Sabtu, 10 September 2011

Ketika tanya itu datang

Ingatkah kau saat dimana kita masih bertukar sapa?
Sapaan hangat saat akan memulai hari dan ditutup dengan ucapan selamat tidur yang mesra..

Ingatkah kau saat kutatap dalam matamu?
Dengan menyiratkan suatu pesan yang dalam bahwa aku peduli, dan kau balas senyum kepadaku..

Ingatkah kau saat sepi menghampiri?
Bayang wajah dan kehangatanmu menggiringku tuk ingin bercerita kepamu, bertukar kisah setiap hari..

Ingatkah kau saat sedih menghampiri?
Dimana kau hibur aku dan mengingatkanku tuk terus tersenyum dan bersyukur..

Kemana kau kini?
Tak dapat kutemukan dan kutemui lagi..pada pagi maupun malam
Hilang tanpa sebuah kabar atau ucapan perpisahan..

Tak mengapa..
Sebab kuyakin semua ini ada makna dan alasannya

Sedih dan kecewa tersisa kini bersamaku,
Telah kurelakan bersama semua cerita dan waktu yang terlewati
Pergilah dan tersenyumlah untukku dimanapun kau berada..

Pesan dari penulis

Masih belum ada sebuah kisah perjalanan baru..Mohon maaf, namun mungkin saya akan coba menuliskan kisah perjalanan yang belum sempat saya posting..

Beberapa bulan yang lalu, ada satu perjalanan yang cukup menarik ke pulau Samalona, Makassar. Sebuah perjalanan pendek, tapi sangat seru dan menyenangkan. Namun sebelum itu saya ingin sedikit menuliskan sebuah sajak yang sedikit melankolis. Saya sudah lama sekali tidak menuliskan sajak, dan ini adalah kali pertama untuk saya menuliskannya lagi..

Krtik tentu saja diperkenankan :)

BR

Selasa, 30 Agustus 2011

Bungkusan untuk Berbuka

Mata seorang anak kecil terus tertuju pada sebuah bungkusan yang tidak sengaja terjatuh di tengah jalan. Sebuah kue bolu tergelinding keluar dari bungkusan tersebut. Anak lelaki itu hanya terdiam membisu saat motor yang dikendarai ayahnya perlahan berhenti ke tepi jalan. Tatapan kesedihan anak lelaki itu tertransformasi sempurna ke wajah sang ayah. Bungkusan untuk mereka berbuka puasa di rumah, jatuh berserakan.

Senin 29 Agustus, pukul 4 sore kejadian tersebut sontak membuat laju motor yang kukendarai melambat sejenak. Melihat kearah bungkusan yang terjatuh dan tatapan anak dan ayah tersebut seketika membuatku jatuh dalam kesedihan yang serupa. Makanan itu sudah berserakan di jalan, dan sang ayah masih berusaha untuk menyelamatkan menu berbuka hari itu. 

Pikiranku mendadak tidak karuan memikirkan bungkusan berbuka puasa anak lelaki yang mungkin saat itu masih belajar menjalankan puasa penuh. Apa jadinya bila mereka tidak punya uang lagi untuk membeli menu berbuka yang baru? atau apakah mereka hanya dapat membeli menu yang tidak terlalu istimewa untuk mengganti bungkusan itu?

Peristiwa ini membawa pikiranku melayang jauh membuat konsentrasiku menjadi kosong. Rasa kasihan yang saya rasakan sama sekali tidak memberikan solusi untuk anak dan ayah yang malang itu. Rasa kasihan hanya membuatku salah jalan karena konsentrasiku terinterupsi olehnya. 

Sebagian besar masyarakat Indonesia akan bersikap sama dengan apa yang kulakukan tadi, apatis. Hal itu karena kita semua telah hidup sekian lama di kota besar. Sifat pasif dan malas terlibat seakan menyelubungi seluruh badan membuat kita hanya dapat bergumam tanpa aksi yang nyata.

Peristiwa tadi mungkin kecil dan tidak lebih dari 10 detik namun memiliki makna yang sangat besar, sehingga membuatku ingin berbagi kisah ini. Semoga setelah membaca ini, tidak ada lagi Onnie Onnie lain dengan sikap apatis layaknya sore tadi.

Rabu, 24 Agustus 2011

Pelajaran sebuah senyum

Pikiran melayang dan menapaki suatu stadium dimana pikiran liar menari-nari memenuhi neuron-neouron otak dan membuatnya berdansa. Suatu masa yang mana setiap manusia di bumi ini sering melakukannya. Berkhayal dan bermimpi adalah pra-langkah kita dalam mencapai tujuan yang besar.

Mimpi adalah kunci untuk membuka pintu masa depan. Dari sebuah mimpi, anak seorang petani dapat bersekolah hingga ke Jepang dan menjadi peneliti hebat. Orang-orang yang berani bermimpi adalah orang dengan satu langkah lebih awal menuju sukses.

Mungkin pada suatu ketika saya ingin bertanya kepada seorang pengemis dijalan, seorang tuna wisma, ataupun seorang penjual jamu gendong. Apakah mimpi dari mereka?

Seorang ibu dengan jamu gendong bawaannya terlihat keluar dari sebuah gang sempit. Masih jam 3 sore hari, sekitar 3 jam menjelang buka puasa. Ibu itu tersenyum padaku sembari dia berjalan untuk memulai menjajakan jamu jualanannya. Ah, siapakah yang akan meminum jamu di jaman yang modern ini? Masih 3 jam menjelang buka puasa, apakah ibu ini hanya mengisi waktu saja berjalan selama 3 jam sebelum orang berbuka? Negara ini, atau lebih tepatnya, kota ini memang bhineka tunggal ika, tidak semua beragama muslim dan berpuasa. Namun, pikiran ini tak henti ingin bertanya, kemana gerangan ibu ini berjualan?

Sebuah senyum yang dia sampaikan sesat ketika menatap saya seakan ingin mengucapkan sebua mimpi yang ia miliki. Entah apapun mimpi dari ibu penjual jamu gendong, senyum yang ia ciptakan sebelum berangkat bekerja adalah awal yang baik untuk memenuhi mimpinya.

Terima kasih atas pelajaran hari ini, sebuah senyum sebelum beraktifitas dalam menggapai mimpi.

Jumat, 15 April 2011

Center of Interest di Tanah Borneo

Matahari beranjak pergi dari peraduannya, ketika pesawat kami mendarat dengan mulus di Bandar Udara Internasional Sepinggan, Balikpapan, Kalimantan Timur. Hamparan laut dan desiran ombak menyambut kedatangan para penumpang yang turun dari pesawat.

Sekilas bandar udara ini mirip dengan Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali. Landasan menghadap laut lepas dengan gedung bandara yang tidak begitu besar namun bertaraf internasional. Bedanya, disini tidak terlihat canang (sesajen) dan patung yang memakai kain poleng (kain motif kotak-kotak hitam putih) khas Bali. Tentu saja, sebab ini adalah tanah Borneo. Suasana etnik khas dayak dan banjar yang menghiasi bandar udara ini. Seperti pilar-pilar gedung yang dibalut kayu ulin dan diukir motif khas dayak menjadi pemandangan unik tersendiri.
Meskipun tidak menyandang sebagai ibukota provinsi, Balikpapan merupakan kota yang paling maju di Kalimantan Timur. Bahkan taraf hidup di kota yang memiliki luas 503,3 km² ini sudah melampaui Jakarta, ibukota Negara RI. Perekonomian dan taraf hidup masyarakat Balikpapan menjadi sangat tinggi karena disokong oleh banyaknya industri minyak dan gas bumi yang beroperasi. Walaupun demikian, tidak ada ciri khas khusus di kota yang memiliki julukan kota minyak ini. Kota yang heterogen dan majemuk itulah Balikpapan. Pendatang dari berbagai suku datang menaruh harapan dan masa depan mereka. Bukan hanya itu, para pekerja asing juga ikut-ikutan mengais rejeki dan mendulang harta dari hasil bumi Borneo.

Keheterogenan dan memiliki tujuan hidup yang sama yaitu bekerja, membuat kota ini tumbuh bersahabat, tertib dan teratur antar masyarakat. Tidak pernah ada demonstrasi massa ataupun kerusuhan seperti yang terjadi di berbagai kota lain di Indonesia. “Di sini tidak pernah ada demo, semua sibuk bekerja. Kalaupun ada mahasiswa, mereka adalah mahasiswa yang juga bekerja. Mereka tidak punya waktu untuk berdemo kepada pemerintah. BBM atau bahan pangan naik berapa kali lipatpun tidak akan berpengaruh di Balikpapan,” kata Tajudin, salah seorang teman yang bekerja di Kutai Kartanegara.

Pantai Kemala
Walau tidak punya sesuatu yang khas, namun Balikpapan mampu menjadi center of interest di tanah Borneo. Banyaknya pendatang dan pebisnis baik asing maupun lokal yang meramaikan Bandar udara Internasional Sepinggan setiap hari membuat perputaran perekonomian sangat besar. Tak heran para pedagang dari segala penjuru bumi Borneo berlomba-lomba membuka usaha bisnis di Balikpapan. Sebagai contoh, berbagai kerajianan tangan khas Kalimantan dapat dengan mudah kita temui. Tidak hanya itu, bagi para penyuka perhiasan batu mulia tidak perlu repot ke Martapura, kota penghasil berlian di Banjarmasin. Cukup berkunjung ke Balikpapan, hasrat tersebut dapat dengan mudah terpenuhi.

Pasar Impres Kebun Sayur

Tidak terlihat seperti pasar sayur pada umumnya. Tidak ada bakul yang dipenuhi sayur mayur, juga tidak ada buah-buahan dan timbangan. Etalase kaca berjejer rapi dengan berbagai jenis perhiasan di dalamnyalah yang menyambut kedatangan para pengunjung. Berbagai jenis kerajinan tangan bernuansa etnik Dayak dan Banjar terpajang rapi disalah satu sudut pasar seakan ikut menyapa para pengunjung yang tidak pernah sepi setiap hari.

Inilah Pasar Impres Kebun Sayur, pusat oleh-oleh terlengkap di Balikpapan. Di sini tersedia segala bentuk oleh-oleh khas Kalimantan, baik kerajinan tangan hingga perhiasan batu mulia. Namanya boleh pasar, namun bisa dijamin kebersihan lingkungannya. Selain karena memiliki koleksi oleh-oleh yang lengkap, kebersihan lingkungan ini juga yang mungkin mambuat para pengunjung mrasa nyaman dan betah berlama-lama. Tak jarang pembeli bisa berjam-jam menghabiskan waktu.

Di salah satu sudut kios terlihat tiga perempuan asyik merangkai batu-batu perhiasan menjadi sebuah kalung. Mereka bukanlah para pekerja kios yang sedang membuat produk, melainkan pembeli. Ternyata ini salah satu cara untuk memanjakan pelanggan. Pembeli diperbolehkan merangkai sendiri perhiasan yang diinginkan. Hal ini membuat mereka yang kreatif dan perfectionist menjadi terpuaskan.

“Saya memang langganan di sini, dan bisa berjam-jam kalau sudah begini,” kata Bobby, seorang ibu asli Bandung namun sudah menetap di Balikpapan selama 28 tahun. Sepiring rujak segar dari pemilik kios hadir melengkapi kegiatan mereka.

Yellow Safir-Merah Birma-Jamrud-Rubby-Blue Safir

Selain menjual perhiasan batu-batu alam dengan harga terjangkau, pasar ini juga menjual berbagai jenis perhiasan batu mulia dengan harga selangit. Meskipun batu mulia asli Kalimantan hanya ada tiga jenis, yaitu kecubung, akik dan berlian, berbagai jenis batu mulia impor juga lengkap berjejer rapi di etalase kios. Sebuah cincin batu jamrud dengan taburan berlian disekelilingnya dan diikat cincit emas putih dihargai sebesar Rp 90 juta. Sebuah harga yang fantastis. Tak heran, pasar yang terdiri dari 641 kios dan buka setiap hari hingga pukul 18.00 WITA ini bisa mencapai omzet Rp 2 miliyar sehari.

Teks&Foto : Vonny Pinontoan