.

Jumat, 15 April 2011

Center of Interest di Tanah Borneo

Matahari beranjak pergi dari peraduannya, ketika pesawat kami mendarat dengan mulus di Bandar Udara Internasional Sepinggan, Balikpapan, Kalimantan Timur. Hamparan laut dan desiran ombak menyambut kedatangan para penumpang yang turun dari pesawat.

Sekilas bandar udara ini mirip dengan Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali. Landasan menghadap laut lepas dengan gedung bandara yang tidak begitu besar namun bertaraf internasional. Bedanya, disini tidak terlihat canang (sesajen) dan patung yang memakai kain poleng (kain motif kotak-kotak hitam putih) khas Bali. Tentu saja, sebab ini adalah tanah Borneo. Suasana etnik khas dayak dan banjar yang menghiasi bandar udara ini. Seperti pilar-pilar gedung yang dibalut kayu ulin dan diukir motif khas dayak menjadi pemandangan unik tersendiri.
Meskipun tidak menyandang sebagai ibukota provinsi, Balikpapan merupakan kota yang paling maju di Kalimantan Timur. Bahkan taraf hidup di kota yang memiliki luas 503,3 km² ini sudah melampaui Jakarta, ibukota Negara RI. Perekonomian dan taraf hidup masyarakat Balikpapan menjadi sangat tinggi karena disokong oleh banyaknya industri minyak dan gas bumi yang beroperasi. Walaupun demikian, tidak ada ciri khas khusus di kota yang memiliki julukan kota minyak ini. Kota yang heterogen dan majemuk itulah Balikpapan. Pendatang dari berbagai suku datang menaruh harapan dan masa depan mereka. Bukan hanya itu, para pekerja asing juga ikut-ikutan mengais rejeki dan mendulang harta dari hasil bumi Borneo.

Keheterogenan dan memiliki tujuan hidup yang sama yaitu bekerja, membuat kota ini tumbuh bersahabat, tertib dan teratur antar masyarakat. Tidak pernah ada demonstrasi massa ataupun kerusuhan seperti yang terjadi di berbagai kota lain di Indonesia. “Di sini tidak pernah ada demo, semua sibuk bekerja. Kalaupun ada mahasiswa, mereka adalah mahasiswa yang juga bekerja. Mereka tidak punya waktu untuk berdemo kepada pemerintah. BBM atau bahan pangan naik berapa kali lipatpun tidak akan berpengaruh di Balikpapan,” kata Tajudin, salah seorang teman yang bekerja di Kutai Kartanegara.

Pantai Kemala
Walau tidak punya sesuatu yang khas, namun Balikpapan mampu menjadi center of interest di tanah Borneo. Banyaknya pendatang dan pebisnis baik asing maupun lokal yang meramaikan Bandar udara Internasional Sepinggan setiap hari membuat perputaran perekonomian sangat besar. Tak heran para pedagang dari segala penjuru bumi Borneo berlomba-lomba membuka usaha bisnis di Balikpapan. Sebagai contoh, berbagai kerajianan tangan khas Kalimantan dapat dengan mudah kita temui. Tidak hanya itu, bagi para penyuka perhiasan batu mulia tidak perlu repot ke Martapura, kota penghasil berlian di Banjarmasin. Cukup berkunjung ke Balikpapan, hasrat tersebut dapat dengan mudah terpenuhi.

Pasar Impres Kebun Sayur

Tidak terlihat seperti pasar sayur pada umumnya. Tidak ada bakul yang dipenuhi sayur mayur, juga tidak ada buah-buahan dan timbangan. Etalase kaca berjejer rapi dengan berbagai jenis perhiasan di dalamnyalah yang menyambut kedatangan para pengunjung. Berbagai jenis kerajinan tangan bernuansa etnik Dayak dan Banjar terpajang rapi disalah satu sudut pasar seakan ikut menyapa para pengunjung yang tidak pernah sepi setiap hari.

Inilah Pasar Impres Kebun Sayur, pusat oleh-oleh terlengkap di Balikpapan. Di sini tersedia segala bentuk oleh-oleh khas Kalimantan, baik kerajinan tangan hingga perhiasan batu mulia. Namanya boleh pasar, namun bisa dijamin kebersihan lingkungannya. Selain karena memiliki koleksi oleh-oleh yang lengkap, kebersihan lingkungan ini juga yang mungkin mambuat para pengunjung mrasa nyaman dan betah berlama-lama. Tak jarang pembeli bisa berjam-jam menghabiskan waktu.

Di salah satu sudut kios terlihat tiga perempuan asyik merangkai batu-batu perhiasan menjadi sebuah kalung. Mereka bukanlah para pekerja kios yang sedang membuat produk, melainkan pembeli. Ternyata ini salah satu cara untuk memanjakan pelanggan. Pembeli diperbolehkan merangkai sendiri perhiasan yang diinginkan. Hal ini membuat mereka yang kreatif dan perfectionist menjadi terpuaskan.

“Saya memang langganan di sini, dan bisa berjam-jam kalau sudah begini,” kata Bobby, seorang ibu asli Bandung namun sudah menetap di Balikpapan selama 28 tahun. Sepiring rujak segar dari pemilik kios hadir melengkapi kegiatan mereka.

Yellow Safir-Merah Birma-Jamrud-Rubby-Blue Safir

Selain menjual perhiasan batu-batu alam dengan harga terjangkau, pasar ini juga menjual berbagai jenis perhiasan batu mulia dengan harga selangit. Meskipun batu mulia asli Kalimantan hanya ada tiga jenis, yaitu kecubung, akik dan berlian, berbagai jenis batu mulia impor juga lengkap berjejer rapi di etalase kios. Sebuah cincin batu jamrud dengan taburan berlian disekelilingnya dan diikat cincit emas putih dihargai sebesar Rp 90 juta. Sebuah harga yang fantastis. Tak heran, pasar yang terdiri dari 641 kios dan buka setiap hari hingga pukul 18.00 WITA ini bisa mencapai omzet Rp 2 miliyar sehari.

Teks&Foto : Vonny Pinontoan

Selasa, 15 Maret 2011

Siapa sahabat Jakarta?

Apa yang ada dalam pikiran Anda saat mendeskripsikan Jakarta, Ibu Kota Negara Republik Indonesia, dalam satu kata?

Tidak bisa dipungkiri bahwa selain sebagai ibu kota Negara, Jakarta merupakan pusat bisnis dan perkembangan ekonomi di Indonesia. Itulah mengapa masyarakat Indonesia dari seluruh penjuru tanah air berbondong-bondong datang ke Jakarta. Mencari kerja, melihat peluang bisnis dan kemudian menetap di sana. Orang-orang yang mencari peruntungan di Jakarta sangat beragam dari strata sosial yang majemuk. Yang miskin dan yang kaya sama-sama menjadikan Jakarta sebagai kota yang dapat menyediakan harapan untuk masa depan mereka.

Tak heran, kota dengan jumlah penduduk mencapai 8 juta jiwa ini pun menjadi penuh sesak dengan berbagai macam suku, gedung tinggi hingga perkampungan kumuh, mobil, motor, maupun truk. Macet pun menjadi makanan sehari-hari masyarakat yang bekerja di Jakarta. Bekerja di Jakarta belum tentu tinggal di Jakarta. Itulah sebabnya jumlah masyarakat Jakarta di siang hari lebih banyak daripada malam hari. Penambahan tersebut berasal dari masyarakat yang tinggal di Depok, Bekasi maupun Tangerang namun bekerja di Jakarta pada siang hari.

Selain melatih tingkat kesabaran, macet di Jakarta juga bisa membuat urat syaraf menjadi tegang. Bagaimana tidak, dikala waktu sangat berharga, macet menjadi kendala. Sesama pengguna jalan dapat saling perang urat syaraf karena sama-sama mengejar waktu di tengah kemacetan. Omelan, makian hingga serempet dan tabrakan yang menyebabkan kematian adalah hal yang mendampingi dampak kemacetan tersebut.

TransJakarta untuk Menghindari Macet, katanya.

TransJakarta atau yang umum disebut Busway menjadi solusi yang ditawarkan oleh Pemerintah Kota Jakarta. Dengan adanya Bus TransJakarta, diharapkan pemakaian kendaraan pribadi dikurangi. Masyarakat menyimpan mobilnya di rumah dan menggunakan bus yang berbahan bakar gas ini ke kantor. Selain murah, hanya Rp. 3500,- untuk seluruh rute, Bus Trans Jakarta juga full AC. Murah, nyaman dan bebas macet adalah tawaran solusi yang sangat menggiurkan. Tawaran ini seakan memberikan angin surga untuk pemberantasan macet di Jakarta.

Adalah tahun 2004, pertama kali busway di operasikan di Jakarta. Sistem transportasi ini dimodelkan berdasarkan sistem TransMilenio di Bogota, Kolombia. Meskipun begitu TransJakarta memiliki jalur terpanjang dan terbanyak di dunia. Sudah 10 buah koridor resmi dibuka sejak 6 tahun lalu. Dua buah koridor baru, 9 dan 10, menjadi pemain baru di tahun baru 2011. Namun semua ini masih belum dapat mengatasi kemacetan di Jakarta.

Macet di jalan atau di antrian?

Bila menggunakan jalur biasa, mobil atau motor akan terkena macet di jalan, tetapi bila menggunakan busway akan terkena macet sebelum naik bus dan macet saat di dalam bus. Tidak tanggung-tanggung keduanya memiliki lama waktu macet yang fantastis, bisa berjam-jam. Antrian panjang dan lama ada di halte transit bus seperti di harmoni, dukuh atas dll. Sedangkan pada halte-halte lain, meskipun antrian tidak panjang namun saat bus datang penumpang tidak dapat naik karena bus sudah sangat penuh. Bahkan pintu bus sulit dibuka ataupun ditutup. Lantas kemana angin surga yang dulu ditawarkan itu? Dengan bus yang sangat penuh seperti itu, unsur kenyamanan sudah hilang. Untuk bernafas, berdiri dan berpengangan saja sudah sulit. Bagaimana dengan standar keamanan sebuah bus? Berapa jumlah maksimum angkutan sebuah bus TransJakarta? Entahlah, Pemerintah kota seakan mengabaikan hal-hal penting seperti sebuah hal kecil.

Mampang
Beberapa waktu lalu, seorang anak kelas 4 SD tertabrak oleh bus Trans Jakarta di jalur busway daerah Mampang. Kejadian ini menambah serangkaian duka yang menyelimuti alat transportasi ini. Mampang adalah salah satu kawasan di Jakarta Selatan yang sangat macet. Terdiri dari dua ruas jalan untuk dua arah dan dilengkapi oleh jalur bus way di tengah. Banyaknya kendaraan pribadi maupun umum yang melewati jalan ini membuatnya selalu macet sepanjang hari. Lantas, mengapa seorang anak kecil dapat menyeberang jalan di lintasan busway?

Solusi-solusi Mandek
Jumlah mobil dan motor selalu bertambah, tidak sejalan dengan konsep busway untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Jumlah armada busway juga tidak berbanding lurus dengan jumlah pengguna yang kian hari kian bertambah. Lantas solusi apakah yang harus dimiliki Jakarta untuk memberantas macet?

Batasi pengeluaran mobil baru, menaikkan pajak mobil, atau pelarangan menggunakan bbm bersubsidi adalah solusi-solusi yang muncul ke permukaan. Namun apakah solusi ini didukung oleh sistem dan pelaku yang taat? Sebab seberapa pun banyaknya solusi itu tidak pernah bisa mengatasi macet di Jakarta. Lihat saja tiang-tiang mono rel yang dulu dibangun oleh Sutiyoso sewaktu masih menjabat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Proyek yang juga dijadikan alasan untuk memberantas macet di Jakarta itu hingga kini hanya dibiarkan menjadi pajangan ditengah jalan. Terbengkalai tidak terurus, dan hanya menjadi perusak estetika jalan raya. Tanya kenapa?

Senin, 14 Februari 2011

Sebuah kisah klasik untuk menjawab pertanyaan klise

Terkadang saya tidak mengerti dengan apa yang sudah saya lakukan. Pernah suatu ketika saya menyadari sedang berada ditengah hutan. Inilah kali pertama saya memasuki hutan, bulan Januari 2004.

Badan basah karena hujan, pundak letih karena mengangkat perbekalan di dalam carrier, dan kaki melepuh karena diharuskan menggunakan sepatu PDL tentara. Inilah hari pertama pendidikan dasar Astacala, Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam (PMPA) STT Telkom, Bandung. Setelah sebulan yang sebelumnya saya telah menyelesaikan serangkaian teori kelas tentang ilmu dasar kepecinta alaman. Hari itu, setelah berjalan kaki sejauh kurang lebih 7 kilometer saya dihadapkan pada situasi yang tidak saya mengerti. "Kenapa saya ada disini?" "Apa yang kulakukan disini?"."Buat apa saya tidur di tengah hutan, diselimuti dingin, kotor, dan kelelahan?" "Apakah saya harus melanjutkan pendidikan ini?lebih enak saya tidur di kamar dengan belaian lembut bantal dan selimut." Begitu kira-kira kata hati saya yang terus menerus menghantui sepanjang malam. Malam pertama ditengah hutan.

Keinginan saya untuk ikut serta dalam seleksi penerimaan anggota baru mahasiswa pecinta alam sudah menjadi tekad saya sejak duduk dibangku SMA. Namun saat dihadapkan pada situasi yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, hati ini mulai ragu. Inilah yang kerap terjadi saat kita menjalani hidup. Kebulatan tekad pun dapat goyah apabila kita dihadapkan pada situasi yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Pikiran-pikiran negatif muncul tanpa henti dan membuat semangat yang tadinya menggebu-gebu menjadi redup atau bahkan hilang.

Beruntung saat itu saya memiliki teman yang mengingatkan saya. "Kalau harus ada yang mundur dari kelompok kita, saya pikir itu bukan kamu", kata Surotong dan Tukul, teman kelompokku saat kuceritakan ingin mengundurkan diri. Kata-kata itu seakan membangunkanku untuk segera keluar dari khayalan zona nyaman yang kuinginkan. Bila orang lain saja bisa percaya saya mampu, lantas apa alasan saya untuk tidak mampu? Sejak saat itu, pikiran untuk mengundurkan diri langsung lenyap tanpa pernah menghampiriku lagi.

Karena tak ada satupun dari kami yang mengetahui kapan kegiatan ini akan berakhir, 5 orang sempat memutuskan mengundurkan diri, 30 menit sebelum acara pelantikan dimulai. Kala itu semua peserta sudah berada pada titik batas kemampuan, wajar apabila mental menjadi drop. Beruntung saat itu panitia masih berbelas kasih agar mereka mau memikirkan lagi keputusan mereka. Akhirnya kami ber-19 berhasil menyelesaikan pendidikan dasar Astacala ke-12 selama 10 hari ditengah kawasan hutan Ciwidey, Jawa Barat.

Tampang kumal, badan yang penuh luka karena duri, kaki yang gemetar seakan hampir tak mampu lagi menahan beban tubuh dan bau lumpur dan becek tak bisa menghalangi tangan kami yang berebut bubur kacang ijo yang telah disediakan oleh panitia. Tak peduli lagi seberapa kotor tangan ini, seberapa bersih air itu, kebersamaan ini adalah awal dimana saya mulai mengenal bagaimana kerasnya alam mendidik kami. Saya yang mengantongi nomor anggota AM-002-KF saat upacara penutupan di Rancaupas, Ciwidey, Jawa Barat, menggantinya menjadi A-063-KF, dua tahun kemudian. Sebuah perjalanan yang tidak singkat, namun juga tidak panjang tetapi memberikan makna yang sangat besar dalam kehidupan yang tersisa ini.

Saat ini, kembali saya dihadapkan pada pertanyaan klise tersebut. "Kenapa saya berada disini?" "Apa yang kulakukan disini?". Ah, seakan tak henti-hentinya pertanyaan itu muncul, lantas saya teringat kejadian diatas dan mencoba mengambil pembelajaran dari semua makna yang ada. Senyum simpul ini pun muncul menghiasi wajahku sesaat sebelum tulisan ini kuakhiri.

Salam lestari
A-063-KF

Minggu, 13 Februari 2011

What God Promise Us

God didn’t promise day without pain
God didn’t promise laugh without sorrow
God didn’t promise sun without rain
But he did promise strength for the day
But he did promise comfort for the tears and light for the way

-by unknown-

Kamis, 03 Februari 2011

Suatu masa di tempat yang indah, Alun-alun Surya Kencana

Saya tiba-tiba terusik akan suatu peristiwa, suatu masa, di suatu tempat yang indah, alun-alun Surya Kencana, Balai Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (BTNGP), Jawa Barat. Seakan memiliki suatu utang yang belum terbayar, saya merasa diminta untuk menuliskan sepenggal kisah perjalanan saya.

Alun-alun Surya Kencana
Walaupun ini merupakan kali kedua saya mengunjungi BTNGP, namun ini kali pertama saya bermalam di lembah yang sangat terkenal itu. Alun-alun Surya Kencana merupakan lembah yang sangat luas dengan padang rumput yang ditumbuhi banyak sekali bunga Edelweis (Anaphalis javanica). Disana mengalir satu sungai kecil dengan air yang sangat jernih. Sumber air selalu menjadi favoritku bila mendaki gunung. Air yang jernih dan rasa dingin yang segar memberikan kepuasan dahaga yang tak terkira.

Sekitar 2,5 tahun yang lalu, 20 April 2008 saya terbangun ditengah senyap dan dinginnya malam, alun-alun Surya Kencana. Jam tangan saya menunjukkan pukul 04.15. Tidur yang kurang nyenyak membuat saya memutuskan untuk keluar tenda. Sekedar untuk mencari tau pemandangan seperti apa yang akan disajikan alun-alun Surya Kencana kala menyambut pagi.

Udara dingin yang menusuk tulang menyapaku seketika saat saya membuka resliting tenda dome. Hawa subuh yang sangat dingin, tidak bisa menahanku tuk terus mengagumi keindahan yang disodorkan padaku. Alun-alun Surya Kencana yang sangat luas terlihat berselimutkan kabut dengan diterangi cahaya bulan purnama seakan ingin menyapaku, “selamat pagi”.

Mata ini tak puas-puasnya memandang hamparan lembah yang terlihat begitu anggun dengan sehelai selendang kabutnya yang tipis. Cahaya bulan purnama pun menyempurnakan keanggunan itu. Segelas teh hangat yang kubuat tuk melawan hawa dingin, menjadi teman yang tepat untuk menikmati moment indah yang entah kapan bisa kunikmati lagi.

Menjelang pukul 05.00, kabut tipis yang menyelimuti perlahan mulai menghilang dan memberikan ruang kepada bulan dan bintang-bintang tuk menemaniku dengan lebih dekat. Sungguh jelang pagi yang sempurna, hingga keheningan pecah karena suara teriakan dari para pendaki lain yang telah terbangun dari tidurnya.

Jatuh cinta dengan suasana pagi di alun-alun Surya Kencana membuatku memutuskan untuk menikmatinya perlahan. Hal ini lah yang membuatku terus teringat landscape indah yang juga terukir indah di dalam memory otak ini. Alun-alun Surya Kencana, entah kapan saya bisa menikmati kesunyian dan keheninganmu lagi. Saat cahaya rembulan, kabut tipis, dan segelas teh menjadi teman dekatku saat pagi menjelang.

Mitos
Menurut mitos yang berkembang, alun-alun Surya Kencana merupakan tempat tinggal dari Pangeran Surya Kencana. Bupati pertama, pendiri kota Cianjur, Jawa Barat, Pangeran Arya Wiratanudatar konon memiliki hubungan dengan putri jin hingga mempunyai anak yang dinamakan Pangeran Surya Kencana. Pangeran Surya Kencana kemudian tinggal di lembah lereng Gn. Gede yang kemudian lembah tersebut dinamakan sesuai dengan namanya. Pangeran Surya Kencana memiliki 2 orang putra yakni, Prabu Sakti dan Prabu Siliwangi. Menurut cerita dari beberapa pendaki, kerap terdengar derap langkah kuda yang berlari di alun-alun Surya Kencana, konon kejadian ini merupakan pertanda bahwa Pangeran Surya Kencana sedang berada disana dan dikawal oleh prajurit.

Catatan penulis
Apabila anda menginap di alun-alun Surya Kencana pada hari Sabtu atau Minggu, anda akan bertemu dengan para penjual nasi kuning dan nasi uduk di pagi hari. Sekitar pukul 03.00 subuh para penjual yang berasal dari desa Gn. Putri ini mulai mendaki hingga sekitar pukul 05.00 tiba di alun-alun Surya Kencana. Mereka menjual sarapan kepada para pendaki di ketinggian 2750 mdpl. Harga satu bungkus nasi kuning/nasi uduk ini hanya Rp 5000,- (tahun 2008). Nasi nya masih hangat, enak sekali dengan campuran lauk tempe dan mie goreng. Apabila anda penasaran dengan nasi kuning/uduk alun-alun Surya Kencana, pastikan anda menginap disana hari Sabtu/Minggu. Gn. Gede menjadi sangat ramai pada hari Sabtu/Minggu itulah sebabnya mereka hanya menjual di hari tersebut, disamping karena mereka juga memiliki pekerjaan lain pada hari lainnya.

foto dan mitos dari berbagai sumber

Rabu, 26 Januari 2011

Ilmu Jurnalistik dimata sorang Jurnalis (bagian-1)

ARTI DAN MAKNA JURNALISTIK

Hari ini aku belajar banyak sekali tentang penulisan jurnalistik. Mulai hari ini, Rabu(26/1) hingga Sabtu (29/1) aku akan mengikuti serangkaian pelatihan jurnalistik bersama 8 orang rekan yang lain di redaksi Fajar, Gedung Graha Pena, Makassar. Dengan basic yang sangat jauh dari hal jurnalistik dan kebiasaan penggunaan kata-kata yang tidak baku, ternyata cukup membuatku kelabakan saat menyelesaikan tugas penulisan straight news hari ini. Tak sedikit pula banyak point-point critical saya lakukan saat menyelesaikan tugas. Jujur saya tidak puas dengan hasil hari ini. Namun point positifnya adalah, aku dapat menyadari letak kesalahan itu, dan akan menjadi peringatan untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dikemudian hari.

Materi pertama dibawakan oleh Kepala Kompartemen halaman-1, Uslimin, yang dimulai sekitar pukul 09.30 dan berakhir sekitar pukul 11.30. Ada 6 modal dasar yang harus dimiliki oleh seorang wartawan. Seorang wartawan harus penuh “semangat” sebab pekerjaan sebagai wartawan penuh dengan tantangan dan halangan. Tidak memiliki semangat yang bagus akan membuat seorang wartawan mudah ter-demotivasi. Seorang wartawan juga harus memiliki loyalitan dan militansi terhadap media yang diusungnya. Saat kejujuran dan objektivitas seorang wartawan dipertaruhkan, ia juga harus memiliki kemampuan yang ingin terus belajar dan kreatif dalam menyelesaikan berita yang ditugaskan. Satu hal yang sangat penting yang dibutuhkan seorang wartawan adalah kedisiplinan. Sebab tanpa modal ini, seorang wartawan yang tidak disiplin hanya akan menjadi kartu mati, meskipun ia dapat menulis berita yang bagus.
Seorang wartawan juga harus memahami dengan benar 11 pasal dari kode etik jurnalistik di Indonesia. Ini adalah pegangan dari seorang jurnalis untuk memuat beritanya di media. Ada satu hal yang menarik perhatian, ada disebutkan, kebijakan media. Kebijakan media ini adalah kebijakan yang diambil oleh media untuk tidak mengupas habis data dan fakta yang ada apabila pemberitaannya dapat menimbulkan dampak yang sangat besar. Harian Fajar termasuk salah satu media yang menjunjung nilai peace journalismII, dimana data dan fakta tidak selamanya harus dibuka secara telanjang.Materi ini berlangsung sekitar 2 jam, cukup lama namun menjadi sangat bermanfaat karena nara sumber banyak berbagi kisah pengalamannya selama menjadi wartawan.

SERPIHAN DATA YANG MEMBANGUN BERITA

Masih pada hari dan tempat yang sama (26/1), Gedung Graha Pena, materi ke-2 dimulai sekitar pukul 11.45 dan berakhir sekitar pukul 13.00. Kepala Kompartemen haman olahraga, Ruslan Ramli, membawakan materi mengenai unsur-unsur berita dan kelengkapan berita. Bertempat masih di ruang redaksi harian Fajar, Ruslan Ramli mengingatkan peserta bahwa unsure berita dasar adalah 5W+1H (what, where, when, why, who dan How). “Why” adalah aspek yang sangat sulit ditemukan titik ujungnya, sebab pertanyaan ”kenapa “ akan terus saling terkait satu sama lain dengan jawaban yang muncul. Sedangkan “Who” secara sederhana mudah untuk diketahui, namun akan menjadi rumit bila terkait banyak pihak yang terlibat.
Seorang wartawan harus memiliki banyak data untuk menjadikan berita tersebut akurat. Keakuratan data adalah hal yang sangat mutlak dalam sebuah berita. Kesalahan pemuatan berita akan merugikan semua pihak yang terkait, mulai dari atasan hingga bawahan selevel tukang parkir. Sebuah angle yang menarik dalam sebuah berita dapat diangkat dan menjadi inti dari berita itu sendiri.

BAHASA YANG BAIK MEMBUAT BERITA MENYENANGKAN


Bahasa menempati posisi yang sangat penting dalam penulisan berita, itulah yang menjadi pokok pembicaraan dari Redaktur harian Fajar, Basri, selaku pemateri ke-3 dalam pelatihan jurnalistik di Graha pena (26/1). Materi Ragam Bahasa dibawakan 1 jam dan seharusnya disiapkan dengan waktu lebih lama sebab bahasa merupakan nilai dasar untuk membangun sebuah berita yang menarik. “Seharusnya saya membawakan materi ini 2 jam, namun waktu hanya diberikan hingga jam 3” kata Basri saat memulai membawakan materi.

Penulisan tanda baca, titik dan koma, merupakan permasalahan bahasa yang penting untuk dipahami. Disamping itu, penggunaan hurup kapital ternyata memiliki fungsi yang sangat penting saat menyebutkan gelar seseorang tanpa diikuti nama, namun merujuk pada tokoh tertentu. Inilah hal hal penting yang sebelumnya tidak saya perhatikan. Saya sangat berharap bisa belajar banyak dalam hal penulisan bahasa yang baik.Parameter-parameter yang membangun sebuah berita adalah sebagai berikut:
1.Judul : maksimal terdiri dari 7 kata
2.Sub Judul : maksimal terdiri dari 6 kata
3.Teras berita : maksimal terdiri dari 4 kalimat, dimana 1 kalimat 12 kata
4.Satu alinea : maksimal terdiri dari 4 kalimat
5.Satu Kalimat : maksimal terdiri dari 12 kata

Sebuah berita harus dapat menunjukkan kata-kata sebagai berita yang memiliki nilai sopan dan sipaktau, bukan mengejek. Tepat pukul 15.15, Basri menyelesaikan bahan materi sekaligus menutup sesi pelatihan pada hari ini.

========================================================================
Aku sempat merasa sangat bodoh karena sebelumnya benar-benar tidak aware akan hal-hal penting yang disampaikan pemateri. Selama ini aku hanya terbiasa dengan gaya penulisan perjalanan. Walaupun aku menyadari begitu banyak kesalahan yang aku buat dalam tugas penulisan straight news yang aku kumpulkan tadi, namun senang sebab aku menyadarinya.

Selasa, 25 Januari 2011

Fun bike bersama mobil dan motor


Diawali dari pagi hari yang terlihat cerah tanpa ada tanda-tanda air hujan akan turun dimana telah seminggu ini hujan mengguyur kota Makassar.  Pagi pukul 05.30 aku sudah bersiap siap untuk mengeluarkan sepeda untuk dipompa bannya. Sepatu, helm, kacamata, air minum dan Sony Ericson seri Walkman sudah lengkap menemani aku untuk mengikuti acara fun bike pertamaku di kota Makassar, Fun Bike for Nature, yang diadakan oleh Kompas hari Minggu, tanggal 23 Januari 2011. Sangat antusias, itulah yang kurasakan saat meng-gowes sepeda keluar dari kompleks rumah menuju jalan raya. Menurut info dari koran lokal yang kubaca sehari sebelumnya, akan ada 7 ruas jalan yang ditutup untuk acara ini, termasuk jalan rumah saya, Jl. Andi Tonro.

Gowes Holic Makassar
Saat keluar kompleks perumahan dan melihat jalan raya Andi Tonro masih ramai dengan mobil dan motor yang melewatinya, nampak sama seperti hari-hari biasa. Apakah akan ditutup tepat jam 07.00 saat acara dimulai?mungkin saja pikirku. Akupun mulai meng-gowes sepedaku dan bertemu dengan banyak peserta lain di jalan. Ternyata Makassar memiliki komunitas pecinta sepeda yang tidak sedikit, benar-benar membuat hatiku senang. Pukul 06.30 saya sudah berada di kantor Kompas, tempat yang menjadi start acara ini. Bila di Jakarta acara serupa adalah hal yang biasa, namun di Makassar ini menjadi acara yang cukup menarik perhatian dari pejabat kota, sebab di Makassar sendiri, car free day dilangsungkan 5 jam dari jam 05.00 subuh hingga 10.00 pagi di kawasan pantai losari pada hari Minggu, namun sangat disayangkan karena untuk pelaksanaanya masih kurang terlaksana dengan baik. Diharapkan dengan adanya acara ini dan melihat animo para pecinta sepeda di Makassar yang sangat besar, maka keseriusan pemerintah kota untuk menggalakkan car free day bisa lebih serius.

Para peserta Fun Bike
Peserta sudah datang ke titik start sejak pukul 06.00 dan kurang dari pukul 07.00 para peserta sudah sangat banyak berkumpul di titik start. Panitia memulai acara setelah Bapak Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo, Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, dan direktur bisnis Kompas, Abun Sanda datang dan memberikan sambutan dan secara resmi membuka acara Fun Bike for Nature Kompas.  Sungguh sebuah moment yang cukup mengharukan sebab acara fun bike dibuka oleh Gubernur dan Walikota, semoga untuk kedepannya para gowes holic mendapatkan tempat yang lebih terhormat di jalan raya, sebab beliau mengatakan bahwa pemerintah kota Makassar sudah mempertimbangkan untuk memberikan jalur khusus sepeda di Makassar. Cool, isn’t it
Rute fun bike itu sendiri start dari kantor Kompas di Jalan Pengayoman, lalu ke Jl.Pettarani - Sultan Alaudin - Andi tonro - Kumala - Dr. Ratulangi - Haji Bau dan masuk ke HM.Patompo (eks Jl. Metro) dan finish di Trans Studio.

Titik Start
Titik Finish
Sangat jauh dari bayanganku, ternyata rute tersebut tidak ditutup, hanya dikawal polisi. Saat gowes, kami masih bisa bertemu dengan pengendara motor, mobil bahkan angkot sekalipun. Tak heran fun bike kali ini masih tetap harus hati - hati terhadap motor yang kadang masih juga melaju cukup kencang diantara para bikers. Cukup prihatin, karena kami terlihat membuat macet jalan, polisi hanya menutup jalan sementara sampai kami melewati ruas jalan tersebut dan langsung membukanya kembali untuk umum. Kami pun tak dapat meng-gowes dengan cukup cepat karena jalanan harus dibuka terlebih dahulu oleh mobil polisi yang berada paling depan agar jalanan bebas dari kendaraan bermotor, yang mana tak jarang masih juga bisa disisipi motor  dan mobil di dalam jalur fun bike.

Gowes bersama mobil
Agak sedikit kaget dengan keadaan ini, sebab pengalaman di Jakarta, car free day benar benar tidak ada kendaraan bermotor. Namun saya dapat memaklumi, sebab jalan raya di Makassar tidak sebesar di Jakarta sehingga bila jalan protokol ditutup, alternatif jalan yang lain juga sulit. Selebihnya saya sangat menghargai pemerintah kota yang memberikan perhatian kepada para pecinta sepeda di Makassar. Saya berharap, car free day bisa dilaksanakan dengan lebih serius sebab untuk para gowes holic Makassar ternyata berjumlah tidak sedikit.