Senin, 14 Februari 2011

Sebuah kisah klasik untuk menjawab pertanyaan klise

Terkadang saya tidak mengerti dengan apa yang sudah saya lakukan. Pernah suatu ketika saya menyadari sedang berada ditengah hutan. Inilah kali pertama saya memasuki hutan, bulan Januari 2004.

Badan basah karena hujan, pundak letih karena mengangkat perbekalan di dalam carrier, dan kaki melepuh karena diharuskan menggunakan sepatu PDL tentara. Inilah hari pertama pendidikan dasar Astacala, Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam (PMPA) STT Telkom, Bandung. Setelah sebulan yang sebelumnya saya telah menyelesaikan serangkaian teori kelas tentang ilmu dasar kepecinta alaman. Hari itu, setelah berjalan kaki sejauh kurang lebih 7 kilometer saya dihadapkan pada situasi yang tidak saya mengerti. "Kenapa saya ada disini?" "Apa yang kulakukan disini?"."Buat apa saya tidur di tengah hutan, diselimuti dingin, kotor, dan kelelahan?" "Apakah saya harus melanjutkan pendidikan ini?lebih enak saya tidur di kamar dengan belaian lembut bantal dan selimut." Begitu kira-kira kata hati saya yang terus menerus menghantui sepanjang malam. Malam pertama ditengah hutan.

Keinginan saya untuk ikut serta dalam seleksi penerimaan anggota baru mahasiswa pecinta alam sudah menjadi tekad saya sejak duduk dibangku SMA. Namun saat dihadapkan pada situasi yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, hati ini mulai ragu. Inilah yang kerap terjadi saat kita menjalani hidup. Kebulatan tekad pun dapat goyah apabila kita dihadapkan pada situasi yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Pikiran-pikiran negatif muncul tanpa henti dan membuat semangat yang tadinya menggebu-gebu menjadi redup atau bahkan hilang.

Beruntung saat itu saya memiliki teman yang mengingatkan saya. "Kalau harus ada yang mundur dari kelompok kita, saya pikir itu bukan kamu", kata Surotong dan Tukul, teman kelompokku saat kuceritakan ingin mengundurkan diri. Kata-kata itu seakan membangunkanku untuk segera keluar dari khayalan zona nyaman yang kuinginkan. Bila orang lain saja bisa percaya saya mampu, lantas apa alasan saya untuk tidak mampu? Sejak saat itu, pikiran untuk mengundurkan diri langsung lenyap tanpa pernah menghampiriku lagi.

Karena tak ada satupun dari kami yang mengetahui kapan kegiatan ini akan berakhir, 5 orang sempat memutuskan mengundurkan diri, 30 menit sebelum acara pelantikan dimulai. Kala itu semua peserta sudah berada pada titik batas kemampuan, wajar apabila mental menjadi drop. Beruntung saat itu panitia masih berbelas kasih agar mereka mau memikirkan lagi keputusan mereka. Akhirnya kami ber-19 berhasil menyelesaikan pendidikan dasar Astacala ke-12 selama 10 hari ditengah kawasan hutan Ciwidey, Jawa Barat.

Tampang kumal, badan yang penuh luka karena duri, kaki yang gemetar seakan hampir tak mampu lagi menahan beban tubuh dan bau lumpur dan becek tak bisa menghalangi tangan kami yang berebut bubur kacang ijo yang telah disediakan oleh panitia. Tak peduli lagi seberapa kotor tangan ini, seberapa bersih air itu, kebersamaan ini adalah awal dimana saya mulai mengenal bagaimana kerasnya alam mendidik kami. Saya yang mengantongi nomor anggota AM-002-KF saat upacara penutupan di Rancaupas, Ciwidey, Jawa Barat, menggantinya menjadi A-063-KF, dua tahun kemudian. Sebuah perjalanan yang tidak singkat, namun juga tidak panjang tetapi memberikan makna yang sangat besar dalam kehidupan yang tersisa ini.

Saat ini, kembali saya dihadapkan pada pertanyaan klise tersebut. "Kenapa saya berada disini?" "Apa yang kulakukan disini?". Ah, seakan tak henti-hentinya pertanyaan itu muncul, lantas saya teringat kejadian diatas dan mencoba mengambil pembelajaran dari semua makna yang ada. Senyum simpul ini pun muncul menghiasi wajahku sesaat sebelum tulisan ini kuakhiri.

Salam lestari
A-063-KF

Minggu, 13 Februari 2011

What God Promise Us

God didn’t promise day without pain
God didn’t promise laugh without sorrow
God didn’t promise sun without rain
But he did promise strength for the day
But he did promise comfort for the tears and light for the way

-by unknown-

Kamis, 03 Februari 2011

Suatu masa di tempat yang indah, Alun-alun Surya Kencana

Saya tiba-tiba terusik akan suatu peristiwa, suatu masa, di suatu tempat yang indah, alun-alun Surya Kencana, Balai Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (BTNGP), Jawa Barat. Seakan memiliki suatu utang yang belum terbayar, saya merasa diminta untuk menuliskan sepenggal kisah perjalanan saya.

Alun-alun Surya Kencana
Walaupun ini merupakan kali kedua saya mengunjungi BTNGP, namun ini kali pertama saya bermalam di lembah yang sangat terkenal itu. Alun-alun Surya Kencana merupakan lembah yang sangat luas dengan padang rumput yang ditumbuhi banyak sekali bunga Edelweis (Anaphalis javanica). Disana mengalir satu sungai kecil dengan air yang sangat jernih. Sumber air selalu menjadi favoritku bila mendaki gunung. Air yang jernih dan rasa dingin yang segar memberikan kepuasan dahaga yang tak terkira.

Sekitar 2,5 tahun yang lalu, 20 April 2008 saya terbangun ditengah senyap dan dinginnya malam, alun-alun Surya Kencana. Jam tangan saya menunjukkan pukul 04.15. Tidur yang kurang nyenyak membuat saya memutuskan untuk keluar tenda. Sekedar untuk mencari tau pemandangan seperti apa yang akan disajikan alun-alun Surya Kencana kala menyambut pagi.

Udara dingin yang menusuk tulang menyapaku seketika saat saya membuka resliting tenda dome. Hawa subuh yang sangat dingin, tidak bisa menahanku tuk terus mengagumi keindahan yang disodorkan padaku. Alun-alun Surya Kencana yang sangat luas terlihat berselimutkan kabut dengan diterangi cahaya bulan purnama seakan ingin menyapaku, “selamat pagi”.

Mata ini tak puas-puasnya memandang hamparan lembah yang terlihat begitu anggun dengan sehelai selendang kabutnya yang tipis. Cahaya bulan purnama pun menyempurnakan keanggunan itu. Segelas teh hangat yang kubuat tuk melawan hawa dingin, menjadi teman yang tepat untuk menikmati moment indah yang entah kapan bisa kunikmati lagi.

Menjelang pukul 05.00, kabut tipis yang menyelimuti perlahan mulai menghilang dan memberikan ruang kepada bulan dan bintang-bintang tuk menemaniku dengan lebih dekat. Sungguh jelang pagi yang sempurna, hingga keheningan pecah karena suara teriakan dari para pendaki lain yang telah terbangun dari tidurnya.

Jatuh cinta dengan suasana pagi di alun-alun Surya Kencana membuatku memutuskan untuk menikmatinya perlahan. Hal ini lah yang membuatku terus teringat landscape indah yang juga terukir indah di dalam memory otak ini. Alun-alun Surya Kencana, entah kapan saya bisa menikmati kesunyian dan keheninganmu lagi. Saat cahaya rembulan, kabut tipis, dan segelas teh menjadi teman dekatku saat pagi menjelang.

Mitos
Menurut mitos yang berkembang, alun-alun Surya Kencana merupakan tempat tinggal dari Pangeran Surya Kencana. Bupati pertama, pendiri kota Cianjur, Jawa Barat, Pangeran Arya Wiratanudatar konon memiliki hubungan dengan putri jin hingga mempunyai anak yang dinamakan Pangeran Surya Kencana. Pangeran Surya Kencana kemudian tinggal di lembah lereng Gn. Gede yang kemudian lembah tersebut dinamakan sesuai dengan namanya. Pangeran Surya Kencana memiliki 2 orang putra yakni, Prabu Sakti dan Prabu Siliwangi. Menurut cerita dari beberapa pendaki, kerap terdengar derap langkah kuda yang berlari di alun-alun Surya Kencana, konon kejadian ini merupakan pertanda bahwa Pangeran Surya Kencana sedang berada disana dan dikawal oleh prajurit.

Catatan penulis
Apabila anda menginap di alun-alun Surya Kencana pada hari Sabtu atau Minggu, anda akan bertemu dengan para penjual nasi kuning dan nasi uduk di pagi hari. Sekitar pukul 03.00 subuh para penjual yang berasal dari desa Gn. Putri ini mulai mendaki hingga sekitar pukul 05.00 tiba di alun-alun Surya Kencana. Mereka menjual sarapan kepada para pendaki di ketinggian 2750 mdpl. Harga satu bungkus nasi kuning/nasi uduk ini hanya Rp 5000,- (tahun 2008). Nasi nya masih hangat, enak sekali dengan campuran lauk tempe dan mie goreng. Apabila anda penasaran dengan nasi kuning/uduk alun-alun Surya Kencana, pastikan anda menginap disana hari Sabtu/Minggu. Gn. Gede menjadi sangat ramai pada hari Sabtu/Minggu itulah sebabnya mereka hanya menjual di hari tersebut, disamping karena mereka juga memiliki pekerjaan lain pada hari lainnya.

foto dan mitos dari berbagai sumber

Rabu, 26 Januari 2011

Ilmu Jurnalistik dimata sorang Jurnalis (bagian-1)

ARTI DAN MAKNA JURNALISTIK

Hari ini aku belajar banyak sekali tentang penulisan jurnalistik. Mulai hari ini, Rabu(26/1) hingga Sabtu (29/1) aku akan mengikuti serangkaian pelatihan jurnalistik bersama 8 orang rekan yang lain di redaksi Fajar, Gedung Graha Pena, Makassar. Dengan basic yang sangat jauh dari hal jurnalistik dan kebiasaan penggunaan kata-kata yang tidak baku, ternyata cukup membuatku kelabakan saat menyelesaikan tugas penulisan straight news hari ini. Tak sedikit pula banyak point-point critical saya lakukan saat menyelesaikan tugas. Jujur saya tidak puas dengan hasil hari ini. Namun point positifnya adalah, aku dapat menyadari letak kesalahan itu, dan akan menjadi peringatan untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dikemudian hari.

Materi pertama dibawakan oleh Kepala Kompartemen halaman-1, Uslimin, yang dimulai sekitar pukul 09.30 dan berakhir sekitar pukul 11.30. Ada 6 modal dasar yang harus dimiliki oleh seorang wartawan. Seorang wartawan harus penuh “semangat” sebab pekerjaan sebagai wartawan penuh dengan tantangan dan halangan. Tidak memiliki semangat yang bagus akan membuat seorang wartawan mudah ter-demotivasi. Seorang wartawan juga harus memiliki loyalitan dan militansi terhadap media yang diusungnya. Saat kejujuran dan objektivitas seorang wartawan dipertaruhkan, ia juga harus memiliki kemampuan yang ingin terus belajar dan kreatif dalam menyelesaikan berita yang ditugaskan. Satu hal yang sangat penting yang dibutuhkan seorang wartawan adalah kedisiplinan. Sebab tanpa modal ini, seorang wartawan yang tidak disiplin hanya akan menjadi kartu mati, meskipun ia dapat menulis berita yang bagus.
Seorang wartawan juga harus memahami dengan benar 11 pasal dari kode etik jurnalistik di Indonesia. Ini adalah pegangan dari seorang jurnalis untuk memuat beritanya di media. Ada satu hal yang menarik perhatian, ada disebutkan, kebijakan media. Kebijakan media ini adalah kebijakan yang diambil oleh media untuk tidak mengupas habis data dan fakta yang ada apabila pemberitaannya dapat menimbulkan dampak yang sangat besar. Harian Fajar termasuk salah satu media yang menjunjung nilai peace journalismII, dimana data dan fakta tidak selamanya harus dibuka secara telanjang.Materi ini berlangsung sekitar 2 jam, cukup lama namun menjadi sangat bermanfaat karena nara sumber banyak berbagi kisah pengalamannya selama menjadi wartawan.

SERPIHAN DATA YANG MEMBANGUN BERITA

Masih pada hari dan tempat yang sama (26/1), Gedung Graha Pena, materi ke-2 dimulai sekitar pukul 11.45 dan berakhir sekitar pukul 13.00. Kepala Kompartemen haman olahraga, Ruslan Ramli, membawakan materi mengenai unsur-unsur berita dan kelengkapan berita. Bertempat masih di ruang redaksi harian Fajar, Ruslan Ramli mengingatkan peserta bahwa unsure berita dasar adalah 5W+1H (what, where, when, why, who dan How). “Why” adalah aspek yang sangat sulit ditemukan titik ujungnya, sebab pertanyaan ”kenapa “ akan terus saling terkait satu sama lain dengan jawaban yang muncul. Sedangkan “Who” secara sederhana mudah untuk diketahui, namun akan menjadi rumit bila terkait banyak pihak yang terlibat.
Seorang wartawan harus memiliki banyak data untuk menjadikan berita tersebut akurat. Keakuratan data adalah hal yang sangat mutlak dalam sebuah berita. Kesalahan pemuatan berita akan merugikan semua pihak yang terkait, mulai dari atasan hingga bawahan selevel tukang parkir. Sebuah angle yang menarik dalam sebuah berita dapat diangkat dan menjadi inti dari berita itu sendiri.

BAHASA YANG BAIK MEMBUAT BERITA MENYENANGKAN


Bahasa menempati posisi yang sangat penting dalam penulisan berita, itulah yang menjadi pokok pembicaraan dari Redaktur harian Fajar, Basri, selaku pemateri ke-3 dalam pelatihan jurnalistik di Graha pena (26/1). Materi Ragam Bahasa dibawakan 1 jam dan seharusnya disiapkan dengan waktu lebih lama sebab bahasa merupakan nilai dasar untuk membangun sebuah berita yang menarik. “Seharusnya saya membawakan materi ini 2 jam, namun waktu hanya diberikan hingga jam 3” kata Basri saat memulai membawakan materi.

Penulisan tanda baca, titik dan koma, merupakan permasalahan bahasa yang penting untuk dipahami. Disamping itu, penggunaan hurup kapital ternyata memiliki fungsi yang sangat penting saat menyebutkan gelar seseorang tanpa diikuti nama, namun merujuk pada tokoh tertentu. Inilah hal hal penting yang sebelumnya tidak saya perhatikan. Saya sangat berharap bisa belajar banyak dalam hal penulisan bahasa yang baik.Parameter-parameter yang membangun sebuah berita adalah sebagai berikut:
1.Judul : maksimal terdiri dari 7 kata
2.Sub Judul : maksimal terdiri dari 6 kata
3.Teras berita : maksimal terdiri dari 4 kalimat, dimana 1 kalimat 12 kata
4.Satu alinea : maksimal terdiri dari 4 kalimat
5.Satu Kalimat : maksimal terdiri dari 12 kata

Sebuah berita harus dapat menunjukkan kata-kata sebagai berita yang memiliki nilai sopan dan sipaktau, bukan mengejek. Tepat pukul 15.15, Basri menyelesaikan bahan materi sekaligus menutup sesi pelatihan pada hari ini.

========================================================================
Aku sempat merasa sangat bodoh karena sebelumnya benar-benar tidak aware akan hal-hal penting yang disampaikan pemateri. Selama ini aku hanya terbiasa dengan gaya penulisan perjalanan. Walaupun aku menyadari begitu banyak kesalahan yang aku buat dalam tugas penulisan straight news yang aku kumpulkan tadi, namun senang sebab aku menyadarinya.

Selasa, 25 Januari 2011

Fun bike bersama mobil dan motor


Diawali dari pagi hari yang terlihat cerah tanpa ada tanda-tanda air hujan akan turun dimana telah seminggu ini hujan mengguyur kota Makassar.  Pagi pukul 05.30 aku sudah bersiap siap untuk mengeluarkan sepeda untuk dipompa bannya. Sepatu, helm, kacamata, air minum dan Sony Ericson seri Walkman sudah lengkap menemani aku untuk mengikuti acara fun bike pertamaku di kota Makassar, Fun Bike for Nature, yang diadakan oleh Kompas hari Minggu, tanggal 23 Januari 2011. Sangat antusias, itulah yang kurasakan saat meng-gowes sepeda keluar dari kompleks rumah menuju jalan raya. Menurut info dari koran lokal yang kubaca sehari sebelumnya, akan ada 7 ruas jalan yang ditutup untuk acara ini, termasuk jalan rumah saya, Jl. Andi Tonro.

Gowes Holic Makassar
Saat keluar kompleks perumahan dan melihat jalan raya Andi Tonro masih ramai dengan mobil dan motor yang melewatinya, nampak sama seperti hari-hari biasa. Apakah akan ditutup tepat jam 07.00 saat acara dimulai?mungkin saja pikirku. Akupun mulai meng-gowes sepedaku dan bertemu dengan banyak peserta lain di jalan. Ternyata Makassar memiliki komunitas pecinta sepeda yang tidak sedikit, benar-benar membuat hatiku senang. Pukul 06.30 saya sudah berada di kantor Kompas, tempat yang menjadi start acara ini. Bila di Jakarta acara serupa adalah hal yang biasa, namun di Makassar ini menjadi acara yang cukup menarik perhatian dari pejabat kota, sebab di Makassar sendiri, car free day dilangsungkan 5 jam dari jam 05.00 subuh hingga 10.00 pagi di kawasan pantai losari pada hari Minggu, namun sangat disayangkan karena untuk pelaksanaanya masih kurang terlaksana dengan baik. Diharapkan dengan adanya acara ini dan melihat animo para pecinta sepeda di Makassar yang sangat besar, maka keseriusan pemerintah kota untuk menggalakkan car free day bisa lebih serius.

Para peserta Fun Bike
Peserta sudah datang ke titik start sejak pukul 06.00 dan kurang dari pukul 07.00 para peserta sudah sangat banyak berkumpul di titik start. Panitia memulai acara setelah Bapak Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo, Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, dan direktur bisnis Kompas, Abun Sanda datang dan memberikan sambutan dan secara resmi membuka acara Fun Bike for Nature Kompas.  Sungguh sebuah moment yang cukup mengharukan sebab acara fun bike dibuka oleh Gubernur dan Walikota, semoga untuk kedepannya para gowes holic mendapatkan tempat yang lebih terhormat di jalan raya, sebab beliau mengatakan bahwa pemerintah kota Makassar sudah mempertimbangkan untuk memberikan jalur khusus sepeda di Makassar. Cool, isn’t it
Rute fun bike itu sendiri start dari kantor Kompas di Jalan Pengayoman, lalu ke Jl.Pettarani - Sultan Alaudin - Andi tonro - Kumala - Dr. Ratulangi - Haji Bau dan masuk ke HM.Patompo (eks Jl. Metro) dan finish di Trans Studio.

Titik Start
Titik Finish
Sangat jauh dari bayanganku, ternyata rute tersebut tidak ditutup, hanya dikawal polisi. Saat gowes, kami masih bisa bertemu dengan pengendara motor, mobil bahkan angkot sekalipun. Tak heran fun bike kali ini masih tetap harus hati - hati terhadap motor yang kadang masih juga melaju cukup kencang diantara para bikers. Cukup prihatin, karena kami terlihat membuat macet jalan, polisi hanya menutup jalan sementara sampai kami melewati ruas jalan tersebut dan langsung membukanya kembali untuk umum. Kami pun tak dapat meng-gowes dengan cukup cepat karena jalanan harus dibuka terlebih dahulu oleh mobil polisi yang berada paling depan agar jalanan bebas dari kendaraan bermotor, yang mana tak jarang masih juga bisa disisipi motor  dan mobil di dalam jalur fun bike.

Gowes bersama mobil
Agak sedikit kaget dengan keadaan ini, sebab pengalaman di Jakarta, car free day benar benar tidak ada kendaraan bermotor. Namun saya dapat memaklumi, sebab jalan raya di Makassar tidak sebesar di Jakarta sehingga bila jalan protokol ditutup, alternatif jalan yang lain juga sulit. Selebihnya saya sangat menghargai pemerintah kota yang memberikan perhatian kepada para pecinta sepeda di Makassar. Saya berharap, car free day bisa dilaksanakan dengan lebih serius sebab untuk para gowes holic Makassar ternyata berjumlah tidak sedikit.